HARI Guru Nasional (HGN) yang diperingati setiap tanggal 25 November merupakan momentum penting untuk menghormati jasa dan pengabdian para guru. HGN tahun 2024 yang jatuh pada hari ini merupakan peringatan ke-30 tahun, sejak ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI nomor 78 tahun 1994.
Guru merupakan pilar utama pendidikan yang memiliki peran strategis dalam mencetak generasi bangsa yang cerdas, berakhlak, dan berkompeten. Di Indonesia, profesi guru menjadi tulang punggung sistem pendidikan yang diharapkan dapat memajukan kualitas sumber daya manusia.
Namun, tantangan yang dihadapi para guru di Indonesia saat ini masih cukup besar. Kurangnya penghargaan, kriminalisasi guru, fasilitas yang tidak memadai, hingga tuntutan untuk terus beradaptasi dengan perubahan zaman adalah di antara tantangan yang dihadapi para guru.
Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi teladan dalam sikap, nilai, dan kebijaksanaan. Mereka memainkan peran sebagai pendidik moral (karakter dan akhlak mulia), penghubung generasi (penyampai nilai dan norma agama, budaya dan tradisi), hingga pembimbing karier (mengenali dan menggali potensi siswa).
Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan, pada tahun ajaran 2023/2024 Indonesia memiliki hampir 3 juta guru. Tersebar dari tingkat TK hingga SMA/SMK negeri maupun swasta.
Rinciannya adalah guru TK sebanyak 437 ribu lebih, guru SD sekitar 1,2 juta, guru SMP sebanyak 614 ribu lebih, dan guru SMA/SMK sekitar 516 ribu. Dari jumlah tersebut, sebanyak 40 – 45% adalah guru swasta.
Namun demikian, distribusi guru masih menjadi masalah besar. Banyak daerah terpencil kekurangan guru, sedangkan di perkotaan terjadi kelebihan guru. Selain itu, baru sekitar 73% guru di Indonesia yang memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1/D4, dan baru 50% yang telah tersertifikasi sebagai guru profesional.
Fakta lain tentang guru adalah banyaknya guru honorer di Indonesia yang masih menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Federasi Serikat Guru Indonesia mencatat bahwa gaji guru honorer berkisar antara Rp300 ribu – Rp 1 juta per bulan. Sebuah penghargaan yang masih jauh dari kata layak untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup normal.
Selain itu, kita juga dapat menyaksikan beberapa berita yang viral di berbagai media, terkait dengan para guru. Misalnya saja guru yang dikriminalisasi oleh orang tua siswa, seperti kasus guru Supriyani di Konawe Selatan – Sulawesi Tenggara. Kasus ini tentu mempengaruhi mental para guru dalam menegakkan disiplin dan mendidik para muridnya.
Ada lagi kasus siswa yang menantang berkelahi gurunya hanya gara-gara ditegur karena tidak berpakaian rapi. Kasus ini terjadi di Barito Selatan – Kalimantan Tengah. Peristiwa serupa juga sebelumnya terjadi di Gresik – Jawa Timur. Sungguh kasus-kasus seperti ini menjadi tugas tidak mudah yang dihadapi oleh para guru.
Memang ada juga berita dan fakta buruk kelakuan oknum guru. Ada oknum guru yang mencabuli muridnya di Gorontalo yang sempat viral beberapa waktu lalu. Atau kasus oknum guru yang melakukan pelecehan seksual secara verbal di Pekalongan. Oknum-oknum guru tersebut tentu telah mencoreng wibawa dan marwah para guru yang lainnya.
Permasalahan di atas tidak hanya menjadi keprihatinan, namun juga harus menjadi perhatian khusus dari semua pihak, tidak hanya para pemangku kepentingan pendidikan. Karena rusaknya elemen pendidikan, akan berdampak kepada seluruh sendi-sendi kehidupan.
Di tengah ketimpangan kesejahteraan, kurangnya penghargaan, ancaman kriminalisasi guru, fasilitas yang tidak memadai, hingga tuntutan untuk terus beradaptasi dengan perubahan zaman, saat ini telah hadir seorang menteri yang diharapkan mampu menghadirkan jawaban dari ketimpangan-ketimpangan tersebut.
Beliau adalah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., yang diamanahi sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Kabinet Merah Putih yang dipimpinnya. Kementerian yang dikendalikan oleh Abdul Mu’ti memang dihadirkan untuk fokus menjawab segala tantangan yang ada di level pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen).
Belum ada dalam sejarah berdirinya bangsa ini dari awal kemerdekaan hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo, kementerian yang fokus mengurusi segala hal terkait Dikdasmen. Selama ini persoalan terkait dikdasmen hanya ditangani oleh pejabat setingkat Direktur Jenderal.
Kita berharap, semoga kehadiran Kemendikdasmen yang dipimpin oleh Abdul Mu’ti benar-benar mampu memperbaiki pendidikan dasar dan menengah di republik ini, dan mampu mewujudkan harapan para guru. Terlebih lagi jika kita melihat sosok Abdul Mu’ti.
Abdul Mu’ti adalah tokoh dan pakar pendidikan serta intelektual muslim yang dalam kesehariannya bergelut dengan dunia pendidikan. Seorang guru besar Ilmu Pendidikan Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Sekretaris Umum PP Muhammadiyah.
Abdul Mu’ti pernah mengemban amanah sebagai Ketua Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah periode 2011 – 2017. Pernah didaulat menjadi Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan periode 2019-2023, meski sayangnya pada tahun 2021 badan ini dibubarkan oleh pemerintah. Tak berlebihan rasanya jika harapan para guru tertumpu dipundak Abdul Mu’ti.
Dalam rangka perbaikan nasib guru, maka terdapat beberapa hal yang dapat disegerakan oleh Abdul Mu’ti bersama jajarannya di Kemendikdasmen. Seperti meningkatkan kesejahteraan guru, pelatihan berkelanjutan, peningkatan infrastruktur sekolah, dan pemberian penghargaan kepada guru yang berprestasi.
Dengan mengambil kebijakan terkait perbaikan nasib para guru melalui langkah-langkah di atas, diharapkan profesi guru dapat kembali dilirik oleh Gen-Z sebagai profesi yang mulia dan menjanjikan bagi masa depan mereka yang lebih baik.
Kemendikbudristek memproyeksikan bahwa pada tahun 2022 – 2026 akan terdapat sebanyak 316,5 ribu guru yang pensiun. Tahun 2024 tercatat sebanyak 64.773 guru yang pensiun, naik 38,21% dari tahun 2023. Tentu kondisi ini sangat mengkhawatirkan terkait dengan keberlangsungan pendidikan di Indonesia.
Kondisi di atas, akan semakin parah jika hanya sebagian kecil dari Gen-Z yang memilih profesi sebagai guru. Kebijakan terkait dengan pengangkatan guru P3K dengan gaji antara Rp2 juta-an hingga Rp5 juta-an, mungkin dapat menjadi solusi sementara, namun bukan itu solusi terbaiknya.
Menjadikan profesi guru sebagai profesi yang tidak hanya mulia, namun juga menjanjikan masa depan yang lebih baik, terlindungi, dan nyaman, itulah solusi terbaik untuk menjadikan profesi guru sebagai pilihan bagi Gen-Z.
Sebagai masyarakat, kita juga harus memberikan penghargaan yang layak kepada para guru, baik dalam bentuk dukungan moral, maupun pengakuan atas kontribusi mereka. Guru adalah pilar utama peradaban. Tanpa guru, ilmu tidak akan berkembang, dan karakter bangsa tidak akan terbentuk.
HGN adalah momen penting untuk merefleksikan jasa para guru yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mencerdaskan bangsa. Selamat Hari Guru Nasional untuk seluruh guru. Di pundak Abdul Mu’ti harapan perbaikan nasib guru benar-benar kita titipkan.(*)
Penulis adalah Dosen Universitas Buddhi Dharma – Tangerang.
Diskusi tentang ini post