SATELITNEWS.COM, TANGSEL—Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mencatat kurang lebih terdapat 136 laporan kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak sepanjang Januari sampai Juni 2023. Kecamatan Ciputat mendominasi jumlah laporan yang masuk. Hal tersebut diungkapkan Kepala UPT P2TP2A Tangsel, Tri Purwanto.
Tri mengatakan, dari jumlah tersebut, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang paling mendominasi. Menurutnya, terdapat sejumlah faktor penyebab kasus tersebut mulai dari pola asuh hingga pengaruh medsos.
“Pola asuh, pembelajaran berkeluarga, pendidikan Agama, lingkungan, ekonomi, mudahnya mendapat informasi global tanpa adanya filter, pengaruh medsos, gadget dan banyak lagi,” jelas Tri saat dikonfirmasi, Selasa (25/7).
Berdasarkan data Januari sampai Juni 2023 yang didapat, dari 7 Kecamatan di Tangsel, Ciputat memiliki 34 kasus, Pamulang 26 kasus, Pondok Aren 17, Serpong 16 kasus, Ciputat Timur 15 kasus, luar Tangsel 12 kasus, Serpong Utara 10 kasus, dan Setu 6 kasus.
Namun, kata dia, ratusan pelapor tersebut terbagi dalam beberapa jenis laporan. Untuk jenis laporan anak laki-laki berjumlah 39 dan yang paling mendominasi yakni kekerasan fisik hingga psikis.
Lalu, jenis laporan anak perempuan berjumlah 35 yang paling mendominasi yaitu pencabulan terhadap anak. Dan untuk jenis laporan perempuan dewasa yakni berjumlah 62 laporan dan didominasi oleh kekerasan dalam rumah tangga. “Ditotal itu kan 136, dari 136 pengadu itu kita rinci pengaduannya,” jelasnya.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2022 ada 315 laporan sepanjang Januari sampai Desember. Ciputat memiliki 55 kasus, Pamulang 64 kasus, Pondok Aren 62 kasus, Serpong 44 kasus, Ciputat Timur 32 kasus, luar Tangsel 18 kasus, Serpong Utara 15 kasus, dan Setu 25 kasus.
Tri mengatakan, pihaknya kerap mengalami sejumlah kendala dalam menyelesaikan setiap persoalan yang pihaknya tangani. Namun, Tri menegaskan, apabila kasus yang bergulir ke ranah hukum, pihaknya hanya memberikan pembekalan hukum, psikolog dan melakukan pendampingan sampai kasus inkrah.
Menurutnya, perlu adanya kesadaran bersama untuk mensosialisasikan pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Disisi lain inilah tugas kita semua baik pemerintah, media massa, tokoh masyarakat dalam mensosialisasikan pencegahan tindak kekerasan terhadap anak maupun perempuan yang harus dilakukan,” katanya.
“Sosialisasi agar melapor jika melihat, mendengar atau mengalami kekerasan ada dampaknya yang mana korban atau masyarakat berani melapor ke lembaga untuk kasus kekeraaan yang dialaminya. Kepedulian aparat pemerintah maupun masyarakat dalam mendampingi korban untuk melapor ke lembaga terkait,” sambungnya. (eko)
Diskusi tentang ini post