SATELITNEWS.COM, JAKARTA – Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan melayangkan somasi kepada tiga lembaga penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pasalnya, lembaga penyelenggara pemilu itu tidak merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum KPU (PKPU) soal keterwakilan perempuan.
Awal mulanya, KPU berencana merevisi beleid dalam Pasal 8 ayat (2) a PKPU Nomor 10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota soal keterwakilan perempuan. Tapi, pada Rabu (17/5), KPU malah memilih tunduk pada Komisi II DPR yang meminta agar PKPU Nomor 10 tahun 2023 tidak perlu direvisi.
Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia, Titi Anggraini mengaku telah mengirim somasi ke KPU, Bawaslu dan DKPP pada Jumat (19/5). Dia menilai, KPU tidak menepati janjinya untuk merevisi Pasal 8 ayat (2) huruf a PKPU 10/2023, karena tunduk pada hasil konsultasi dengan Komisi II DPR dan Pemerintah.
“Kami menuntut KPU untuk melaksanakan kewajiban hukum sesuai dengan sumpah jabatan,” tegas Titi dalam keterangannya, kemarin.
“Juga, demi menerapkan prinsip mandiri dengan segera menetapkan revisi Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 untuk memulihkan hak politik perempuan sebagai calon anggota legislatif,” sambung Titi.
Koalisi mendesak KPU secara transparan segera memublikasikan data terkait pencapaian keterwakilan perempuan. Sekurang-kurangnya, kata dia, 30 persen dalam daftar calon legislatif dari daftar bakal calon anggota legislatif yang telah diajukan oleh partai politik (Parpol).
Adapun Bawaslu, tambah Titi, disomasi dengan dituntut melaksanakan fungsi pengawasan dan menerbitkan rekomendasi kepada KPU agar melaksanakan kewajiban hukumnya sesuai sumpah jabatan, menerapkan prinsip mandiri, tegak lurus menegakkan konstitusi dan Undang-undang tentang Pemilu.
“Segera menetapkan revisi PKPU Nomor 10/2023 dalam waktu 2×24 jam untuk memulihkan hak politik perempuan,” tegasnya.
Bila KPU tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, Titi mengancam bakal menuntut Bawaslu untuk menggunakan kewenangannya mengajukan uji materi kepada Mahkamah Agung (MA) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 76 ayat (2) UU tentang pemilu.
Sedangkan somasi kepada DKPP, kata Titi, dialamatkan dengan menuntut lembaga itu memastikan KPU melaksanakan kewajiban hukum sesuai sumpah jabatannya dan kode etik penyelenggara pemilu. “DKPP juga dituntut memastikan KPU melaksanakan prinsip profesional, akuntabel, dan transparan,” imbuhnya.
Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti menambahkan, KPU, Bawaslu masih tidak berdaya dihadapan partai-partai di DPR. Pasalnya, KPU tidak juga merevisi aturan tentang keterwakilan perempuan dalam PKPU No 10 Tahun 2023 karena ditolak rencana oleh Komisi II DPR.
“KPU dan Bawaslu sekarang belum sepenuhnya independen dan mandiri dari peserta pemilu. Khususnya dari Parpol yang eksis di DPR,” ujar Ray.
Dia mengaku khawatir dengan situasi ini. Sebab, KPU dan Bawaslu terlihat lebih seperti pelayan partai politik parlemen dibandingkan penyelenggara pemilu yang mandiri dan independen. “Dalam bahasa lain, KPU dan Bawaslu seperti penyelenggara pemilu rasa parpol,” tudingnya.
Ray menilai, KPU dan Bawaslu cenderung mengabaikan berbagai persoalan tahapan Pemilu selama tidak dipersoalkan Parpol parlemen. Berbagai ketentuan untuk membuat desain Pemilu yang lebih demokratis, transparan dan kanal bagi upaya mencegah penjahat politik masuk ke dalam kekuasaan negara serasa terabaikan.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asyari menegaskan, belum akan merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota soal keterwakilan perempuan. Dia berkilah, KPU sudah berinisiatif untuk mengakomodir kepentingan keterwakilan perempuan, sekalipun ketentuan yang dipersoalkan belum direvisi.
“Berbagai masukkan yang disampaikan oleh sejumlah pihak telah didengar, dan secara prosedural KPU telah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah di dalam forum rapat dengar pendapat (RDP),” ujar Hasyim.
Terlebih, Hasyim menilai, angka keterwakilan perempuan di dalam pendaftaran bakal calon anggota legislatif (Bacaleg) sebenarnya sudah melampaui target minimum sebesar 30 persen.
“18 partai yang daftar bakal calon di KPU, angka keterwakilan perempuannya sudah di atas batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu 30 persen minimal keterwakilan perempuan,” pungkasnya. (rm)
Diskusi tentang ini post