SATELITNEWS.COM, LEBAK—Bantuan Dana Desa (DD) yang dikucurkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pembangunan desa ditolak di lingkungan Suku Adat Baduy. Berdasarkan penuturan Kepala (Kades) Kanekes, Jaro Oom penolakan itu atas dasar bertentangan dengan aturan adat.
“Hante, hante masuk, atu sulit dicaritakeunana (tidak, tidak masuk (DD ke pemdes kanekes), ya sulit dicaritakannya). Intinya sulitnya itu karena berbenturan dengan aturan adat,” kata Jaro Oom melalui telepon selulernya, Rabu (12/2/2025). Namun demikian, kata Oom pada prinsipnya pemdes yang dipimpinnya tidak menolak bantuan dari pihak manapun. Akan tetapi dengan aturan adat yang melekat, membuat bantuan itu terpaksa ditolak.
Menurut Jaro Oom, meskipun dana desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun masyarakat Baduy lebih memilih untuk menjalankan kehidupan mereka sesuai dengan adat dan tradisi yang sudah ada, yakni tanpa campur tangan dana dari luar. “Kami menghargai bantuan yang diberikan, tetapi kami lebih memilih untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan kami tanpa melibatkan dana dari luar, termasuk dana desa,” kata Jaro Oom.
Penolakan masyarakat Adat Baduy melalui Desa Kanekes ini bukanlah hal baru. Penolakan DD oleh Desa Kenekes sudah dilakukan pada tahun 2017 hingga 2022. Penolakan DD oleh Adat Baduy bukan berarti menolak bantuan melainkan Adat Baduy untuk menjaga kearifan lokal yang sangat kuat dan mereka memilih untuk hidup mandiri tanpa ketergantungan pada dana dari luar. “Tidak mau disulitkan dengan berbagai administrasi terkait dengan penerimaan DD yang bersumber dari pemerintah pusat,” tandanya.
Ada empat bantuan dana untuk Desa Adat Baduy. Yang pertama Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat, Alokasi Dana Desa (ADD), Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Kabupaten Lebak dan Bantuan Provinsi Banten.
Kabid Pembinaan Kerja Sama dan Pengelolaan Keuangan Aset Desa DPMD Lebak, Zamroni, menyatakan bahwa penolakan dari masyarakat Baduy ini menjadi hal yang harus dihargai dan dipahami. “Kami telah mengusulkan dana desa untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di Desa Kenekes, namun kami menghormati keputusan masyarakat Baduy. Kami tetap akan menjaga komunikasi dan mencari solusi yang terbaik sesuai dengan keinginan masyarakat,” ujar Zamroni.
Zamroni juga menambahkan bahwa meskipun masyarakat Baduy menolak dana desa, pemerintah daerah tetap mendukung upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pendekatan yang sesuai dengan kearifan lokal.
“Baduy tidak menerima Dana Desa mulai tanun 2017. Tetapi pusat selalu mengirimkan DD tersebut, memang tidak diterima. Menurut informasi ada penolakan, sehingga tidak mau menggunakan DD dari pusat. Karena Baduy sifat pembangunan tradisional dan Baduy juga tidak mau membuat surat pertanggungjawabannya,” tuturnya.
Untuk diketahui DD dari pemerintah pusat yang diterima Desa Kanekes merupakan yang paling besar sebesar Rp2,5 miliar. Penetapan DD yang besar disesuai indikator, yakni jumlah penduduk, kemiskinan, letak geografis dan kesejahteraan.
“Uang itu sebesar Rp 2,5 miliar paling besar di Lebak dan tidak diterima akhirnya tetap tersimpan di kas KPPN Rangkasbitung. Karena uang itu bukan dana hibah dan harus dipertanggungjawabkan,” terangnya. “Kami akan tetap memantau dan memberikan dukungan yang dibutuhkan, namun tetap menghormati kebijakan dan keputusan yang diambil oleh masyarakat Baduy,” ungkapnya.(mulyana)