SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Kasus tempat pembuangan sampah (TPS) ilegal yang berada di bantaran Sungai Cisadane akhirnya dipersidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu (15/3). Kejaksaan Negeri Kejari Kota Tangerang mendakwa M Subur, pengelola tempat penampungan sampah liar, dengan dakwaan merusak lingkungan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Tangerang, Fattah Ambiya Fajrianto mengungkapkan ada dua agenda pada sidang perdana kasus tersebut. Yakni, pembacaan surat dakwaan terhadap M. Subur sebagai pengelola TPS liar dan meminta keterangan saksi-saksi.
“Hari ini, pembacaan surat dakwaan berbarengan dengan keterangan saksi. Jadi, pembacaan dakwaan dulu, baru saksi,” kata Fattah, saat dikonfirmasi usai persidangan pada Rabu, (15/3).
Fattah menjelaskan tempat pembuangan sampah milik terdakwa M. Subur telah dibangun sejak tahun 2017 dan beroperasi hingga 2021. Namun, kata dia, diketahui tempat tersebut tidak memiliki izin serta menyebabkan kerusakan pada aliran air di bantaran Sungai Cisadane dan permukaan tanah lingkungan sekitar.
Adapun dakwaan yang diberikan kepada terdakwa, tambah Fattah, dikenakan Pasal 98 ayat (1) dan Pasal 99 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Pada intinya, dia di situ ada tempat pembuangan sampah, tapi nggak punya izin. Akibat perbuatannya itu menyebabkan air dan tanah di lingkungan rusak. Sampai akhirnya, ditindak oleh KLHK,” terangnya.
“Barang buktinya, sampel tanah dan dokumen-dokumen. Ancaman pidananya, maksimal 10 tahun,” tambahnya.
Untuk agenda selanjutnya, sambung Fattah, akan digelar pada 27 Maret 2023 masih pada agenda meminta keterangan saksi, yang belum hadir.
Dalam pantauan, terlihat sejumlah saksi di ruangan persidangan, diantaranya Pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang dan seorang warga yang tinggal di kawasan TPS liar.
Di samping itu, Hakim Ketua yang memimpin persidangan sempat mengonfirmasi keterangan saksi kepada terdakwa, M. Subur. Adapun pertanyaan yang dilontarkan, terkait status lahan, keberadaan TPS liar, kepemilikan fasilitas di TPS dan terkait perizinan. Sementara itu, terdakwa M. Subur membenarkan semua keterangan yang dipaparkan saksi di muka persidangan.
“Apakah tempat atau lahan yang dikelola bukan milik saudara, betul atau tidak?” tanya Hakim Ketua.
“Betul. Tanah pemerintah, Pak. Tanah garapan,” jawab terdakwa, M. Subur.
Di sisi lain, Komunitas Saba Alam Indonesia Hijau (SAIH) sebagai pihak pelapor, melalui Pahrul Roji mengungkapkan bahwa laporan tersebut berdasarkan hasil investigasi. Selanjutnya, kata dia, pihaknya melakukan survei di lingkungan, yang kemudian menemukan TPS liar di sekitar lingkungan TPA Rawa Kucing.
“Kita lapor di tahun 2021 dan ini baru sidang, jadi cukup panjang. Jadi, kita temukan beberapa titik tempat pembuangan sampah liar di area TPA Rawa Kucing. Ini, kan, jadi ironis, pemerintah seakan-akan tutup mata,” kata Ketua SAIH, yang akrab disapa Arul, pada Rabu, (15/3).
Menurut Arul, tambah dia, kasus TPS liar yang pihaknya laporkan merupakan sampling sebagi bentuk pembelajaran terkait lingkungan. Pasalnya, sambung dia, jika kegiatan tersebut dibiarkan akan menyebabkan kerusakan di lingkungan, bahkan berdampak negatif bagi masyarakat sekitar.
“Jika tidak dilaporkan ini menjadi pembiaran, yang menimbulkan bencana, seperti kali kita kotor, biota sungai kita hancur, masyarakat pun akan mendapatkan dampak negatif terhadap pembuangan sampah liar,” ungkapnya.
“Kita sama-sama paham bahwa ini adalah tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat,” imbuhnya. (mg3)
Diskusi tentang ini post