SATELITNEWS.COM, SERANG—Pemprov Banten berupaya membujuk para pengusaha menengah ke atas agar tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada karyawannya. Bujukan itu dilakukan dengan menawarkan sejumlah program yang meringankan operasional perusahaan.
Salah satu program yang ditawarkan Pemprov kepada para pengusaha itu adalah menanggung subsidi kesehatan dan pendidikan karyawan berikut keluarganya. Selama itu subsidi asuransi kesehatan dibebankan kepada perusahaan.
“Konsep ini terus kita komunikasikan dengan para pengusaha,” kata Pj Gubernur Banten Al Muktabar, Rabu (24/5).
Dengan konsep itu, lanjutnya, maka beban biaya operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan bisa berkurang. Sehingga produktivitas perusahaan bisa berjalan dengan baik.
“Karena perusahaan itu kan ada agenda bisnis yang harus diperhitungkan dengan baik, dan ini bisa menjadi salah satu solusi yang bisa menguntungkan mereka sebagai upaya pemerintah hadir,” ucapnya.
Al menilai, isu PHK yang saat ini sedang ramai dibicarakan itu tidak seluruhnya akurat. Dia menyatakan ada sebagian pekerja yang kontraknya sudah habis dan ada yang mengundurkan diri. Namun terdapat pula yang diberhentikan karena penyesuaian perusahaan.
“Maka dari itu sampai saat ini saya intens terus melakukan komunikasi dengan mereka agar tidak melakukan PHK,” ujarnya.
PHK massal yang belakangan terjadi merupakan momok yang sangat dihindari karena itu akan berakibat pada penambahan jumlah angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Banten. Terlebih, saat ini saja angka TPT di Banten masih berada pada urutan pertama secara nasional. Meskipun berbagai upaya sudah dilakukan dalam rangka menekan angka pengangguran itu. Oleh karena itu, Pemprov sedang menggiatkan investasi yang akan membuka lapangan kerja baru.
“Harapan kita dengan akan dibukanya kawasan industri baru di Banten selatan nanti, bisa membuka banyak lapangan kerja. Selain itu, kita juga sedang upayakan seluruh industri yang ada agar melakukan hilirisasi, sehingga ada nilai tambah ekonomi yang didapatkan oleh masyarakat,” jelasnya.
Ketua Apindo Provinsi Banten Edi Mursalim meragukan konsep pendekatan yang dilakukan Pemprov itu. Pasalnya, Pemprov harus mengeluarkan anggaran yang sangat besar apabila ingin menanggung subsidi kesehatan karyawan.
Sebagai contoh, kata Edi, perusahaan alas kaki yang beberapa waktu lalu melakukan PHK massal. Jumlah buruh yang di-PHK sebanyak 6.000 orang.
“Itu baru satu perusahaan. Sedangkan jumlahnya yang ada di Banten ini ratusan. Apakah Pemprov mampu? Untuk menanggung kesehatan masyarakat saja masih terbatas, belum semua bisa dicover, “ungkap dia.
Dikatakan Edi, ada dua jenis pembiayaan yang dibebankan kepada perusahaan melalui pemotongan gaji karyawan secara rutin. Pertama BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Besarannya untuk BPJS kesehatan memang hanya 1 persen dari gaji sedangkan ketenagakerjaan 3 persen karena di situ ada biaya pensiunan juga.
“Itu jumlahnya cukup besar jika dikalikan dengan jumlah karyawan dan besaran gaji yang mereka terima,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, PT Panarub Industry berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 2.000 karyawannya pada tahun 2023. PHK tersebut dilakukan secara bertahap sejak Januari lalu.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang, Ujang Hendra mengatakan, wacana pemutusan kerja itu telah dilaporkan Panarub Industri kepada pihaknya sejak tahun lalu. Hingga Mei 2023, kata Ujang, perusahana tersebut sudah melakukan PHK terhadap 1.214 orang.
“Peristiwa PHK di Panarub itu memang sudah direncanakan dari setahun sebelumnya yaitu sudah menyampaikan rencana PHK totalnya sebanyak 2 ribu pegawai secara bertahap. Dimulai pada awal Januari kemarin,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (23/5).
“Sampai saat ini dari tahapan yang mereka laporkan sebanyak 1.214 masuk ke kita,” lanjutnya.
Terkait pemenuhan kewajiban para karyawan, Ujang mengklaim belum ada laporan yang masuk ke pihaknya. “Selama ini memang mereka melaporkan sudah menyelesaikan semuanya, terbukti dengan tidak adanya laporan kaitan dengan permasalahan hubungan industrial,” katanya.
Sementara itu menanggapi perihal tingginya angka pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Banten, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten Septo Kalnadi menilai hal itu terjadi karena adanya peristiwa anomali pada iklim investasi di Banten. Septo menjelaskan, sebenarnya tingkat investasi di Provinsi Banten terbilang cukup tinggi. Hanya saja, kenaikan itu juga turut dibarengi dengan meningkatnya angka pengangguran di Provinsi Banten.
”Karena mohon maaf kalau dibilang kita mengandalkan investasi hari ini Banten menghadapi sesuatu yang anomali, investasi tinggi tapi tingkat pengangguran tinggi. Gimana ceritanya gitu?,” terang Septo Kalnadi pada Rabu (24/5).
Setelah diamati, rupanya, menurut Septo penyebab dari anomali itu disebabkan karena investasi yang masuk ke Provinsi Banten merupakan investasi padat modal.
Oleh karenanya penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten tidak begitu optimal, sehingga hal itulah yang mengakibatkan angka pengangguran tinggi.
”Ternyata investasi yang masuk ke Banten itu padat modal, padat teknologi yang akhirnya penyerapan tenaga kerja orang itu berkurang,” terangnya.
Melihat kenyataan itu, Septo mengaku pihaknya telah melakukan berbagai macam upaya, salah satunya adalah menggenjot kelompok ekonomi kreatif yang ada di Provinsi Banten.
”Sehingga kita coba misalkan, ekonomi kreatif kita dorong dengan bangga berwisata Indonesia,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Kepala Disnakertrans itu juga menjelaskan bahwa pihaknya juga turut memberikan berbagai macam pelatihan yang dapat meningkatkan kapasitas masyarakat. Harapannya dengan berikan pelatihan, masyarakat dapat mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
”Nah kemudian kita juga di dinas juga menyiapkan masyarakat untuk berupaya sendiri. Ada pelatihan berbasis masyarakat. Misalnya make up dasar dengan dukungan DPRD, barista gitukan, jadi biar mereka bisa buka usaha sendiri,” jelasnya.
Menyoroti perihal angka TPT di Provinsi Banten yang tinggi, Septo menyoroti pihak yang telah melakukan survei. Karena menurutnya pihak yang dijadikan sebagai objek survei tidaklah tepat.
Sebab pihak yang menjadi responden survei, merupakan peserta didik SMA dan Perguruan Tinggi yang baru saja lulus dan tengah bersiap mencari kerja. Sehingga wajar saja, jika nanti hasilnya angka TPT di Provinsi Banten mengalami peningkatan.
”Tingkat Pengangguran Terbuka itu pasti tiap setahun dua kali disurvei. Itu yang disurvei lulusan SMA, lulusan orang perguruan tinggi yang baru mau persiapan nyari kerja. Ya banyak tiap tahun mah,” tandasnya. (mg1/mg2/bnn/gatot)
© 2024 Satelit News - All Rights Reserved.
Diskusi tentang ini post