SATELITNEWS.ID, CISAUK—Kegusaran melihat anak-anak yang tumpul literasi, baik membaca maupun kreativitas akibat tergerus modernitas zaman, membuat Ahmad Barqu Syudjai dan kawan-kawan tergerak hatinya. Mereka membuat Saung Baca Cisauk (SBA), sarana belajar non formal yang diperuntukkan untuk meruncingkan literasi anak-anak. Bagaimana kisahnya ?
Sebagian wilayah Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang kian hari tergerus oleh pembangunan mulai dari perumahan, pabrik hingga pusat perbelanjaan. Di satu sisi, ada dampak positif berupa penyerapan tenaga kerja bagi warga sekitar. Namun di sisi lain, pola pikir remaja di sana berubah. Lantaran minim wawasan, mereka lebih tertarik menjadi karyawan ketimbang memiliki usaha sendiri.
Hal tersebutlah yang menjadi kekhawatiran kawan-kawan SBA Cisauk. Mereka gusar ketika pembangunan yang kian masif namun tak dibarengi dengan literasi mumpuni. Mereka menilai permasalahan itu dapat menjadi bom waktu di masa depan.
“Kita hanya akan jadi penonton saja. Mereka dipermudah soal pekerjaan, tapi terlena. Mereka akan lebih memilih jadi karyawan ketimbang bos di desa sendiri,” ujar Ketua SBA Cisauk, Ahmad Barqu Syudjai kepada Satelit News, Minggu (5/7).
Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat ini mengatakan sebagian besar remaja di Cisauk berijazah SMA dan sederajat. Namun, sangat disayangkan hal tersebut pun tak diimbangi dengan wawasan yang luas.
“Tak semua yang memiliki ijazah itu memiliki pandangan yang luas. Kami ingin membuat visi mereka luas,” ungkapnya.
Berfa, sapaannya, bersama kawan-kawan merancang suatu gerakan yang dapat mengubah pola pikir anak-anak di sana. Berawal dari diskusi teman sehobi pecinta alam yang memiliki kekhawatiran serupa, maka tercetuslah SBA Cisauk pada tahun 2018.
Sebenarnya gerakan itu telah ada pada 2013 silam dengan nama Saung Baca Nusantara (SBN). Saat itu, SBN hanya bermarkas di rumah Berfa di sebuah desa di Cisauk. Sempat vakum karena kesibukan masing-masing anggota dan relawan, pada 2016, SBN aktif kembali.
Lantaran lokasi yang terbatas, sementara anak didik bertambah dan banyak kegiatan literasi yang harus dilaksanakan, maka pada tahun 2017 SBN mengajukan pemanfaatan lahan di samping Kantor Kecamatan Cisauk. Permohonan lahan tersebut pun dikabulkan oleh pihak Kecamatan. Namun, SBN baru menggarap lahan tersebut pada Maret 2018. Di tahun tersebut namanya SBN pun berubah menjadi Saung Baca Cisauk.
Berfa menceritakan, dulunya lahan yang kurang lebih seluas 200 meter persegi tersebut bekas tempat penampungan sampah yang tidak terurus. Sekretariat yang kini ditempati SBA Cisauk juga bekas penyimpanan alat-alat kebersihan.
“Kita bangun perlahan. Kita dirikan saung. Pihak Kecamatan memberikan izin karena untuk kegiatan positif. Dengan catatan tidak boleh mendirikan bangunan permanen,” ujarnya.
Berfa mengungkapkan, berbagai kegiatan non formal demi meruncingkan literasi dilakukan di tempat ini. Tak hanya fokus membudayakan membaca, tapi juga melukis hingga membuat seni kerajinan tangan. Targetnya adalah, anak-anak usia dini.
Mengapa usia dini ? Berfa menilai anak-anak usia dini merupakan masa depan bangsa. Mereka adalah aset yang akan lebih mudah diatur. Literasinya pun juga akan lebih mudah dibentuk.
“Kita memiliki cita-cita agar anak-anak disini tidak hanya menjadi penonton saja saat pembangunan terus terjadi. Anak-anak harapan bangsa, maka kita bentuk pola pikirnya sedari dini,” kata Berfa.
Kegiatan belajar mengajar di SBA Cisauk berlangsung rutin setiap Sabtu dan Minggu. Sayangnya, saat Satelit News mengunjunginya kemarin, tak ada kegiatan belajar mengajar disana. SBA Cisauk untuk sementara vakum dari rutinitasnya sejak Maret lalu menyusul kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang digencarkan Pemerintah Provisi Banten untuk menghindari penyebaran Covid-19.
Saat dikunjungi, anggota dan relawan SBA Cisauk tengah bergotong-royong membenahi markasnya. Lokasinya yang bersebelahan dengan Kantor Kecamatan Cisauk memang nyaman. Terdapat saung yang dijadikan tempat mengajar anak- anak. Terdapat juga mural atau gambar dinding sebagai pemanisnya.
“Itu yang buat anak didikan kita (mural). Kita buat polanya mereka yang warnain,” kata Berfa. Sebelum pandemi, SBA Cisauk rutin menjalankan aktivitasnya. “Di sini kan dekat dengan sekolah SD dan PAUD. Mereka suka datang kemari entah untuk membaca atau sekedar bermain saja,” imbuh Berfa.
Dalam menjaring anak didik, Berfa dan kawan-kawan memanfaatkan kedekatan. Sebagian besar anak didiknya merupakan warga Kecamatan Cisauk. Namun tak menutup kemungkinan anak didiknya berasal dari luar Kacamatan Cisauk. Diakui Berfa, kemunculan SBA Cisauk disambut baik oleh warga disana.
“Dari pada anaknya fokus ke main game atau gadget lebih naik ke sini (SBA Cisauk),” ungkapnya.
Apalagi SBA Cisauk tidak memungut biaya sepeser pun untuk kegiatan belajar mengajar. Lantaran tak dipungut biaya, SBA Cisauk mengandalkan operasionalnya dari swadaya anggota. Tak jarang, ada saja donasi yang datang. Mulai berbentuk uang, buku, hingga kebutuhan belajar mengajar.
“Kita ikhlas. Tapi ada juga orang yang memberikan donasi. Selebihnya kita swadaya,” jelas Berfa.
Hal senada diungkapkan oleh pendiri SBA Cisauk lainnya, Jamaludin. Pria yang kerap disapa Odon ini mengaku untuk tenaga pengajarnya, SBA Cisauk pun tak gusar. Banyak relawan yang sukarela mengajar di SBA Cisauk. Mulai dari mahasiswa hingga pekerja profesional.
“Kalau di grup WA sih ada 50an. Kami juga terbuka untuk kawan-kawan yang ingin bergabung jadi relawan di sini,” ujarnya.
Rencananya, kegiatan belajar mengajar di SBA Cisauk akan kembali dimulai dalam waktu dekat ini. Untuk sementara mereka tengah menyiapkan pola belajar di era New Normal.
“Jangan sampai ketika kita sedang mengajar digeruduk Satpol PP karena tidak menerapkan protokol kesehatan. Rencananya minggu depan kita mulai mengajar lagi,” pungkas Odon. (irfan/gatot)
Diskusi tentang ini post