SATELITNEWS.COM, SERANG—Komnas Perlindungan Anak (PA) Provinsi Banten menyoroti maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di pondok pesantren pada awal tahun 2023 ini. Hingga awal Maret 2023, Komnas PA Banten telah menerima laporan sebanyak 5 kasus kekerasan seksual yang menimpa para santri.
Ketua Komnas PA Provinsi Banten Hendri Gunawan merinci, lima kasus kekerasan seksual itu di antaranya terdiri dari perkara di Ponpes Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Seorang santriwati mengalami kekerasan seksual hingga harus melahirkan di pondok pesantren.
Kemudian di Ponpes Kecamatan Tanara. Tersangka pelakunya seorang pemimpin pondok pesantren. Selanjutnya seorang ustaz di Kecamatan Petir juga dilaporkan terlibat dalam kasus kekerasan seksual. Kemudian, kasus kekerasan seksual juga terjadi salah satu pesantren di Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang.
Menurut Hendri, tersangka pelaku kekerasan seksual dalam beberapa kasus terakhir adalah pengasuh dan pimpinan pesantren. Bahkan tokoh agama yang seharusnya menjadi teladan bagi para santri.
“Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dalam menangani kasus kekerasan seksual di pesantren,” kata Hendri, Minggu (5/3).
Dikatakan Hendri, evaluasi internal pesantren menjadi langkah awal yang perlu dilakukan dalam menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual. Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh dan berkala, mencakup pemeriksaan latar belakang tenaga pengajar dan staf pesantren, pengawasan kegiatan santri, serta peningkatan kualitas pendidikan seksual bagi santri dan staf pesantren.
“Selain itu, pesantren juga perlu memiliki mekanisme pengaduan yang jelas dan transparan bagi santri dan orang tua santri yang menjadi korban kekerasan seksual,” ucapnya.
Diungkapkan Hendri, Peraturan Menteri Agama nomor 73 tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama dapat menjadi pedoman bagi pesantren dalam menyusun langkah-langkah preventif dan penanganan kasus kekerasan seksual.
“Selain itu, tokoh agama juga perlu memberikan pemahaman kepada anak-anak santri tentang pentingnya memberikan perlindungan terbaik kepada teman sebaya dan menjauhkan para santri dari kekerasan seksual,” jelasnya.
Hendri melanjutkan, partisipasi aktif masyarakat di sekitar pesantren dan juga orang tua santri diperlukan dalam melakukan pengawasan terhadap kejadian kekerasan seksual di lingkungan pesantren. Pengawasan ini dapat dilakukan dengan melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi ke pihak berwenang atau memberikan informasi kepada pesantren terkait tindakan pelaku kekerasan seksual yang dicurigai.
“Masyarakat juga dapat memberikan dukungan moral kepada korban dan keluarga korban untuk memperkuat semangat mereka dalam menghadapi kasus kekerasan seksual,” katanya.
Hendri berharap jangan sampai bayangan kekerasan seksual yang mengerikan menghalangi orang tua untuk memasukkan anak mereka ke pesantren. Pesantren diharapkan tetap menjadi benteng moral di tengah penetrasi teknologi kepada anak-anak yang luar biasa saat ini. Namun, perlu upaya memperkuat langkah-langkah pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual sehingga pesantren menjadi lingkungan yang aman dan nyaman bagi para santri.
“Keselamatan dan pendidikan moral para santri harus menjadi prioritas utama dalam pesantren. Oleh karena itu, perlu adanya upaya bersama dari pesantren, tokoh agama, masyarakat, dan pihak berwenang dalam mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual. Kebijakan dan prosedur yang ada harus diperkuat dan disempurnakan, sementara pemahaman dan pengawasan terus-menerus harus dilakukan untuk mencegah kasus kekerasan seksual terjadi,” ungkapnya.
Dia menambahkan, sepanjang 2022 lalu, Komnas PA Banten memberikan pendampingan terhadap kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sebanyak 12 kasus. Dengan rincian tiga kasus di Kota Serang, tujuh kasus di Kabupaten Tangerang dan dua kasus di Kabupaten Serang. (mg2)
Diskusi tentang ini post