SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Dewan Pengupahan Provinsi Banten mengeluarkan tiga opsi dalam rekomendasi upah minimum kota/kabupaten (UMK) tahun 2021 yang diserahkan kepada Gubernur Wahidin Halim. Ketiga opsi itu berasal dari perwakilan buruh, pengusaha dan akademisi.
Ketua Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) Banten Al Hamidi menjelaskan opsi pertama adalah UMK tahun 2021 tidak ada kenaikan alias masih sama dengan tahun 2020. Opsi kedua berasal dari buruh yang mengajukan kenaikan UMK 3,33 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan sebelumnya sebesar 8,51 persen. Sedangkan opsi ketiga adalah kenaikan sebesar 1,5 persen yang diajukan unsur akademisi.
Menurut Al Hamidi, hasil pleno Dewan Pengupahan Provinsi telah diserahkan kepada Gubernur Banten Wahidin Halim. Dia menjelaskan Gubernur direncanakan menandatangani Surat Keputusan (SK) Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2021 pada Jumat (hari ini, red) atau Sabtu (21/11).
“Suratmya sudah ada di meja Pak Gubernur Banten. SK UMK 2021, kalau nggak Jumat,Sabtu (20-21/11) sudah ditandatangani Pak Gubernur,” kata Al Hamidi, Kamis (19/11).
Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsos pada Disnakertrans Banten, Karma Wijaya menjelaskan ada empat kabupaten/kota masing-masing bervariasi usulan kenaikannya. Tetapi, kata Karma, kenaikannya rata-rata 3,33.
“Nah yang mengajukan naik sebesar 3,33 persen ini yang dari Tangerang Raya dan Kota Cilegon,” ungkapnya.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Banten, Dedi Sudrajat yang mewakili unsur buruh di Dewan Pengupahan Banten membenarkan pihaknya mengajukan kenaikan UMK sebesar 3,33 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan tuntutan sebelumnya sebesar 8,51 persen.
“Dewan Pengupahan merekomendasikan kenaikan UMK di seluruh kabupaten/kota di Banten sebesar 3,3 persen. Rekomendasi itu akan diberikan ke Gubernur Banten Wahidin Halim. Kami hanya merekomendasikan. Keputusan naik atau tidaknya ada di Gubernur Banten,”ungkap Dedi, Kamis (19/11).
Dia berharap agar keputusan yang diambil Gubernur Banten sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupahan. Menurut Dedi, Surat Keputusan Gubernur Banten terkait UMK tahun 2021 akan dikeluarkan paling lambat tanggal 21 November mendatang.
“Kemarin sudah kita sampaikan, diserahterimakan. Mudah-mudahan tanggal 20 November atau 21 November SK dikeluarkan dan sesuai dengan keinginan kita. Mudah-mudahan yang kita sampaikan diterima oleh beliau yang punya jabatan itu,” tegas Dedi.
Bila kenaikan 3,3 persen disetujui maka UMK di delapan wilayah akan berubah. UMK tertinggi di Banten yakni Kota Cilegon yang semula Rp 4.246.081 naik menjadi Rp 4.387.475,4973, Kota Tangerang dari Rp 4.199.029 naik menjadi Rp 4.338.856,6657, Kabupaten Tangerang dari Rp 4.168.268 naik menjadi Rp 4.307.071,3244, Kota Tangerang Selatan semula Rp 4.168.268 naik menjadi Rp 4.307.071,3244.
Kemudian Kabupaten Serang semula Rp 4.152.887 naik menjadi Rp 4.291.178,1371. Ada pun Kota Serang yang tadinya Rp 3.773.940 naik menjadi Rp 3.899.612,202, Kabupaten Pandeglang dari Rp 2.758.909 naik menjadi Rp 2.850.780,6697. Sementara paling kecil Kabupaten Lebak sebesar 2.710.654 naik menjadi Rp 2.800.918,7782.
Sementara soal Upah Minimum Provinsi yang telah ditetapkan sama seperti tahun lalu, Dedi beserta buruh tak mempersoalkannya. Diketahui UMP Banten 2021 tetap pada angka Rp Rp2.460.996.
“UMP sudah diketok sama dengan tahun lalu. Kita nggak mempersoalkan UMP. Kita mempersoalkan UMK,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua SPSI Banten, Hardiansyah. Dia mengatakan saat ini pihak tetap bersikukuh dengan kenaikan UMK. Menurut dia, tak masuk diakal bila pemerintah memutuskan tidak ada kenaikan UMK kalau alasannya karena pandemi Covid-19.
“Memang benar pandemi Covid-19 ini ada dampaknya bagi perusahaan. Tapi secara tersirat tidak semua perusahaan terdampak contohnya retail, farmasi dan perusahaan yang diuntungkan dari pandemi ini,” ujarnya.
Dia mengatakan perusahaan yang terdampak negatif sebenarnya telah difasilitasi oleh Pemerintah. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) nomor 3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covd-19.
“Saya pikir ini bisa jadi pertimbangan Gubernur untuk kenaikan UMK. Kalau soal kesepakatan kemarin kami sepakat di angka 3,33 persen kami terima itu. Tinggal keputusan sama gubernur,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Banten, Edy Mursalim mengatakan pihak mengajukan opsi agar UMK tidak naik. Hal tersebut kata dia berdasarkan rumus inflasi dan pertumbuhan ekonomi Banten.
“Upah Minimum 2020 ditambah inflasi ditambah lagi pertumbuhan ekonomi. Nah inflasi 1 sekian persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen. Kalao ikutin rumuskan minus gaji harus turun tapi kan kami juga nggak tega jadi kita minta nggak usah naik,” jelasnya.
Kemudian, pertimbangan kedua adalah soal dampak Covid-19 kepada perusahaan. Kata Edy hampir semua perusahaan terkena dampaknya. Mulai dari penurunan pendapatan yang membuat mereka terpaksa mem-PHK karyawannya.
Menurut Edy, Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) nomor 3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 juga tak dapat menjadi alasan kuat. Diketahui SE tersebut menjelaskan bagi perusahaan yang terdampak negatif dapat mengajukan keringanan soal upah dengan musyawarah dengan buruh.
“Sekarang apa dasarnya dulu? Rumusnya apa tau nggak? Kalau kita kan sudah ada. Kalau nggak ada rumusnya terus memaksa naik memang mau jadi negara barbar. Yang ada perusahaan tutup dia cari lagi tempat yang UMK nya lebih murah,” pungkas Edy. (irfan/rus/bnn/gatot)
Diskusi tentang ini post