SATELITNEWS.COM, TANGERANG—Kasus vandalisme yang terjadi di Kota Tangerang pada April lalu telah memasuki tahap sidang pembacaan dakwaan. Tiga orang terdakwa yakni M Riski Riyanto, Rio Imanuel Adolof Pattinama dan Rizki Julianda menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (15/6).
Ketiganya diduga melanggar pasal 14 dan atau pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman 10 tahun penajara. Sidang pembacaan dakwaan ini dipimpin oleh jaksa penuntut umum, Tri Haryatun.
Sebelumnya, Polres dari Reserse Tangerang Kota bersama anggota krimum Polda Metro Jaya menciduk ketiganya pada Jumat (10/4) lalu di salah satu kafe di Kota Tangerang. Ketiganya diciduk lantaran terbukti melakukan dugaan tindakan vandalisme di sejumlah lokasi di Kota Tangerang. Antara lain Kantor BCA Pasar Lama Kota Tangerang, Bank BRI Jalan Imam Bonjol Kota Tangerang, dan trotoar serta dinding di Jalan Kali Pasir Kota Tangerang, Kamis (9/4).
Kemudian polisi melakulan penyelidikan. Hasilnya kelompok bernama Anarko Sindikalis itu berencana melakukan aksi vandalisme bersama-sama di kota-kota besar, 18 April 2020 mendatang dan keonaran. Adapun tulisan yang mereka semprotkan dengan menggunakan pilok adalah kill the rich atau bunuh orang kaya. Kemudian, sudah krisis saatnya membakar, mau mati konyol atau melawan.
Atas perbuatannya, para pelaku kini dijerat dengan Pasal 14 dan 15 Undang-undang RI Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dan pasal 160 KUHP. Yakni membuat onar dan menyebarkan berita bohong dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. “Pasal 14 ayat 1 tahun 1946. Ancaman 10 tahun,” ujar Tri Haryatun.
Kuasa hukum terdakwa Shaleh Al Ghifari menjelaskan, mulanya terdapat lima terdakwa. Namun dua orang terdakwa yang masih di bawah umur berinisial A dan RH telah jatuh vonis hukuman empat bulan penjara.
Shaleh mengungkapkan, para terdakwa sebelumnya mengaku mendapatkan kekerasan sejak pertama kali ditangkap oleh Polres Metero Tangerang Kota hingga di Polda Metro Jaya. Pihaknya juga telah melaporkan dugaan kekerasan itu kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). “Kita sudah laporkan juga ke Propam (Divisi Profesi dan Pengamanan) Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional) kita berharap segera diproses yah,” ujarnya.
Pengacara publik dari LBH Jakarta itu menilai, apa yang dilakukan oleh perkumpulan tersebut merupakan bagian dari kebebasan berkumpul, berorganisasi yang kemudian menyampaikan kritik atau pendapat. Dia menilai ada kekeliruan yang terjadi pada penerapan pasal pidana.
“Soal medianya salah ya itu pelanggaran Perda (ketertiban umum). Justru sebaliknya jika terjadi ada dugaan penyiksaan, penghalang-halangan bantuan hukum apa itu tidak harus diperhatikan oleh penegak hukum,” jelasnya.
Sementara itu, terdakwa M Riski Riyanto mengatakan, saat pertama kali ditangkap, dia sempat menanyakan kepada pihak kepolisian ihwal perkaranya. Namun, pihak kepolisian tidak dapat memberikan bukti penangkapan. “Dan dikasih surat penangkapan cuman nggak ada nama saya bertiga,” terangnya. (irfan/made)
Diskusi tentang ini post