SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Jeli melihat peluang wajib dimiliki pelaku UMKM. Termasuk tren yang sedang berkembang. Hal itu dilakukan oleh Uthie Mintiarto yang beralih dari usaha desain interior ke fashion. Saat itu usaha pertamanya desain interior rumah belum maksimal karena kesulitan bahan baku, sehingga tidak dilanjutkan. Sementara peluang pasar dan tren sedang ramai penggunaan batik di berbagai kalangan.
“Bahan baku interior yang digunakan kosong, saya dasarnya orang fashion jadi terjun kembali ke fashion, tetapi berpikir apalagi yang bisa dilakukan, apa yang bahan bakunya enggak bakal habis. Itu yang dipikirkan pertama kali, kalau baju muslim paling ramainya di Lebaran. Sementara batik sedang booming menjadi seragam kantor,saya berpikir ini sepanjang tahun pasti ada penjualan dan permintaan, dari situ dasarnya memutuskan memulai usaha batik dan tenun,” ungkap Uthie ditemui di kediamannya Taman Asri Lama Kelurahan Cipadu Jaya, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang belum lama ini.
Uthie yang merupakan lulusan tata busana mulai mendesain dan membuat pola sendiri pakaian berupa blouse, setelan ,tunik dan gamis, menggunakan batik dan tenun. Menurutnya bahan baku batik tersedia di pasaran namun jumlahnya terbatas sehingga ia membuat jumlah produk berdasarkan motif yang ada.
“Jadi batik yang aslinya itu yang menggunakan lilin, kalau untuk produksi jumlah besar itu biasanya print namun bukan batik tetapi tekstil bermotif batik, saya tetap idealis bahwa batik ya batik, kecuali terdesak mengikuti permintaan konsumen yang pesan pakaian dalam jumlah banyak,” ungkapnya.
Melihat kondisi itu, kata Uthie produk fashion batik dan tenun yang dibuatnya lebih cocok dipromosikan melalui pameran sebab konsumen dapat melihat secara langsung motif hingga kualitas jahitannya. “Saat MTQ Nasional di Kota Ambon 2012, saya ikut pameran pertama kalinya membawa 100 potong pakaian, tak disangka acara belum selesai tetapi sudah habis terjual, sejak saat itu saya semakin semangat menekuni bisnis fashion batik dan tenun ,” ungkapnya.
Uthie memanfaatkan promosi batik dan tenun dengan brand Dewi Sambi dari pameran ke pameran yang diadakan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Perjalanan mengikuti pameran dimulai dengan mengikuti pameran atau bazar yang digelar oleh instansi-instansi BUMN, pemerintah dan swasta di Jakarta. Saat itu dalam seminggu bisa mengikuti pameran di tiga lokasi berbeda.
“Setelah pameran perkantoran naik derajat lagi produk masuk mal, naik derajat lagi masuk JCC, naik derajat lagi ikut pameran ke berbagai daerah mulai dari Aceh sampai Papua sudah pernah ikut,” ungkapnya. Semakin luasnya jangkauan pameran dan jaringan pertemanan sesama pelaku UKM mengantarkannya mengikuti pameran di luar negeri, pertama kali ikut di Singapura. “Banyak link di daerah memberikan informasi pameran di Singapura, di Malaysia setiap Ramadan sudah punya stand, Thailand, Kamboja, hampir mau ke Belanda tetapi batal karena awal pandemi,” ujar dia.
Terakhir produk Dewi Sambi turut hadir dalam kegiatan Apeksi di Kota Padang. Sambutan masyarakat sangat baik terhadap produknya. “Karena masih Covid-19 jadi enggak bawa banyak, Alhamdulilah bawa 80 potong pakaian sisanya tinggal 8 potong,” ujarnya.
Uthie memanfaatkan kain batik dan tenun berbagai daerah di Indonesia sebagai bahan utama produk fashionnya. Batik yang digunakan terutama dari daerah penghasil batik, mulai batik Pekalongan, Semarang, Cirebon, Solo, Madura, Sragen, kemudian ada batik dari Padang, Bengkulu, Bali, Kalimantan, kain tenun dari Jepara dan Ende NTT.
Uthie mendesain batik nusantara menjadi fashion yang unik dan modern karyanya diterima dan disukai masyarakat dengan adanya pesanan kembali. Produk Dewi Sambi kini tak hanya dapat ditemui di pameran tetapi juga telah hadir ke galeri UMKM di Hotel Anara Bandara Soekarno-Hatta, Metro Departemen Store dan Sarinah. “Produk Dewi Sambi termasuk best seller di galeri UMKM Hotel Annara,” ungkapnya.
Usaha fashion yang dirintis Uthie Mintiarto sejak 2011 semakin berkembang tak hanya membangun brand Dewi Sambi tetapi juga konveksi. Usahanya menghasilkan omset hingga ratusan juta hingga mampu mempekerjakan puluhan pekerja yang sebagian besar merupakan warga sekitar. “Dari awal pekerja 2 bertambah terus sampai sekarang mencapai 70 orang,” ujarnya.
Pencapaian tersebut bukan tanpa rintangan terutama saat badai Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia. Uthie yang setiap bulannya memproduksi ribuan pakaian harus memikirkan pemasaran produk yang biasanya dijual melalui pameran. “Bagaimana mau dijual kalau ga ada pameran, saat itu sudah persiapan ke Tong Tong Fair di Belanda, Festival Ramadan di Malaysia, dan pameran Inacraft,” ujarnya.
Hari-hari selama Covid, Uthie berusaha menjual produknya melalui daring namun tak sebanyak saat pameran. Covid menyadarkannya dirinya yang terlena dengan penjualan luring sehingga baru membangun brand daring saat pandemi.
“Perjalanannya saya menerima pesanan konveksi karena terdesak memiliki karyawan, sebelumnya saya tidak mau dan hanya menjual produk brand Dewi Sambi, hikmahnya banyak pesanan konveksi masuk dari berbagai daerah, usaha pun kembali berjalan melalui Covid,” ungkapnya. Kini Uthie menjalankan kembali brand Dewi Sambi bersama usaha konveksinya. Dewi Sambi terakhir menjadi salah satu dari 30 produk unggulan UMKM Kota Tangerang. (made)