SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Mahkamah Kontitusi (MK) mengubah ambang batas pencalonan peserta Pilkada oleh partai politik di Indonesia. Dalam putusan itu, ambang batas untuk mencalonkan pasangan di pilkada turun menjadi lebih rendah.
“Amar putusan, mengadili dalam provisi menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan, satu mengabulkan pokok permohonan sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 Senin (19/8).
Berikut ini aturan terbaru dari MK soal ambang batas pencalonan Pilkada oleh partai politik:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10 persen.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 2-6 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5 persen.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 6-12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5 persen.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5 persen.
Putusan MK itu direspon Anggota KPU RI Idham Holik. Dia menyatakan KPU RI akan mempelajari terlebih dulu putusan tersebut.
“KPU RI akan mempelajari semua putusan MK berkenaan dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pencalonan yang termaktub di dalam UU Pilkada,” ungkap Idham Holik kepada wartawan, Selasa (20/8).
Idham menjelaskan, pihaknya akan terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pemerintah dan DPR sebelum menindaklanjuti putusan MK. Sebab, putusan MK bersifat final dan mengikat.
“Pasca KPU mempelajari semua amar putusan, terkait dengan pasal-pasal dalam UU Pilkada tersebut, KPU RI akan berkonsultasi dengan pembentuk UU, dalam hal ini pemerintah dan DPR,” ucap Idham.
Meski demikian, Idham belum dapat memastikan adanya revisi atau tidak dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan Pilkada.
“Jika memang dalam amar putusan MK menyatakan ada pasal dalam UU Pilkada, berkenaan dengan pencalonan dinyatakan inkonstitusional, dan Mahkamah merumuskan atau menjelaskan mengapa itu dikatakan inkonstitusional, dan Mahkamah biasanya akan menjelaskan agar tidak inkonstitusional, maka Mahkamah biasanya merumuskan norma,” tegas Idham. (gto)
Diskusi tentang ini post