SATELITNEWS.COM, TANGERANG–Kelangkaan oksigen akibat melonjaknya angka pasien Covid-19 membuat banyak pihak di Kota Tangerang kelimpungan. Salah satunya adalah Ahmadi.
Dia harus berjibaku untuk mendapatkan oksigen demi menyelamatkan istrinya Atikah yang didiagnosa mengalami gagal ginjal. Setiap dua jam sekali, Ahmadi harus memperoleh oksigen untuk memperpanjang nafas sang belahan jiwa.
Atikah, warga RT 03 RW 04, Kelurahan Buaran Indah, Kecamatan Tangerang hanya terkulai lemah di tempat tidurnya saat sejumlah relawan kemanusiaan Kota Tangerang datang ke rumahnya. Nampak selang oksigen dipasang pada hidung wanita 56 tahun itu.
Saat itu, para relawan diantaranya Risna Mei Swares, Afri Rufaidah, Nur Aini, Cahyo, Karimudin dan Iksan Susandi disambut oleh anak ketiga Ahmadi, Yusri Irawan. Sementara, sang ayah Ahmadi sedang pergi ke pusat pemerintahan kota (Puspemkot) Tangerang untuk mendapatkan pasokan isi ulang oksigen gratis yang difasilitasi oleh Pemerintah.
“Bapak lagi ngambil oksigen di Puspem untuk ibu. Sebentar lagi juga dateng,” kata Yusri saat disambangi pada Jumat, (16/7/2021) malam.
Kedatangan relawan tersebut untuk memberikan bantuan sembako kepada Ahmadi beserta keluarga. Pasalnya, Ahmadi sempat menjadi perhatian tatkala mengantre oksigen gratis di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang. Dia bolak-balik datang dengan menggunakan sepedanya. Menurut penuturannya kala itu, oksigen akan diberikan oleh istrinya yang tengah dirawat di rumah.
Yusri menceritakan awal mula ibunya mengidap gagal ginjal. Kata dia, Atikah sudah setahun ini menderita penyakit tersebut. Bermula dari maag akut, jantung yang kemudian menjalar hingga ginjal. Alat bantu pernafasan tersebut juga sudah berlangsung selama setahun.
“Sudah setahun. Komplikasi ibu. Kalau nggak pake oksigen gak bisa nafas dia,” katanya.
Setiap Minggu, Atikah harus menjalani cuci darah. Beruntung, kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) miliknya masih berlaku. Bila tidak, entah apa yang akan terjadi. Pasalnya, mereka hidup di tengah kemiskinan. Yusri yang menganggur setelah di PHK dari pekerjaan sementara Ahmadi sudah tak bekerja lagi.
“Iya kita pakai BPJS. Jadi tiap Minggu bolak balik ke RSUD Kota Tangerang untuk cuci darah,” kata Yusri.
Yusri mengatakan meningkatnya kasus Covid-19 membuat rumah sakit penuh. Sehingga, ibundanya yang sakit parah tidak bisa mendapatkan perawatan medis di rumah sakit.
“Terpaksa di rumah saja. Sekarang begini saja nggak pake obat. Cuma pakai oksigen,” katanya.
Yusri mengatakan, ibunya membutuhkan pasokan oksigen 1 kubik per dua jam sekali. Otomatis hal ini membuatnya harus sigap memantau keadaan ibunya.
“Satu oksigen bertahan cuma dua jam (ukuran 1 kubik). Kita punya 2 tabung itu juga minjem. Jadi setiap dua jam ganti. Paling kalau malem kan mau tidur itu tekanannya dikecilin biar bertahan sampe pagi,” katanya.
Di tengah perbincangan, Ahmadi pun datang dengan wajah yang cemas dan nafas terengah-engah. Dia mengabarkan kalau saat itu tidak mendapatkan oksigen. Pasalnya, sudah lewat batas waktu yang ditentukan Pemkot Tangerang untuk pengisian oksigen gratis. Diketahui, posko pengisian oksigen gratis dibuka setiap hari namun sampai batas Pukul 16.00 WIB.
“Udah nggak bisa ngisi lagi,” katanya.
Perjalanan Ahmadi dari rumah dengan mengayuh sepeda ke kantor MUI Kota Tangerang untuk memperoleh oksigen gratis terasa sia-sia. Dia bingung harus mencari kemana lagi di tengah kelangkaan oksigen. Apalagi, saat itu sudah waktunya oksigen Atikah diganti.
“Ini sudah mau dua jam (oksigen) dia (Atikah) pakai, harus diganti,” katanya.
Beruntung, salah satu relawan bersedia mencari oksigen tersebut. Sekira 1 jam relawan pun datang dengan membawa tabung yang berisikan oksigen. Raut senang Ahmadi terpancar. Salah seorang relawan berlatar belakang kesehatan, Risna langsung sigap memasang selang oksigen yang tabungnya sudah diganti.
“Alhamdulilah, terima kasih banyak,” kata Ahmadi.
Setelah itu, para relawan pun kembali berbincang dengan Ahmadi. Pria 71 tahun mengatakan setidaknya Atikah membutuhkan hingga 10 tabung berukuran 1 kubik oksigen untuk bertahan hidup setiap harinya.
“Setiap hari itu paling sedikit 8 tabung. Kadang juga 10 tabung. Kalau dulu (sebelum kasus Covid-19 meningkat) masih gampang carinya. Sekarang susah. Saya sampai cari ke Bintaro, ke Jakarta Selatan,” katanya.
Dirinya harus mengeluarkan kocek Rp 30 hingga Rp 40 ribu untuk sekali isi tabung oksigen ukuran 1 kubik. “Sehari mungkin bisa Rp 300-Rp 400 ribu buat beli oksigen,” imbuh Ahmadi.
Meski tak bekerja, Ahmadi mengaku uang yang dia dapat tersebut berasal dari bantuan tetangga dan anak dan cucunya.
“Kadang tetangga ada yang suka kasih juga kan,” ungkap pria 6 anak ini.
Beruntung, Pemkot Tangerang menyediakan pokso pengisian oksigen gratis bagi warga. Posko tersebut sudah dibuka sejak Rabu, (14/7/2021). Ahmadi pun merasa terbantu dengan hal tersebut.
“Iya alhamdulilah pas dapet info ada oksigen gratis di Puspem saya langsung kesana,” kata.
Kendati demikian, Ahmadi mengaku malu lantaran setiap dua jam sekali bolak balik ke kantor MUI Kota Tangerang untuk mengisi oksigen. Sehingga, sesekali dirinya mencari oksigen ke toko-toko.
“Suka malu. Gak enak aja kalo ngisi kesana terus. Kata pak Gufron (Kepala Bidang Kedaruratan untuk BPBD Kota) enggak apa apa ngisi aja gitu. Tapi saya enggak enak,” tuturnya.
Diketahui, Kepala Bidang Logistik dan Kedaruratan BPBD Kota Tangerang sempat menyambangi kediamannya sekaligus memberikan bantuan beberapa waktu lalu.
Ahmadi mengatakan istrinya kini hanya dapat terbaring di tempat tidur. Berdiri pun tak mampu. Semua dilakukan di tempat tidur.
“Buang air di tempat tidur. Makan minum juga. Kalau mandi paling dilap saja,” tuturnya.
Meski begitu, Ahmadi mengaku tak merasa terbebani dengan keadaan itu semua. Kata dia apapun akan dilakukan demi istrinya. Ini kata dia adalah bentuk kecintaannya kepada Atikah.
“Ya dia kan istri saya. Dia tanggung jawab saya. Masa dibiarkan,” ucap Ahmadi.
Ahmadi mengatakan apapun yang terjadi menimpa hidupnya sekarang adalah cobaan dari Allah. “Ya saya ikhtiar dan tawakal aja,” imbuhnya.
Kata dia hidup ada di tangan Allah. Namun, begitu manusia harus bisa ikhtiar dan tawakal. Sembari berdoa ujian tersebut dapat dilewati.
“Allah juga tau sampai mana kekuatan kita kan. Jadi ya sudah jalani saja,” kata Ahmadi.
Kini, yang dia harapkan adalah kesembuhan istri tercinta. Meskipun di tengah kemiskinan, Ahmadi yakin Tuhan tidak akan memberi ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. (irfan)