SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Persoalan banjir, longsor, sampah, sanitasi ketersediaan air bersih, kawasan kumuh, bangunan ilegal serta kemacetan menjadi hambatan bagi realisasi potensi pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Penanganan persoalan tersebut membutuhkan terobosan dari sisi pengembangan kawasan yang terpadu. Selain itu, koordinasi antar daerah menjadi kunci keberhasilan.
Demikian diungkapkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil saat melakukan sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) No 60 Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur. Sosialisasi sekaligus rapat koordinasi dilakukan Sofyan bersama Gubernur Banten Wahidin Halim, Bupati Tangerang A Zaki Iskandar, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany dan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya di Ruang Akhlaqul Karimah, Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang, Kamis (16/7).
“Perpres No 60 Tahun 2020 mengamanatkan pembentukan Lembaga/ Badan Koordinasi Pengelolaan Kawasan Jabodetabek-Punjur untuk memperkuat koordinasi pengembangan dan pengelolaan kawasan serta mengakselerasi debottlenecking,” ujar Sofyan seusai pertemuan, kemarin.
Sofyan menjelaskan, untuk mensinkronisasi kebijakan dibentuklah struktur organisasi. Menteri ATR/ Kepala BPN akan ditunjuk sebagai ketua dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai wakil. Terdapat pula tiga gubernur yang berperan sebagai Koordinator Wilayah yaitu Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat.
“Lembaga/Badan Koordinasi ini akan dilengkapi dengan Project Management Office (PMO) yang dipimpin pak Wisnu. PMO ini akan jadi dapur yang mensinkronisasikan seluruh kebijakan, rencana, anggaran yang masing-masing disinkronkan saja, tidak ada kita ngambil anggaran cuman disinkronkan aja sehingga lebih mencapai sasaran,” kata Sofyan.
Sofyan menjelaskan koordinasi antar daerah menjadi kunci. Koordinasi bertujuan untuk mensinkronisasi kebijakan yang ada di Jabodetabekpunjur. Sehingga, setiap pemerintah daerah mampu bekerja sama secara sinergis.
“Kemudian kita akan lihat mengambil beberapa project sebagai pilot project untuk menimbulkan kepercayaan kita bahwa kota bisa bekerjasama menyelesaikan masalah bersama lebih baik,” tutur dia.
Beberapa isu yang dibahas dalam pertemuan kemarin yakni pengelolaan persampahan. Salah satunya terkait permasalahan TPA Cipeucang di Kota Tangsel yang pada Mei 2020 lalu mengalami longsor dan mencemari Sungai Cisadane. Selain itu dibahas pengendalian situ, danau, embung, waduk, pengendalian banjir, serta transportasi.
Gubernur Banten, Wahidin Halim mengatakan isu-isu lingkungan yang memang berkembang sejak lama diharapkan dapat terselesaikan secara kelembagaan. Diakuinya, persoalan lingkungan membuat Provinsi Banten terganggu kondisi masyarakatnya.
“Kalau bisa kita selesaikan bersama-sama, bahu membahu, diantara kita untuk memberikan manfaat bagi masyarakat Banten khususnya dan masyarakat Jabar dan Jakarta,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Walikota Tangerang, Arief Wismansyah. Menurut dia yang menjadi hambatan pemerintah daerah dalam mengembangkan wilayah yakni anggaran. Maka kerja sama antar pemerintah daerah akan lebih efektif untuk menata tata ruang wilayah.
“Kesulitannya adalah pemerintah daerah punya keterbatasan anggaran. Kita (Pemkot Tangerang) malah dibantu sama DKI Jakarta yang punya anggaran yang lebih besar,” ungkapnya.
Arief Wismansyah mengaku akan mendukung implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020. Arief mengatakan dengan adanya Perpres tersebut, diharapkan implementasi rencana tata ruang dapat lebih termonitor. Selain itu diharapkan tercipta sinergi yang lebih baik antara Pemerintah Pusat, Pemprov dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada di kawasan tersebut.
“Bukan hanya sinkronisasi program tapi bagaimana implementasinya secara simultan bisa konkret dilaksanakan karena Kota Tangerang sekarang terkendala pelaksanaan program,”ujarnya.
Sebagai contoh, normalisasi Sungai Cisadane misalnya, karena terkendala anggaran Pemkot berencana bekerjasama dengan perusahaan swasta yang mampu membantu terkait anggaran.
“Tapi ternyata terbentur undang-undang diatasnya yang melarang dilakukannya normalisasi oleh pihak swasta, oleh karenanya dengan Perpres ini diharapkan bisa menjembatani,” ungkapnya. (irfan/gatot)
Diskusi tentang ini post