SATELIT NEWS.COM, TANGSEL—SMP Negeri 12 Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menjadi sorotan lantaran sebuah unggahan di media sosial tentang seorang guru madrasah ibtidaiyah yang mengadukan nasib siswa-siswanya saat memasuki sekolah tersebut kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim. Lewat akun twitter @ocehan_zea, guru ini mengungkapkan proses PPDB di sekolah tersebut yang sarat dengan kejanggalan. Salah satunya adalah ketika satu ruang kelas harus diisi 72 siswa.
Unggahan itu diawali dengan penuturannya sebagai guru di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD). Dia menyatakan murid-murid sekolahnya tertarik melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri karena memiliki kartu keluarga Kota Tangsel.
Sebagai guru kelas enam, dia mengaku turut memantau sistem online yang diterapkan pada penerimaan siswa baru tersebut, atau yang dikenal sebagai PPDB. Pada awal menjalankan perannya itu, dua tahun lalu, dia menyatakan sudah menemukan sejumlah kejanggalan dalam hal rekapitulasi nilai calon peserta didik baru di sekolah-sekolah.
Dia menunjuk kepada kecurigaan terhadap rekapitulasi nilai dari kelas 4 sampai 6 yang, menurutnya, banyak sekali yang mencapai 98. Ini ditemukannya di pendaftaran SMP maupun MTs Negeri.
Belum lagi, dia menambahkan, beberapa oknum di jalur zonasi memainkan titik rumah karena pendaftaran memasukkan titik sendiri. Juga berlaku jatah atau jalur-jalur penerimaan tak resmi, seperti RT dan RW, lurah, camat, DPRD dan Satpol PP.
Dampaknya adalah over kuota. Para peserta didik pun harus terkena getahnya. Di sebuah SMP Negeri, dia menyebut satu rombongan belajar bisa sampai diisi sampai 50, bahkan 72 siswa. Para siswa baru itu tidak mendapat fasilitas meja dan kursi dan akhirnya diminta membawa sendiri.
Selain mengutip keterangan mantan muridnya sendiri, akun @ocehan_zea menyertakan tangkapan layar kesaksian lain tentang rombongan belajar yang sangat padat itu.
Humas SMPN 12 Tangerang Selatan Imas Mahdalena tidak menampik adanya kelebihan siswanya pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023. Dia juga menyatakan pada awal kegiatan belajar mengajar, terdapat 4 ruang kelas yang memang diisi oleh 72 orang siswa. Ketika itu, siswa sempat belajar dengan lesehan.
Namun kini persoalan kelebihan siswa itu mulai terurai setelah pihak sekolah memberlakukan kelas pagi dan siang. Meski demikian, pada tiap kelas yang ada masih terlihat sesak.
“Waktu itu 4 kelas ada 72 siswa tiap kelasnya. Iya sempat (lesehan), ngga muat bangkunya. Tapi sekarang ini sudah terurai tidak sampai 72, dengan menerapkan kelas pagi dan siang,“ ungkap Imas, Selasa (8/8).
Imas mengatakan kelebihan siswa di sekolah yang terletak Jalan Jurang Mangu Barat, Kecamatan Pondok Aren itu terjadi karena sejumlah alasaan. Yang pertama adalah animo masyarakat yang tinggi. Faktor berikutnya yakni bangunan sekolah yang tidak memadai.
“Karena animo masyarakat ke kita sangat tinggi. Sampai anaknya datang orangtuanya kesini nangis di depan saya. Anaknya ingin sekolah di sini, sampai berani bayar berapa pun. Kata kami mohon maaf, kami sudah penuh,” ujar Imas.
Menurut Imas, SMPN 12 sebenarnya memiliki 10 kelas. Namun karena dua ruang kelas rusak maka berkurang menjadi 8. Dua kelas yang rusak itu tidak difungsikan.
Dia mengatakan pada saat PPDB, pihaknya telah mengikuti peraturan yang berlaku. Walau pun, kata dia, banyak wali murid yang datang dengan melakukan berbagai cara agar anaknya bisa diterima.
Imas sempat memperlihatkan salah satu percakapan dengan seseorang yang meminta dirinya untuk bisa memasukkan peserta didik baru dan dibarengi dengan penawaran sejumlah uang hingga Rp 8 juta rupiah. Meski begitu dirinya tetap memberikan pemahaman jika untuk bisa menyekolahkan anak di
sekolah ini harus melalui jalur dan aturan yang berlaku.
Menurut Imas, saat ini ada 500 siswa di SMPN 12 Kota Tangsel yang terbagi ke dalam 28 rombongan belajar. Sementara kapasitas siswa yang diterima melalui jalur PPDB murni hanya 320 orang.
“Yang diterima kami 320, yang resmi. Sisanya ngga tau jalur apa, jalur langit, gaib. Itu yang susah dibendung. Kami menolak, tapi ngga tau pada masuk. Harusnya ngga diterima. Kami bawahan. Tapi mereka saya tanya lewat jalur mana, afirmasi bukan? Mereka jawab ‘kami jalur tol, gaib’. Kalau lewat kami itu tidak diterima, tapi kalau atasan kami bawa, saya bawahan. Kami harus mengikuti. Kepsek kan bawahannya Dinas,” paparnya. (eko)