Guru harus menjadi roll model dalam membaca dan menulis. Sebaik-baiknya guru tidak hanya mengajar, melainkan juga yang membagi ilmunya dengan karya tulisannya.
TIDAK diragukan lagi bahwa guru atau pendidik merupakan peletak dasar karakter peserta didik dalam kehidupan sehari-hari untuk mengembangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun tanpa kegiatan berpikir dan penelitian serius guru atau pendidik tidak dapat menemukannya.
Seiring dengan kegiatan berpikir ini manusia dituntut memiliki kesadaran. Pada hakikatnya kesadaran tersebut terwujud melalui keteguhan sikap serta keteladanan yang profesional.
Kurikulum 2013 memuat pendidikan karakter. Salah satu poin penting dari pendidikan karakter yakni kegiatan membaca dan menulis (literasi). Literasi merupakan kegiatan membaca dan menulis.
Mata pelajaran bahasa dan Sastra Indonesia menjadi ujung tombak kegiatan literasi. Bayangkan di setiap bab mata pelajaran bahasa dan Sastra Indonesia kurikulum 2013 berkaitan dengan teks. Bukan tidak mungkin siswa dituntut untuk membaca dan menulis?
Membaca dan menulis bukan hanya tugas guru bahasa saja. Semua guru yang mengajar di sekolah harus mampu mengaplikasikan kegiatan literasi. Tdak ada pilihan lain semua guru wajib menjadi pilar literasi. Jangan sampai kegiatan literasi di sekolah-sekolah hanya menjadi acara seremonial yang kosong tanpa makna.
Bagaimana mungkin siswa bisa menulis, sedangkan gurunya saja tidak bisa menulis? Guru berkewajiban mengajarkannya kepada peserta didik, bukan? Siapa yang dapat menjadi teladan jika bukan dari orang terdekat dalam hal ini guru di sekolahnya ?
Membaca dan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat aktif produktif atau menghasilkan sebuah karya yaitu berupa tulisan. Tetapi aktivitas menulis tidak banyak disukai siswa karena merasa tidak berbakat, dan tidak tahu untuk apa serta bagaimana menulis.
Salah satu diantaranya adalah karena menulis atau mengarang dipandang susah, membuang waktu, tetapi hasilnya sering menyebalkan. Tidak tahu harus mulai dari mana dan harus berbuat apa.
Dewasa ini minat baca siswa terhadap bahan pemelajaran sangat rendah. Hal ini dapat diamati dari kurangnya aktivitas membaca yang dilakukan siswa baik di rumah maupun juga di sekolah.
Siswa baru membaca atau meminjam buku jika diberikan tugas oleh gurunya. Di rumah siswa pun lebih menarik untuk menonton televisi atau bermain video game, HP dengan teman-temannya.
Membaca merupakan kebutuhan dan wajib dilaksanakan, serta kebutuhan yang harus dipenuhi dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang ingin berkembang pesat dan maju, baik secara spiritual, intelektual, maupun fisik.
Minat membaca sangat dituntut oleh semua pihak untuk dikembangkan, seperti yang tercantum dalam Al Qur’an surat Al-Alaq, dan seperti yang tercantum dalam Tujuan Naional yang terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Minat membaca siswa yang relatif rendah merupakan masalah utama yang perlu untuk segera diselesaikan. Minat membaca seseorang dapat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi orang tersebut kepada suatu sumber bacaan tertentu.
Berdasarkan indeks nasional tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,01. Sedangkan rata-rata indeks membaca di negara-negara maju berkisar antara 0,45 hingga 0,62. Itu artinya di setiap 100 siswa hanya ada 1 siswa saja yang membaca.
Keterampilan menulis berbeda dengan mata pelajaran yang lain, karena keterampilan menulis ini merupakan proses penguasaan bahasa yang kompleks.
Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan mengharmoniskan berbagai aspek. Seperti pengetahuan tentang topik yang dituliskan, kebiasaan menata isi tulisan secara runtut dan mudah dicerna, wawasan dan keterampilan meracik unsur-unsur bahasa sehingga tulisan menjadi enak dibaca. Kemudian, kesanggupan menyajikan tulisan yang sesuai dengan konvensi atau kaidah penulisan yang menyangkut beberapa macam pengetahuan.
Selain itu, ada beberapa persyaratan yang harus dikuasai. Persyaratan tersebut salah satunya menyangkut masalah kebahasaan.
Kalimat sebagai salah satu unsur kebahasaan memegang peranan penting dalam kegiatan menulis. Pengalaman saya sendiri yang mengajar di jenjang SMA menunjukkan memang benar bahwa menulis sangat sulit
Jika dilontarkan pertanyaan materi pelajaran apakah yang paling tidak disukai sewaktu belajar di SD. SMP, SMA, kemungkinan besar jawaban terbanyak adalah menulis atau mengarang.
Guru, terlebih lagi guru bahasa Indonesia tampaknya tidak ada pilihan lain harus bisa menulis. Sulit dibayangkan pengajaran menulis akan berhasil apabila dilakukan oleh orang yang tidak memiliki minat atau pengalaman menulis.
Permasalahan-permasalahan pembelajaran menulis yang terjadi di sekolah diduga disebabkan beberapa faktor. Diantaranya: pembelajar menulis sering dianggap sebagai kegiatan yang sulit, siswa merasa kurang tertarik dalam pembelajaran menulis, siswa masih kesulitan dalam menuangkan idenya ke sebuah tulisan.
Selain itu, model pembelajaran guru yang monoton, siswa masih belum trampil dalam penggunaan diksi, ejaan, dan kosakata, serta pengetahuan guru dalam keterampilan menulis diduga merupakan penyebab lain dari kegagalan siswa dalam menulis.
Pembelajaran menulis di sekolah-sekolah juga diduga guru hanya menerangkan garis besar langkah-langkah menulis. Selanjutnya guru memberikan contoh tulisan, guru menyuruh siswa membaca teks, siswa diminta menanggapi teks yang dibaca. Dari situ siswa ditugasi menulis teks seperti contoh yang guru berikan.
Minat membaca siswa yang relatif rendah merupakan masalah utama untuk segera diselesaikan. Peran sekolah terutama guru sangat dibutuhkan dalam meningkatkan minat membaca siswa.
Guru harus menjadi roll model dalam membaca dan menulis. Sebaik-baiknya guru tidak hanya mengajar, melainkan yang membagi ilmunya dengan karya tulisannya.
Jika guru hanya mengajar di kelas, maka ilmu yang disebarkan hanya beberapa murid saja yang berada di kelas dan pahala yang didapatpun terbatas. Sedangkan jika guru dapat mengajar ditambah mampu menulis, maka ilmu yang disebarkan akan semakin luas dan pahala yang didapatpun tidak terhitung jumlahnya. (*)
(Staf Pengajar SMA Negeri 6 Kabupaten Tangerang)
Diskusi tentang ini post