SATELITNEWS.ID, SERANG—Sebanyak 21 orang warga Kampung Gunung Mulih Desa Bojong Catang Kecamatan Tunjungteja Kabupaten Serang memblokir akses masuk proyek pembangunan tol Serang-Panimbang, Jumat (14/2). Pemblokiran dilakukan karena lahan seluas 3 hektar milik mereka yang terlintasi proyek tol masih belum dibayar.
Salah seorang pemilik lahan, Ahmad Komara mengatakan, pada awalnya tanah miliknya hanya dihargai Rp 75 ribu per meter. Namun harga itu ditolak masyarakat yang membawa persoalan tersebut ke pengadilan. Majelis hakim Pengadilan Serang kemudian memutuskan harga tanah warga sebesar Rp 250 ribu per meter.
“Tapi sampai saat ini belum ada titik terang dari pengadilan karena mereka (pihak tol) banding. Kami menerima harga 250 ribu dan sekarang menunggu pembayaran,” ujarnya.
Ahmad menegaskan, lantaran tanah masih dalam proses hukum di pengadilan serta belum ada putusan inkrah, maka wrga menutup akses proyek di lahan tersebut. Ia mengaku akan tetap bertahan dengan keputusan yang telah mereka ambil.
“Karena ini hak kami untuk dipertahankan. Kalau sudah dibayar dan administrasi beres silakan kami tidak ada niatan apapun, bukan kami menghalangi proyek ini atau tidak mendukung. Kami sangat mendukung tapi dengan catatan hak kami jangan dirugikan,” ujarnya.
Ia mengatakan, lahan yang masih bermasalah ini luasnya sekitar 3 hektar dan dimiliki oleh 21 orang. Namun tersebut lokasinya berbeda-beda. Lahan tersebut bisa digunakan masyarakat untuk kegiatan bertani.
“Bertani bagi kami sudah bagian untuk menghidupi anak istri dari hidup di lahan ini. Karena saya petani, saya akan belikan lahan lagi. Tapi karena harganya Rp 75 ribu kami enggak akan dapat. Masyarakat sudah tahu (ada pembebasan) harganya sudah naik apalagi di lokasi ini tidak ada (harga Rp 75 ribu). Mungkin yang sumber airnya jelek bisa dapat,” katanya.
Warga lainnya, Abdurahman mengaku menyesalkan dengan proses pembebasan lahan tersebut lantaran saat pembayaran tidak adanya koordinasi. “Harganya Rp 75 ribu per meter. Makanya kita minta naik. Malah orang tanya harga malah dikasih amplop yang nominal harga seluruhnya tertera di sana. Terus enggak tertera per meter berapa. Kalau enggak suka ke pengadilan katanya. Seolah dibodohi,” ujarnya.
Ia mengatakan, warga inginnya ada keterbukaan melalui musyawarah seperti di daerah Panimbang. Untuk harga, warga tidak muluk-muluk. “Yang penting ketika menjual sawah kami bisa dapat sawah. Ini boro boro, harga sawah di gusuran mahal makanya banyak yang menjerit masa jual sawah di sini domisili di Pandeglang. Di sini naik begitu denger gusuran,” katanya.
Namun ia mengaku akan menerima dengan harga pengadilan Rp 250 ribu per meter. Walau pun sebenarnya harga itu mengesampingkan hasil panen.
“Tapi kami nilai wajar, itu diglobalkan. Putusannya keluar 16 Oktober 2019. Lahan saya sedikit cuma 1.116 meter,” katanya.
PPK Tol Serang – Panimbang, Temmy Saputra mengatakan untuk Bojong Catang saat ini sudah dalam proses konsinyasi. Sehingga anggarannya sudah dititip di pengadilan.
“Jadi secara hukum kalau kita sudah titip di pengadilan dan ketika sudah ada pemutusan hubungan hukum tanah itu jadi milik negara tapi warga masih bertahan dan tidak mau dikuasai. Tinggal tunggu hasil pengadilan,” ujarnya.
Ia mengatakan, putusan pengadilan Negeri sebelumya sudah memvonis dari KemenPUPR harus membayar Rp 250 ribu per bidang dan sebagian tuntutan warga dibatalkan. Namun pihaknya keberatan dan melakukan banding ke Pengadilan Tinggi.
“Dari segi itu kita tidak bisa menerima karena yang berhak menentukan harga dari independen apraisal makanya kita banding ke PT dan masih diproses. Siapapun tidak berhak menilai harga kecuali apraisal konsultan jasa penilai publik yang ada SK dan Kemenkeu,” pungkasnya. (sidik/gatot)
Diskusi tentang ini post