Divonis 1,5 Tahun Penjara, Pelapor Ajukan Banding
satelitnews.com, TANGSEL— Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menimpa istri dari salah satu oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tangerang Selatan, terus berlanjut. Kuasa hukum SV, korban sekaligus pelapor kasus tersebut menuntut terdakwa Nanda Rodiyana, dipecat sebagai ASN. Diketahui, Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang telah putuskan Nanda bersalah dihukum 18 bulan penjara.
“Jangan sampai terkesan ada pembiaran dari atasan terdakwa,” ungkap Damsik dari Law Firm Tosa & Partners, Minggu (11/1/2020).
Damsik menegaskan, Nanda Rodiyana bertugas di Bagian Teknis Pemilu dan Humas KPU Kota Tangsel. Dia berpendapat, seharusnya setelah ditetapkan tersangka, Nanda mengundurkan diri sebagai ASN. Pemerintah Kota Tangsel pun mestinya sudah mengeluarkan surat keputusan pemecatan atas terdakwa.
Damsik merasa putusan hakim jauh dari keadilan. Alasannya karena di persidangan terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana KDRT dengan pelecehkan seksual kepada korban. “Kami akan terus kawal kasus ini, dalam waktu dekat kami akan meminta perlidungan kepada Inspektorat Provinsi Banten dan Inspektorat Kota Tangerang Selatan,” tegasnya.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara kepada Nanda Rohdiyana dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, Kamis (09/1/2020). Dalam amar putusannya majelis hakim menyatakan ASN di KPU Tangsel ini terbukti melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap istrinya SV.
SV menceritakan kronologi kasus ini. Menurut dia, sejak awal menikah pada 2016 silam, Nanda Rodiyana sudah melakukan KDRT. Bahkan pelaku masih sering berbuat jahat sampai akhirnya pada November 2018 korban melapor ke Polres Tangerang Selatan (Tangsel). “Nah yang saya visum KDRT seks lewat anal yang dilakuin Nanda,” ungkap SV.
Korban mengaku sudah pernah melaporkan persoalan tersebut kepada atasan pelaku di KPU Kota Tangsel. Harapannya agar pimpinan Nanda bisa membimbing agar pelaku hentikan KDRT. “Pimpinan sempat melindungi anak buahnya, seakan-akan saya yang membual,” sesal SV.
SV juga menyatakan laporannya sempat mandeg lama. Kuasa hukumnya mendapat informasi bahwa Sekretariat KPU Kota Tangsel meminta agar proses hukum ditunda sampai Pemilu 2019 serentak selesai. Alasannya, pimpinan pelaku khawatir dapat mengganggu tahapan pesta demokrasi lantaran Nanda bertugas di Bagian Teknis dan Humas KPU Kota Tangsel. “Makanya kepending lama kasus saya,” ujar SV. Ia bilang, Nanda akhirnya resmi ditahan sejak September 2019 di Mapolres Tangsel.
SV mengaku tak puas terhadap putusan hakim yang menghukum Nanda selama 1,5 tahun penjara. Padahal ia menginginkan pelaku dihukum 3 tahun penjara sesuai dengan kepedihan yang dialaminya selama berumah tangga. “Ini gak adil. Saya mau dia dipecat karena saya yang jadi korban juga anak-anak ditelantarin,” tegas SV.
Melalui JPU, SV menyatakan banding. “Kami mengajukan banding,” ungkap Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangsel, Taufiq Fauzie, ditemui wartawan di kantornya, Jum’at (10/1/2020).
Ia menjelaskan, ada mendasar JPU menempuh upaya banding. Alasannya karena putusan hakim tak sesuai dengan perbuatan biadab Nanda yang telah melakukan kekerasan seksual terhadap istrinya berinisial SV.
Fauzie paparkan, selain melanggar Pasal 46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2005 tentang Penghapusan KDRT, Nanda juga melanggar Pasal 250 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN. “Kami pengen orang yang berpendidikan tidak melakukan perbuatan seperti itu,” papar Fauzie. (jarkasih)
Diskusi tentang ini post