SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Daratan yang dikelilingi air di hilir Sungai Cisadane itu bernama Pulau Sampah. Sesuai namanya, pulau yang terletak di Desa Tanjung Burung Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang itu benar-benar dipenuhi sampah. Sejumlah aktivis lingkungan kini berusaha untuk menghilangkan keberadaannya.
Sejauh mata memandang hanya terdapat sampah yang mengepung pulau seluas 10 hektare itu. Berbagai benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi terlihat jelas berserakan. Sebagian besar diantaranya adalah limbah plastik.
“Sudah 10 tahun terakhir mungkin kita menyebutnya Pulau Sampah,” ujar aktivis lingkungan di Tanjung Burung, Muhammad Guntur saat Satelit News berkunjung ke Pulau Sampah, Jumat, (30/10).
Guntur menjelaskan pesisir Desa Tanjung Burung merupakan hilir dari Sungai Cisadane. Aliran sungai sepanjang 126 kilometer yang memiliki hulu di kawasan Bogor Jawa Barat itu terhenti di desanya. Tak terkecuali, berbagai benda tak terpakai yang terbawa air Sungai Cisadane.
Setelah bertahun-tahun, sampah yang terbawa aliran sungai terus menumpuk hingga membentuk pulau. “Sedimen sampah yang bertumpuk. Jadi sampah-sampah yang dari Bogor dan wilayah perlintasan Cisadane terbawa sampai kesini karena Pulau Sampah muaranya. Numpuk di sini,” kata Guntur.
Menurut Guntur, Pulau Sampah itu juga muncul akibat kebiasaan masyarakat saat melakukan praktik jual beli lahan. Masyarakat membuat lahan di hilir sungai dengan cara menimbun lumpur dan mencampurnya dengan dicampur sampah. Praktik itu disebut dengan tanah timbun.
“Sampai dua kilometer dari bibir pantai. Mereka jual, kemudian dijadikan tambak ikan atau udang,” kata Guntur.
Guntur menceritakan semasa kecilnya pada tahun 1980-an, hilir Sungai Cisadane tak seburuk sekarang. Diakui dia, kemajuan teknologi dan perilaku masyarakat yang menyebabkan sampah terus bertumpuk di pesisir Desa Tanjung Burung ini. Kemajuan teknologi berdampak pada kehidupan manusia. Salah satunya, terciptanya sampah-sampah yang tidak bisa terurai. Seperti sampah plastik.
“Pemakaian sampah plastik yang tidak terkendali. Kemudian, perilaku masyarakatnya yang tidak mendaur ulang kemudian membuang sampah begitu saja,” kata Guntur.
Dia mengatakan lokasi tersebut sempat menjadi viral pada 2019 lalu. Lantaran tumpukan sampah yang sangat parah. Sampai saat ini wilayah tersebut masih menjadi perhatian aktivis lingkungan hidup.
“Sejauh mata memandang sampah semua tahun lalu. Sekarang mulai berkurang,” bebernya.
Pria 55 tahun ini menilai kesadaran masyarakat terhadap sampah ini masih tipis. Persoalan ini pun tak melulu harus menyalahkan Pemerintah. Menurut Guntur, bila ingin menciptakan kawasan yang bersih maka masyakat harus mengubah perilaku membuang sampah sembarangan. Terutama ke sungai.
“Dari setiap kita. Kontributor sampah itu manusia. 99 persen,”kata Guntur.
Menurut dia tak perlu khawatir dengan keberadaan Pulau Sampah. Guntur memprediksi bila perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sampah bisa konsisten maka 20 sampai 30 tahun lagi Pulau Sampah akan hilang dengan sendirinya.
“Bagaimana cara mengelolanya? Dengan edukasi. Kalau kita mau bijak, paling nggak lebih 50 persen bisa ditekan,” tegasnya.
Saat ini, perilaku pemanfaatan sampah di Desa Tanjung Burung telah nampak. Hal itu dibuktikan dengan adanya Bank Sampah. Setiap warga diminta untuk menjual sampah ke Bank tersebut. Kemudian oleh pengelola akan didaur ulang
“Kita sudah 6 bulan berjalan dan punya 249 nasabah,” ungkapnya.
Dia berharap hal ini dapat digencarkan oleh Pemerintah. Di Kabupaten Tangerang masih sedikit sekali yang memiliki Bank Sampah.
“Sulit untuk mengubah paradigma berpikir masyarakat terkait sampah itu bermanfaat untuk mereka. Meskipun mendapat bayaran. Sangat sulit,” kata Guntur.
Bank Sampah juga merupakan bagian dari upaya untuk normalisasi pesisir Desa Tanjung Burung yang dikepung sampah. Selain itu, diakui Guntur, Pemerintah Kabupaten Tangerang juga telah berupaya. Salah satunya dengan menertibkan lapak-lapak liar yang terdapat di bantaran sungai.
“Semua ditertibkan lapak liar. Ratusan ton sampah mereka 30 persennya dibuang ke sungai. Negara sudah berperan, tinggal masyarakatnya,” kata Guntur.
Selain itu, dia juga menggerakkan tanam mangrove di pesisir Desa tersebut untuk mencegah abrasi. Tindakan ini telah dijalankan selama 7 tahun.
“Kita cari bibit dari mangrove. Sekarang sudah ada beberapa komunitas tanam mangrove di Kabupaten Tangerang,” kata Guntur yang juga menjabat sebagai Ketua Tabur Mangrove Desa Tanjung Burung.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang, Achmad Taufik mengatakan persoalan sampah ini memang sulit untuk ditangani bila tak ada kesadaran dari masyarakat. Meskipun, pemerintah telah melakukan berbagai upaya.
“Sebenarnya ini (Pulau Sampah) sudah banyak satu tahun lalu. Sampah yang diantarkan sungai sudah selesai sama DLHK. Kalau sampah yang di pantai itu tanyakan ke Balai Besar Ciliwung – Cisadane. Kalau sudah di darat kami angkut,” kata dia.
“Itu (pulau sampah) dampak dari posisi kita ada di hilir. Jadi semua limbah dari hulu mulai Bogor finishnya di Tangerang,” tambah Taufik.
Dalam menekan pembuangan sampah, kata Taufik, DLHK Kabupaten Tangerang telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan membangun Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R) di setiap kecamatan. TPS3R merupakan tempat daur ulang sampah yang bernilai ekonomis.
“Kita sudah bangun 30 TPS3R, yang aktif baru 9,” ungkap Taufik.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, untuk menyelesaikan persoalan sampah di pesisir Desa Tanjung Burung ini harus ada koordinasi antar pemerintah daerah. Terutama Pemerintah yang wilayahnya menjadi perlintasan Sungai Cisadane.
“Untuk membersihkannya cepat. Tapi kan untuk mencegahnya itu harus dilakukan dengan pemerintah. Sebenarnya harus koordinasi antar pemerintah daerah karena pencemarannya sudah menyebar luas,” katanya.
Kemudian terkait dengan regulasi dan peraturan. Seharusnya, Pemerintah Provinsi Banten sudah dapat mengeluarkan peraturan tentang pemakaian kantong plastik sekali pakai.
“Kita berkaca pada DKI Jakarta yang sudah melakukannya. Banten kan belum,” ungkap Tubagus. (gatot)
Diskusi tentang ini post