SATELITNEWS.ID, PINANG—Proses eksekusi lahan untuk pembangunan Jakarta Outer Ring Road (JORR 2) ruas jalan tol Cengkareng – Batuceper – Kunciran di Kelurahan Kunciran, Pinang, Kota Tangerang diwarnai kericuhan, Selasa (11/8). Pemilik tanah menolak eksekusi tersebut lantaran belum menerima kompensasi ganti rugi pembebasan lahan. Alat berat ekskavator yang diturunkan diusir massa. Beruntung, eksekusi akhirnya dapat dilaksnaakan.
Proses eksekusi dilakukan terhadap empat lahan berlangsung panas sejak awal. Eksekusi dilakukan terhadap lahan milik Rodiah seluas 422 meter persegi yang di atasnya terdapat dua bangunan permanen, kemudian Raya dengan lahan seluas 429 meter persegi serta 1 rumah dan Samsiah Wulandari dengan lahan 100 meter persegi dengan 1 rumah.
Emosi warga mulai memanas ketika tim juru sita dari Pengadilan Negeri Tangerang Kelas 1 A mengumumkan kalau eksekusi harus dilaksanakan. Pengumuman itu langsung mendapatkan penolakan.
“Dimana keadilan di negara ini, saya beli tanah di sini. Nanti saya tinggal dimana ? Saya akan bertahan,” teriak salah satu pemilik lahan, Rodiah seraya menangis seusai mendengarkan keputusan tim juru sita PN Tangerang Kelas 1 A, Selasa (11/8).
Amarah warga memuncak ketika alat berat tiba-tiba muncul untuk mengeksekusi lahan saat pembacaan amar keputusan. Para warga mengusir paksa ekskavator yang sudah menempati lahan warga dengan melemparinya dengan batu. Amuk massa tak terbendung meski tim gabungan dari TNI dan Polri berjaga. Kericuhan mulai dapat dikendalikan ketika ekskavator meninggalkan lokasi.
“Warga ingin dibayar dulu baru eksekusi. Mereka nggak akan lari. Ketika ini dibayar, malam pun bisa keluar. Enggak ada masalah,” ujar tim kuasa hukum warga, Erdi Surbakti, kemarin.
Erdi mengatakan ada yang janggal dari proses eksekusi pengosongan dan pembebasan lahan warga. Sehingga pembayaran ganti rugi menjadi terhambat. Dia menduga ada oknum yang bermain dalam prosesnya.
Setelah ditelusuri, kata Erdi, oknum tersebut bermana Maryono. Oknum tersebut mengklaim lahan warga dengan bukti kepemilikan sertifikat yang ternyata hanya foto copy saja ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Dalam ketentuannya pembebasan ini bahwa ada 1 prinsip bahwa yang dilayani itu berupa bukti kepemilikan asli (sertifikat tanah),” katanya.
Ditengarai, BPN sengaja meloloskan bukti kepemilikkan tersebut. “Ternyata belakangan kita ketahui mereka melayani fotocopy. Nah foto copy ini makin jelas kita lihat di persidangan,” jelas Erdi.
Kemudian, setelah diketahui pelanggaran tersebut tim kuasa hukum warga langsung melaporkan ke Pengadilan Negeri Kelas 1 A Tangerang. Hasilnya, warga menang atas gugatan tanah miliknya setelah memberikan bukti sertifikat asli.
“Terakhir kita kirim surat ke Pengadilan untuk peuindaan eksekusi sampai para pihak yang mengunakan berkas fotocopy itu ditangkap,” ungkapnya.
Setelah keputusan pemenang, kata Erdi, nilai terhadap ganti rugi lahan warga telah ditetapkan oleh Jasa Marga Namun, tidak dapat dicairkan lantaran Maryono kembali mengklaim. Sehingga pada hari eksekusi pun warga belum dapat mencairkan dana tersebut karena ada dua nama pengklaim.
“Nilai sudah ditetapkan oleh Jasa Marga begitu ingin dibayar tidak jadi dibayar karena ada dua klaim,” ujarnya.
Dia menduga BPN terlibat dalam praktik kecurangan dalam proses pembebasan lahan untuk PSN ini. Lantaran, jelas dalam Standart Operational Produre (SOP) pengajuan klaim pemilik lahan harus dengan sertifikat asli.
“Karena di sini jelas. Kalau fotocopy bisa dipakai untuk mengklaim tanah warga bisa maka Istana pun besok bisa saya klaim,” tegasnya.
Selama empat tahun proses eksekusi, kata Erdi, Maryono telah mengklaim sebanyak 10 bidang tanah milik warga di wilayah Pinang. Warga menjual tanahnya melalui Maryono dengan harga yang tak sesuai.
“Seharusnya kalau warga tahu itu langsung ke pemerintah pusat bukan melalui orang itu. Akhirnya warga hanya menerima uang kerohiman. Dia sudah membabi buta,” ujar Erdi.
Adik dari pemilik rumah Samsiah Wulandari, Joyo Sanjoyo mengungkapkan sosok Maryono. Dia sebenarnya pernah tinggal di lokasi tersebut namun pindah ke Balaraja.
“Dulu dia tinggal di sini, kecilnya saja saya tahu tapi pindah ikut istrinya,” imbuhnya.
Menurutnya, warga sangat mendukung program Pemerintah ini karena tujuannya jelas. Namun dia sangat menyayangkan pada prosesnya, banyak kecurangan yang terjadi.
“Kami tidak mau dieksekusi kalau tidak dibayar dulu,” tegas Joyo.
Juru Sita Pengadilan Negeri Klas 1 A Tangerang, Burhanuddin mengatakan saat ini perkara tersebut sudah di Pengadilan melalui konsinyasi. Sementara itu pihaknya menegaskan akan tetap melakukan eksekusi pengosongan lahan.
“Pasti, itu sudah keputusannya,” katanya.
Hal tersebut diperjelas oleh Camat Pinang, Kaonang. Persoalan pembebasan lahan ini terkendala selama 4 tahun lantaran terdapat dua orang yang mengklaim. “Seharusnya kan tidak boleh ada klaim lebih 1 orang. Sekarang alhamdulilah selama 4 tahun itu terselesaikan dalam waktu 1 hari saja,” kata Kaonang.
Kaonang menjelaskan meski masih terjadi penolakan warga karena belum ada ganti rugi, dia menjamin uang tersebut akan cair segera.
“Saat ini uangnya ada di pengadilan. Saya jamin uang diterima oleh penghuni rumah saat ini bukan yang lain ataupun Maryono,” jelasnya.
Eksekusi pengosongan lahan itu sendiri tetap berlangsung. Warga diminta untuk memindahkan barang-barang berharganya ke rumah kontrakan yang sudah disiapkan. Sementara untuk pembebasan akan dilakukan setelah pengosongan selesai atau keesokan harinya.
“Warga nanti sudah disiapkan rumah kontrakan oleh Jasa Marga. Tenang saya ada di belakang rakyat, saya pasang badan untuk mereka,” tegasnya. (irfan/gatot)
Diskusi tentang ini post