SATELITNEWS.ID,TANGERANG—Proyek turap Sungai Cisadane di Kelurahan Panunggangan Barat Kecamatan Cibodas Kota Tangerang dihentikan untuk sementara waktu. Pelaksanaan proyek pengendalian banjir yang dibangun Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane-Ciliwung (BBWSCC) itu tak berjalan karena warga mengklaim lahannya belum dibayar.
Lahan di lokasi pembangunan turap yang terhenti diklaim seseorang bernama Acing Bin Maian. Hal itu terlihat dari papan pemberitahuan yang terdapat di lokasi tersebut.
Papan itu bertuliskan “tanah ini milik Acing Bin Maian (Ahli Waris Suganda cs). Dilarang masuk/menggarap/menempati tanpa izin. Sanksi : pasal 167 (1), pasal 385, pasal 406, pasal 551 Perpu no. 51/1960. Siapapun yang mencabut/merusak plang ini akan dikenakan pidana.”
Plang itu terdapat tepat di wilayah bekas markas komunitas Bank Sampah Sungai Cisadane (Bank Sasuci) RW 1 Kelurahan Panunggangan Barat. Nampak, ada sekitar 20 meter lagi lahan yang belum diturap, terdapat di pojok sebelah barat bekas markas Bank Sasuci.
Dari informasi yang diperoleh, lahan yang diklaim Acing tersebut belum mendapat ganti rugi. Sehingga, proyek itu dihentikan. Pantauan di lokasi, proyek nasional tersebut nampak sepi dari pekerja. Hanya terdapat crane yang tidak difungsikan.
Wakil Ketua RW 1 Panunggangan Barat, Rojudin mengatakan proyek itu terhenti sejak dua pekan lalu. Dia menilai pemerintah tak tegas dalam menangani persoalan ini.
“Sudah berhenti sejak dua Minggu lalu. Gara-gara salah satu warga yang klaim tahan itu. Pemerintah tidak ada ketegasan,” ujar Rojudin, Minggu (13/3).
Turap yang akan dibangun mencapai 853 meter. Proyek itu berlangsung di dua lokasi bantaran sungai Cisadane. Selain di wilayah Panunggangan Barat Kecamatan Cibodas, ada juga di sisi Panunggangan Utara, Kecamatan Pinang. Anggaran yang ditetapkan untuk pembangunan turap mencapai48 miliar rupiah berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
BBWSCC merealisasikan proyek itu sebab lokasi tersebut rawan banjir karena luapan Sungai Cisadane. Dalam pelaksanaannya, BBWSCC bekerjasama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR). Terutama untuk pembebasan lahan warga untuk dijadikan ruang turap yang lebarnya sekitar 20 meter.
Menurut Rojudin warga memiliki hak untuk mengklaim lahan itu selagi memiliki keabsahan surat. Tinggal Pemerintah saja yang menangani masalah ini.
“Warga yang klaim tanah itu ya punya hak selagi ada surat yang valid. Kalau tidak valid menurut Pemerintah ini tidak sah ya ambil alih pemerintah. Kalau sudah ya bayar sesuai hak dia. Jangan sampai yang dirugikan masyarakat,” katanya.
Menurut Rojudin, apabila proyek itu berjalan lambat maka warga yang akan menjadi korban. Apalagi, saat ini tengah musim hujan. Yang khawatirkan warga yakni banjir dari luapan Sungai Cisadane.
“Tolong Pemerintah percepat proses pembangunan, selesaikan masalah tanah kalau itu punya warga ya bayar kalo enggak ya eksekusi,” katanya.
“Yang jelas menurut kami ini yang dirugikan warga. Ya beginilah dengan adanya warga mengklaim itu, dalam hal ini pak Ganda tapi kami sebagai pengurus RW siapapun boleh saja klaim itu selagi kita surat yang valid,”tambah Rojudin.
Rojudin mengatakan Suganda merupakan warga Panunggangan Barat. Dia bertempat tinggal di RW 04. Menurutnya Suganda hanyalah orang biasa.
“Warga biasa,” katanya.
Namun, dia tak mengetahui surat atau sertifikat yang dimiliki Suganda Cs untuk mengklaim lahan tersebut.
“Itu bukan wewenang kami. Kan PUPR. Kalau kita bilang iya tapi kita berkas engga pegang,” tuturnya.
Dia pun meminta Pemkot Tangerang untuk cepat menyelesaikan masalah ini dan bertindak tegas. “Rp 48 M kenapa sampai mangkrak gini ya warga enggak mau tau itu punya siapa kek, ya proyek pemerintah harus selesai,” imbuhnya.
Persoalan ini dibenarkan oleh Lurah Panunggangan Barat, Agus Nur Cahyo. Proyek itu terhenti disebabkan ahli waris Suganda cs mengklaim lahan itu dan belum mendapat ganti rugi.
“Iya informasi pastinya belum ada updatenya,” kata dia.
Namun demikian, dirinya enggan berkomentar lebih jelas terkait persoalan ini. Menurut dia hal itu ranah PUPR Kota Tangerang dan BBWSCC
“Nunggu dari PUPR Kota dan BBWS sebagai pihak pelaksananya,” tuturnya.
Kepala DPUPR Kota Tangerang Ruta Ireng Wicaksono mengatakan proyek itu ditunda karena pihaknya masih menunggu kejelasan status lahan. Sejauh ini persoalan itu tengah masuk tahap konsinyasi di Pengadilan.
“Masih ditunda sementara menunggu kejelasan (clearance) status lahan. Saat ini dalam proses konsinyasi di pengadilan,” kata dia.
Dia mengatakan yang ganti rugi untuk lahan yang disengketakan tersebut belum jatuh ke tangan warga manapun. Namun, sebenarnya Pemkot Tangerang telah melakukan ganti rugi melalui mekanisme konsinyasi di Pengadilan Negeri Tangerang Klas 1 A.
“Belum dibayar ke siapa-siapa. Tetapi uang pembayaran sudah dititipkan ke institusi pengadilan. Saat ini dalam proses peradilannya,” kata dia.
Kata Ruta terdapat masing-masing pihak yang memiliki persepsi berbeda terkait kepemilikan lahan. “Ada dua bidang yang tidak diketahui pemiliknya. Makanya dikonsinyasi, minta difasilitasi pengadilan jalan keluarnya,” imbuhnya.
Uang ganti rugi baru dapat diselesaikan apabila warga yang mengklaim kepemilikan lahan itu dapat menyertakan bukti-buktinya. Seperti sertifikat yang dinyatakan sah oleh pengadilan. Baru kemudian uang tersebut dapat dicairkan. Setelah semua proses itu dilalui proyek baru dapat dilaksanakan kembali.
“Setelah proses konsinyasi, akan dikoordinasikan ke BBWS. Untuk sementara kita terus berkomunikasi dengan BBWS,” pungkasnya. (irfan)