SATELITNEWS.ID, CIPUTAT—Konflik antara pengembang dan masyarakat kembali terjadi. Akses menuju sejumlah rumah warga di kawasan Jalan Pelikan RT 006/09, Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, ditutup pagar tembok oleh pengembang.
Tembok yang dibangun sepanjang sekiar 30 meter dan tinggi sekitar dua meter itu berdiri tepat depan tiga unit rumah warga. Akibatnya, akses yang biasa digunakan warga untuk keluar dan masuk kini tertutup.
Salah seorang pemilik rumah yang akses jalannya tertutup tembok pagar pengembang, Tarmo (50) mengungkapkan, tembok yang berada persis di depan rumahnya itu mulai dibangun pada Jumat (3/9/2021) hingga Senin (6/9/2021). Dia mengaku tidak mengetahui secara pasti siapa pihak yang mendirikan tembok tersebut hingga menutup akses utama ke rumahnya. Pasalnya, tidak ada pihak pengembang yang berkomunikasi dengannya ataupun dua pemilik rumah lain yang terdampak, sejak pembangunan tembok dimulai.
“Enggak ada izin ke kami. Minimal bilanglah, karena pasti mengganggu aktivitas warga, bisingnya, ketok-ketoknya,” kata Tarmo.
Sepengetahuannya, status tanah yang berada persis di depan rumahnya memang diperuntukkan untuk jalan umum warga. “Jadi di AJB (Akta Jual Beli) itu, depan sini itu jalan, di kanan tanah orang lain, kiri tanah orang lain, belakang jalan,” tuturnya.
Sebelumnya, Tarmo mengaku pernah didatangi oleh seorang perwakilan pengembang yang membangun tembok tersebut. Orang itu memberikan penawaran kepadanya untuk membayar Rp25 juta, jika ingin akses menuju rumahnya tidak dibangun tembok pembatas. “Waktu itu belum dipagar, nah kalau saya bayar, tidak dipagar. Makanya sampai di angka Rp 15 juta-Rp 25 juta kalau enggak mau dipagar tembok,” ujar Tarmo.
Tarmo tak sanggup membayar sehingga tembok setinggi dua meter itu dibangun tepat di depan rumahnya. “Saya mikir dong, akhirnya saya tawar Rp 5 juta. Itu pun tidak sekarang, saya akan saya usahakan. Dia enggak mau, maunya Rp15 juta,” bebernya.
Senada dikatakan Pujiono (51). Warga yang akses ke rumahnya juga terhalang tembok pagar mengaku tidak menyangka bahwa tembok tersebut akan berdiri tepat di depan rumahnya. Padahal, pihak pengembang kerap meminta bantuan saat membangun rumah yang berada tak jauh dari tembok penghalang tersebut.
“Waktu pertama mulai bangun (rumah) terus terang, naro material, minta air, minta listrik ya saya monggo aja. Istilahnya saya menghargai karena sama-sama, apalagi kalau itu (rumah) terisi, jadi calon tetangga kita juga, tapi kenyataannya timbal baliknya seperti itu ya apa yang bisa saya perbuat,” ujarnya.
Warga mengaku keberatan dengan pembangunan tembok yang menghalangi akses menuju rumahnya. Dia berharap pihak pengembang dapat membuka ataupun memberikan akses yang lebih layak bagi para pemilik rumah. “Saya sudah ngomong, tolong dikasih akses jalan tapi enggak ngerti kenapa gak dikasih,” kata Pujiono.
Seperti halnya Tarmo. Pujiono juga mengaku mendapatkan tawaran membayar Rp25 juta. “Sama, saya juga ditawari. Cuma uang dari mana. Penghasilan sehari-hari juga habis buat dapur,” ujar Pujiono.
Dia sempat meminta keringanan kepada perwakilan pihak pengembang agar diberikan akses keluar masuk. Sayangnya, permintaan tersebut ditolak dan proses pembangunan tembok tetap berjalan.
Lurah Serua Cecep Iswadi menyebut bahwa pihak pengembang tak melapor ke kelurahan ketika akan membangun tembok, hingga menutupi rumah warga. Menurut dia, pihak pengembang hanya melapor kepada pengurus lingkungan ketika proses pembangunan tembok itu dimulai.
“Dia tidak komunikasi ke saya bangun itu, tapi ke RT-nya dia ngomong. Tadi pak RT juga sudah saya temui. Kalau seperti ini kan harusnya ngobrol juga ke kami, jangan main pagar aja,” ujar Cecep saat dihubungi, Rabu (9/8/2021).
Cecep mengaku tidak mengetahui apakah proses pembangunan yang sedang dilakukan pihak pengembang sudah memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Alhasil, tembok yang kini telah berdiri depan tiga rumah warga itu menuai polemik. Sebab keberadaan tembok dianggap telah menutup akses warga.
“Termasuk itu yang akan saya tanyakan ke pengembangnya. Besok (Kamis) dia mau ketemu sama saya tapi dia cukup kooperatif lah, dia mengakui kesalahannya,” kata Cecep.
Walikota Tangsel Benyamin Davnie juga angkat suara terkait persoalan itu. Dia mengaku pernah menugaskan Satpol PP untuk mengecek ke lapangan guna mengetahui permasalahan sebenarnya. Menurutnya, jika tanah itu statusnya fasilitas umum maka pengembang tidak berhak membangun tembok pagar. Bahkan jika tanah itu statusnya milik pengembang pun, tidakan melakukan penutupan akses jalan permukiman warga tidak wajar. Apalagi warga sampai dimintai uang oleh pengembang, itu juga tidak wajar. “Solusinya, beli aja tanah warga oleh pengembang,” imbuhnya. (jarkasih)