SATELITNEWS.COM, TANGERANG – Penyakit jantung menduduki penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia dan banyak menyerang kelompok usia produktif.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Kematian di Indonesia akibat penyakit Kardiovaskular mencapai 651.481 penduduk per tahun. Melihat trennya, kasus akibat penyakit jantung di dalam negeri terus meningkat mencapai 100 kematian per 100.000 penduduk (Institute for Health Matrics and Evaluation, 2019).
Di Indonesia, berdasarkan data BPJS pada November tahun lalu menunjukkan biaya pelayanan kesehatan untuk penyakit jantung dan pembuluh darah menghabiskan hampir separuh dari total biaya, sebesar Rp 10,9 Triliun dengan jumlah kasus 13.972.050 (Kemenkes, 2023).
Tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak seimbang. Perilaku tersebut merupakan salah satu kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) serta berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death.
Penyakit ini terjadi secara mendadak dan berisiko fatal, tetapi gejalanya tidak khas sehingga sering tidak dihiraukan. Padahal, jika tidak segera mendapatkan penanganan dapat menyebabkan kerusakan pada otot jantung hingga menyebabkan kematian. 60–90 menit pertama serangan merupakan Golden hour atau kondisi darurat serangan jantung yang membutuhkan penanganan segera karena otot-otot jantung mulai mati disebabkan tidak mendapatkan suplai darah yang cukup.
Usahakan penanganan medis pertama pada pasien tidak melebihi waktu 6 jam, karena pada kurun waktu 6 jam semua bagian jantung dapat mengalami kerusakan secara permanen yang berujung pada gagal jantung. Tindakan penanganan serangan jantung yang tepat dan cepat akan sangat membantu karena kebanyakan kasus kematian dan henti jantung terjadi ketika golden hour tidak ditangani dengan tepat.
“Waktu adalah emas. Semakin cepat pasien dengan serangan jantung mendapatkan penanganan yang tepat, semakin besar kemungkinan untuk mengurangi kerusakan jantung dan menyelamatkan nyawa mereka. Penanganan serangan jantung memerlukan kecepatan dan ketepatan yang tinggi, itulah pentingnya keberadaan sarana dan prasarana medis yang memadai dalam penanganan kondisi darurat medis ini. Teknologi medis yang canggih, tim medis yang handal, serta fasilitas medis yang mendukung dapat membantu dokter dalam membuat diagnosis yang lebih baik, efektif dan efisien,” ujar Dokter Pitono Yap, selaku Direktur Bethsaida Hospital kepada satelitnews.com, Jum’at (14/6/2024).
Beberapa fasilitas Kesehatan yang berperan penting dalam hal penanganan serangan jantung adalah Heart Attack Center yang dimulai dari Unit Gawat Darurat (UGD) yang lengkap, Tim Medis yang Terlatih dan Siaga 24/7 dalam penanganan serangan jantung, Fasilitas dan Teknologi Kateterisasi Jantung, Layanan Ambulans dengan Peralatan Medis Darurat dan dilengkapi dengan sistem informasi atau komunikasi yang efisien untuk memastikan koordinasi yang baik antara tim medis di ambulans dan rumah sakit, sehingga penanganan dapat dipersiapkan sebelum pasien tiba.
Ketersediaan sarana dan prasarana medis yang memadai ini bukan hanya tanggung jawab fasilitas kesehatan, tetapi juga memerlukan dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Investasi dalam peralatan medis yang canggih, pelatihan berkelanjutan bagi tenaga medis, dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya penanganan cepat serangan jantung adalah kunci untuk mengurangi angka kematian akibat kondisi ini.
“Kita semua memiliki peran dalam memastikan tersedianya fasilitas dan layanan kesehatan yang memadai. Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat, kita dapat meningkatkan kualitas penanganan serangan jantung dan menyelamatkan lebih banyak nyawa,” tambah Dr. Pitono. (aditya)
Diskusi tentang ini post