SATELITNEWS.COM, TANGERANG – Amplop permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para distributor di Pasar Tradisional Curug viral di media sosial, Rabu (29/3). Terkait itu, Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja (NKR) Kabupaten Tangerang menyatakan bahwa amplop tersebut bukan dari pihaknya.
Dalam amplop yang meminta THR tersebut, tertulis dari pengurus retribusi dan tertera stampel yang bertuliskan Retribusi Pasar Curug, Tangerang, Banten, yang ditukukan kepada pimpinan PT.
Dirut Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang, Finny Dewiyanti mengatakan, permintaan THR kepada distributor pasar ataupun kepada para pedagang, bukan dilakukan oleh pengelola Pasar Curug ataupun pihak PD Pasar. Pasalnya, THR pengelola sudah dialokasikan dari Kantor Pusat Perumda Pasar NKR.
“Stempel yang tertera pada kertas tersebut, bukan stempel Pasar Curug. Karena desain dan logonya berbeda,” kata Finny kepada Satelit News, Rabu (29/3).
Berdasarkan hasil pengecekan di lapangan atau pasar, katanya menurut petugas perwakilan bongkar muat di Pasar Curug, bahwa surat yang beredar bukan dari koordinator/ pengelola bongkar muat langsung, melainkan dari petugas perorangan bongkar muat tanpa sepengetahuan atau persetujuan dari koordinatornya.
Finny juga menegaskan, bahwa pihaknya telah sudah memerintahkan petugas atau pengelola bongkar muat, untuk memusnahkan stempel yang beredar tersebut.
“Bahwa menurut pengelola bongkar muat, stempel yang tertera pada kertas tersebut, bukan stempel resmi dari koordinator pengelola bongkar muat,” katanya.
Sementara itu, Kepala Koordinator Bongkar Muat dan Kebersihan Pasar Tradisional Curug, Tudi mengaku, memang setiap tahun pihaknya bersama anak buahnya sebanyak 26 personil meminta THR kepada PT atau distributor produk yang mengirim barang ke Pasar Curug.
Dia juga menjelaskan, bahwa permintaan THR tersebut bukan ditujukan kepada para pedagang di pasar ataupun sopir yang mengantar barang. Melainkan, kepada pemilik perusahaan yang produknya dikiirm ke Pasar Tradisional Curug.
“Pertama saya akui, memang setiap tahun kami meminta THR kepada PT, bukan kepada pedagang ataupun sopir. Tapi, bentuknya mengajukan dan sukarela. Tidak ada pemaksaan dan nominalnya juga tidak ditentukan, hanya seikhlasnya saja. Paling besar juga paling Rp 75 ribu,” kata pria yang disapa akrab Domi tersebut.
Lanjut Domi, namun untuk amplop yang saat ini beredar di media sosial, bukanlah milik dirinya ataupun anak buahnya. Karena kata dia, stampel miliknya dan stampel amplop yang beredar sangat berbeda, dan tidak sama.
“Tapi kalau yang beredar saat ini bukan punya saya. Saya nggak tau itu siapa yang minta,” katanya.
Menurut Domi, permintaan THR ini sudah berlangsung cukup lama, dan tidak pernah ada protes dari pihak manapun. Karena, pengajuan THR merupakan hal yang biasa ketika mendekati Hari Raya Idul Fitri.
“Sebetulnya ini hal biasa saja. Sebelum-sebelumnya juga tidak ada protes. wajarlah kuli bongkar muat minta THR satu tahun sekali. Kami kan bukan pegawai PD (Perumda) Pasar, dan permintaan THR memang tidak ada keterlibatannya dengan PD (Perumda) Pasar,” pungkasnya. (alfian/aditya)
Diskusi tentang ini post