Tahun 2019 Ditarget 73 Ribu Bidang, Tercapai 54 Ribu Bidang
satelitnews.com, PANDEGLANG–Akibat tidak tercapainya target tahun 2019 lalu, kuota Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk Kabupaten Pandeglang di tahun 2020 berkurang. Tahun ini, Pandeglang hanya mendapat jatah menerbitkan sertifikasi PTSL sebanyak 57,900 bidang. Sedangkan tahun lalu (2019), mencapai 73,000 bidang.
Akan tetapi, kuota yang dialokasikan tahun lalu itu hanya mampu ditangani sebanyak 75 persen, atau sekitar 54 ribu PTSL saja. Akan tetapi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pandeglang membantahnya dan berdalih, penyusutan kuota PTSL itu bukan disebabkan capaian tahun lalu yang meleset dari target. Melainkan, karena keterbatasan anggaran di Pemerintah Pusat.
Kepala BPN Pandeglang, Agus Sutrisno, berkesempatan melantik sebanyak 218 tim ajudikasi PTSL tahun 2020, di Pendopo Bupati Pandeglang, Selasa (14/1). “Ada pengurangan penerbitan sertifikat PTSL di tahun 2020 ini. Karena, keterbatasan anggaran dari Pemerintah Pusat. Target secara Provinsi juga menurun,” kata Agus, usai pelantikan, Selasa (14/1).
Meski kuota penerbitan PTSL berkurang tandasnya, Pandeglang mendapat jatah bidang pengukuran tanah yang meningkat. Tahun lalu, BPN hanya diamanti mengukur sekitar 73,000 bidang tanah. Sementara tahun ini, bertambah menjadi 91,000 bidang tanah.
“Kemarin secara pengukuran bidang kuota, kita naik. Tapi kalau sertifikat, memang menurun. Tahun kemarin, untuk sertifikasi kami dapat kuota 73,000 bidang. Kemudian peta bidang juga hampir sama,” tambahnya.
Jumlah 57,900 bidang tanah yang menjadi target PTSL tambahnya, tersebar di 68 Desa di 10 Kecamatan yakni, Kecamatan Cisata, Pulosari, Cikeusik, Mandalawangi, Saketi, Bojong, Picung, Cikedal, Cipeucang dan Labuan.
“Sisa tahun lalu, akan diakomodir tahun ini. Itu setelah kewajiban kami menerbitkan 57,900 sertifikat tercapai. Karena tahun lalu, kami sudah melakukan pengukuran. Namun tidak sempat menerbitkan sertifikatnya,” ujarnya lagi.
Ditambahkannya, puluhan ribu kuota PTSL itu bisa diselesaikan terbit pada bulan Oktober mendatang. Ia juga mengaku, optimistis hal itu bisa terealisasi, lantaran kini pihaknya telah mendapat satu pemenang yang siap mengukur lahan milik warga.
“Kendala yang dihadapi, partisipasi masyarakat masih kurang. Banyak diantara warga yang tidak melengkapi berkasnya. Kemudian kendala lain, terlambatnya proses pengukuran. Karena pihak ketiga, lelangnya di pertengahan tahun 2019. Tetapi kalau sekarang, akan diselesaikan diawal tahun. Mengingat saat ini, sudah ada pemenang lelangnya,” terangnya.
Semenatara, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten, Andi Tenri Abeng menekankan, target PTSL sebanyak itu wajib diselesaikan oleh BPN maupun Pemkab Pandeglang. Pasalnya, BPN Banten telah menyusun rumusan menjadikan Banten Lengkap Terpetakan (BLT) pada tahun 2023 mendatang.
“Saya senang, teman – teman di sini dan Pemdanya kooperatif. Sekarang saya melihat, semangatnya lebih besar tahun 2020. Tahun 2023 itu (harus) Banten Lengkap Terpetakan. Kami sudah punya road map dan dilaporkan,” ungkap Andi.
Oleh karena itu tegasnya, seluruh bidang tanah di Pandeglang juga harus terpetakan di tahun 2023. Apalagi berdasarkan catatan, masih ada sekitar 250 ribu bidang tanah di Pandeglang yang belum memiliki legalitas berupa sertifikat.
“Maka sejak tahun 2017 lalu, kami sudah fokus mengupayakan itu. Jadi berapa per tahun, yang harus diselesaikan, kami sudah petakan. Apalagi di Banten, masih ada sekitar 1,2 juta bidang tanah yang belum bersertifikat,” tuturnya.
Bupati Pandeglang Irna Narulita mengatakan, program PTSL merupakan program strategis dari Pemerintah Pusat untuk masyarakat. Program itu ungkapnya, dibiayai oleh Pemerintah Pusat. Namun ada biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat, untuk kelengkapan administrasi.
“Masyarakat hanya mengeluarkan biaya Rp 150 ribu, itu untuk biaya pendokumentasian, patok, materai dan operasional. Jangan sampai, terjadi pungutan lebih dari yang sudah ditetapkan oleh pusat. Karena akan menjadi masalah dikemudian hari,” tandas Irna.
Irna juga berharap tim ajudikasi ini bisa menjadi penengah, apabila terjadi sengketa di masyarakat (kepemilikan lahan). “Kasus ini bisa saja terjadi. Untuk itu, tim ajudikasi harus bisa memediasi. Sehingga dapat meminimalisir konflik,” imbuhnya. (nipal/mardiana)
Diskusi tentang ini post