SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta menggagalkan upaya penyelundupan dua warga negara India ke Australia. Tersangka JS (24) dan VK (26) ditangkap saat menggunakan visa Australia palsu dalam proses check-in di konter Garuda Indonesia.
Sebelumnya, tersangka JS dan VK berhasil masuk ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai Bali pada 5 Maret 2023 menggunakan Visa on Arrival (VoA). Kedua tersangka kemudian terbang ke Jakarta dan sempat bermalam di daerah Serpong pada 6 Maret 2023. Selanjutnya, tersangka JS dan VK berusaha melanjutkan penerbangan ke Australia menggunakan pesawat Garuda Indonesia rute Jakarta-Sydney (GA712) pada 7 Maret 2023.
“Tersangka JS dan VK menjadikan Indonesia sebagai negara transit dengan tujuan akhir Australia. Keduanya masuk ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai, namun berhasil kami amankan saat berusaha melanjutkan penerbangan ke Australia dengan pesawat GA 712 rute Jakarta-Sydney dari Bandara Soekarno-Hatta karena menggunakan Visa Australia palsu,” ujar Muhammad Tito Andrianto, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta, Selasa (28/03/2023).
Penyidik Imigrasi Soekarno-Hatta sebelumnya mendapatkan laporan masyarakat tentang rencana perjalanan JS dan VK. Menyikapi hal tersebut, penyidik kemudian melakukan koordinasi dengan Airlines Liaison Officer (ALO) di Jakarta hingga akhirnya memperoleh keterangan bahwa Visa Australia yang digunakan oleh JS dan VK adalah palsu.
Tersangka JS dan VK tidak bekerja sendiri. Keduanya dikendalikan dari India oleh tersangka lain dengan inisial AL. Tersangka AL merupakan otak sindikat yang memiliki dua asisten di Indonesia dengan inisial SS (WN India) dan YG (WN Indonesia) dengan tugas menyediakan akomodasi untuk JS dan VK selama berada di Indonesia termasuk hotel, tiket, dan transportasi.
Hal tersebut merupakan sindikat penyelundupan manusia yang melibatkan tersangka di India, Indonesia, dan Australia. Untuk kepentingan pendalaman dan pengembangan, saat ini Imigrasi telah mendetensi JS, VK, dan SS, kami juga segera melakukan koordinasi dengan otoritas India dan Australia untuk proses pengejaran tersangka lainnya,” ungkap Silmy Karim, Direktur Jenderal Imigrasi.
Atas perbuatanya, para tersangka dapat dijerat dengan Pasal 120 ayat (1) atau ayat (2) UU RI Nomor 6 / 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (mg03)
Diskusi tentang ini post