SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Eksekusi tanah seluas 45 hektar di Kecamatan Pinang berakhir ricuh antar kelompok pendukung Darmawan dari PT Patria Bahuga dengan PT Tangerang Matra Real Estate, Jumat (7/8) lalu. Sengketa tanah itu akan kembali bergulir di Pengadilan.
Juru bicara PT Tangerang Matra Real Estate Manusun Hasudungan Purba mengatakan lahan yang dieksekusi berdasarkan amar putusan Pengadilan Negeri Tangerang tersebut milik PT Tangerang Matra Real Estate. Manusun menjelaskan eksekusi lahan tersebut telah salah tempat.
“Eksekusi lahan Pengadilan Negeri Tangerang itu lahan milik kami. Jadi, itu jelas salah tempat,” ujarnya dalam konferensi pers di bilangan Kebon Nanas, Kota Tangerang, Senin (10/8).
Manusun menjelaskan PT Tangerang Matra Real Estate menguasai lahan seluas 45 hektare dengan bukti berupa surat pelepasan hak atas tanah (SPH). Pihaknya sudah memiliki 500 lebih SPH tanah warga dari hasil jual beli sebelumnya. Dia menjelaskan 45 hektar tanah yang digugat itu meliputi 30 hektar milik PT Tangerang Marta Real Estate yang sudah dibebaskan. Kemudian sisanya 15 hektar milik warga Cipete dan Kunciran Jaya.
Persoalan muncul ketika kelompok Darmawan mengklaim lahan di Kecamatan Pinang tepatnya di Kelurahan Cipete dan Kelurahan Kunciran Jaya dengan dasar hak girik. Namun, kata Manusun, girik yang diajukan pada tahun lalu tersebut diduga palsu.
“Girik kita konfirmasi dan tidak teregister di kecamatan. Tapi tetap melaksanakan klaim,” katanya.
Lalu, kelompok Darmawan kembali mengklaim dengan SK Karesidenan Banten tahun 1994. Tapi klaim itu telah dibatalkan oleh Gubernur.
“Sampai akhirnya pada 8 Agustus 2020 ternyata eksekusi didasari gugat menggugat yakni Darmawan dengan PT NV Loa and Co,” jelasnya.
Manusun mengaku pihaknya tidak mengetahui proses pengadilan tersebut. Dia mengatakan dalam meja hijau tersebut pihaknya hanya mengetahui adanya proses perdamaian antara perkara Darmawan dengan PT NV Loa and Co.
Perdamaian tersebut surat amar putusan Pengadilan Negeri Tangerang tentang perintah eksekusi lahan seluas 45 hektare di Cipete dan Kunciran Jaya dengan 9 objek sertifikat hak guna bangunan (HGB).
“Jadi, kami bukan pihak yang berperkara dengan Dermawan,” tuturnya.
Menurutnya, sembilan objek HGB tersebut tidak teregister di Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai surat BPN bernomor 1937/36.71/VIII/2020 tertanggal 5 Agustus 2020.
Manusun menilai eksekusi lahan yang dilakukan pengadilan tidak sah karena objeknya tidak terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“BPN pun sudah konfirmasi surat ke pengadilan baik kepada kami secara resmi, memang tidak ada,” ujarnya.
Dia juga mempertanyakan keputusan PN Tangerang Kelas 1 A untuk melakukan eksekusi sementara Polres Metro Tangerang Kota telah meminta agar pelaksanaannya ditunda.
“Justru kami mempertanyakan pengadilan negeri ini ada maksud apa nih? Sudah melihat situasi di lapangan tidak kondusif saya terima informasi Polres untuk penundaan. Kenapa harus dipaksakan,” tegasnya.
Pihaknya pun akan mengambil langkah hukum terkait persoalan ini. “Langkah hukum kami sedang membuat gugatan sudah tunjuk kuasa hukum lagi mempersiapkan proses gugatan,” ujarnya.
Eksekusi lahan seluas 45 hektar , Jumat (7/8) pagi sempat membuat suasana Kecamatan Pinang, Kota Tangerang mencekam,. Ratusan massa yang terbagi dalam dua kubu saling serang dengan menggunakan balok dan bambu.
Puluhan petugas gabungan dari TNI dan Polri yang bersiaga di lokasi tak dapat mengurai massa karena jumlah petugas dan massa tak imbang. Kantor Kecamatan Pinang juga sempat digeruduk, lantaran massa dari salah satu kubu ada yang berlarian ke lokasi tersebut. Beruntung tak ada fasilitas yang rusak. Bentrokan mulai dapat dikendalikan setelah tambahan personil kepolisian datang. Sekira pukul 11.30 WIB massa mulai membubarkan diri.
Dalam kesempatan itu, Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Sugeng Haryanto menuturkan pihaknya telah mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri Tangerang Kelas 1 A untuk menunda eksekusi. “Saya sudah sampaikan ke ketua pengadilan, dan saya sudah bersurat resmi untuk menunda pelaksanaan eksekusi. Pertimbangannya adalah faktor keamanan,” kata Kombes Sugeng.
Kombes Sugeng mengungkapkan pertimbangan kedua karena eksekusi yang dilakukan tidak terdaftar dalam permohonan Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Bahwa objek nomor 1 sampai 9 yang jadi permohonan eksekusi dari pihak pemohon tidak terdaftar di BPN sehingga hal ini yang memicu kerawanan,” katanya.
Sugeng menegaskan adanya permintaan penundaan bukan untuk menghalangi proses hukum. Namun Sugeng menilai banyak hal yang harus dipertimbangkan. Dengan begitu Sugeng menilai keputusan eksekusi merupakan langkah yang tidak tepat saat ini.
Koordinator Penggarap Lahan Ahli Waris keluarga Iskandar Darmawan, Toni Babeh mengatakan keputusan PN Tangerang Kelas 1 A sudah adil. Hal ini merupakan keputusan resmi dari negara sehingga tak bisa diganggu gugat.
“Kalau mereka menghadang apa dasarnya. Kalau mereka punya bukti silahkan ke Pengadilan. Yang jelas saya selaku koordinator penggarap lahannya ahli waris Iskandar Darmawan mempertahankan putusan pengadilan,” ujar Toni, Sabtu (8/8). (irfan/gatot)
Diskusi tentang ini post