SATELITNEWS.COM, TANGERANG–Pengadilan Agama Tangerang mencatat selama pandemi Covid-19 terdapat 523 gugatan perceraian di wilayah Kota Tangerang. Jumlah tersebut rekapan dari Maret hingga 8 Juni.
Pada Maret terdapat 201 perkara gugatan cerai, April ada 61, Mei 126. Kemudian pada Juni selama delapan hari terdapat 135 gugatan. Hal tersebut diungkapkan oleh Panitra Muda Hukum, Pengadilan Agama Tangerang, Kumalasari.
“Kalau untuk Juni ini baru delapan hari kita sudah menerima gugatan sebanyak 135. Mungkin itu karena kita sempat tidak menerima layanan selama tiga minggu di bulan April. Selama tiga minggu itu kita hanya menerima layanan online,” ujarnya kepada Satelit News, Kamis, (11/6).
Jumlah 523 tersebut kata Kumalasari belum berbuntut perceraian lantaran masih ada beberapa tahap yang harus dilalui. “Masih ada mediasi, dan sidangnya bisa sampai empat bulan setelah menggugat,” pungkasnya.
Dia menjelaskan, rata-rata pemohon gugatan cerai dilatarbelakangi oleh perselisihan. Pada Maret terdapat 137 perkara yang dilatar belakangi perselisihan, 14 perkara karena meninggalkan salah satu pasangan tanpa alasan, 9 karena KDRT, 24 faktor ekonomi dan dua perkara karena pasangan kerap mabuk-mabukan.
Kemudin pada April terdapat 1 perkara karena judi, perselisihan 41, murtad 1, LDRT 1, faktor ekonomi 14 dan meninggalkan salah satu pihak tiga perkara. Lalu pada Mei terdapat 12 perkara karena faktor ekonomi, 17 perselisihan, 9 meninggalkan salah satu pihak, KDRT 2 dan 1 dihukum penjara.
“Kalau bulan Juni belum kita rekap. Kalau perselisihan itu seperti salah satu pasangan selingkuh itu masuk perselisihan. Ada juga meninggalkan pasangannya. Justru faktor ekonomi itu bukan yang paling banyak,” ujar Kumalasari.
Menurut Kumalasari, ekonomi bukan melulu menjadi alasan utama penggugat untuk bercerai. Sama halnya dengan pandemi Covid-19, tidak bisa disangkut-pautkan dengan urusan perceraian.
“Justru mungkin di pandemi ini mereka saling menguatkan disaat ekonomi terpuruk mereka tidak berpikir untuk bercerai. Karena nggak semua wanita yang ingin dinikahi itu juga alasannya karena ekonomi. Karena suaminya sayang, tulus dan bisa menyentuh tepat dihatinya Insya Allah harmonis,” jelasnya.
Menurutnya, bila dibandingkan tahun 2019 yang terdapat 2500-an perkara gugatan perceraian justru selama pandemi ini ada penurunan. “Tahun kemarin ada sekitar 2.500 bila dirata-rata sekitar 250 sampai 260 perkara perbulannya. Kalau pandemi ini sekitar 120-an perbulan,” pungkasnya. (irfan/made)
Diskusi tentang ini post