SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Hingga kini polusi udara di wilayah Jabodetabek belum terkendali. Kondisinya sudah melewati ambang batas yang dipatok Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
Sebagai langkah antisipasi, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengajak warga memakai masker untuk melindungi diri dari penyakit pernapasan. Ajakan ini disampaikan Menkes dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin. Menkes datang ke rapat ini dengan persiapan matang. Ia membeberkan sejumlah data buruknya kondisi udara di Jabodetabek. Dalam dua tahun terakhir, tren polusi udaranya telah melewati ambang batas WHO.
Contohnya, Particulate Matter (PM2.5), partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2,5 mikrometer. Pada Juli 2023, terlihat rata-rata PM2.5 di Jabodetabek di atas 50 mikrogram per meter kubik. Padahal, ambang batas WHO hanya membolehkan 15 mikrogram per meter kubik per 24 jam dan 5 mikrogram per meter kubik per tahun.
“Ini datanya dibanding dengan WHO. Jadi, kita nggak pernah memenuhi standar WHO,” ungkapnya. “Yang paling berbahaya adalah PM2.5. Karena ini partikelnya kecil sekali, bisa masuk ke pembuluh darah dan turun ke paru,” tambahnya.
Dampak polusi udara ini sudah dirasakan masyarakat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, polusi udara menduduki posisi kelima sebagai faktor risiko kematian tertinggi di Indonesia. Polusi ada di bawah hipertensi, gula darah, rokok, dan obesitas. Kematian akibat polusi udara tercatat mencapai 186.267 orang. Polusi udara berkontribusi besar terhadap penyakit pernapasan. Rinciannya, 37 persen penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), 32 persen pneumonia, 28 persen asma, 13 persen kanker paru, dan 12 persen TBC.
Menkes lalu menjelaskan penyebab polusi udara. Yaitu, berasal dari pembakaran karbon yang dikeluarkan knalpot kendaraan, asap pembakaran PLTU, kebakaran hutan, pembakaran karbon di industri baja, hingga pembakaran sampah.
Sebab itu, Menkes mengajak warga memakai masker untuk melindungi diri dari paparan polusi udara. Jenis masker yang mampu menahan PM2.5 adalah KF94 dan KN95. “Preventifnya kita, instrumentasi kita, adalah edukasi dan pakai masker. Maskernya jenisnya juga sudah kita sampaikan, dan sudah diputuskan. Itu mandatory,” ucapnya.
Menkes juga mencontohkan keberhasilan China mengatasi polusi udara dalam kurun waktu 6-7 tahun. Caranya, dengan meningkatkan pemeriksaan kualitas udara secara massif. Negeri Tirai Bambu tersebut memasang 1.000 alat untuk memonitor kualitas udara di daerah tertentu. Ketika kondisi udaranya jelek, Pemerintah China langsung mengirim tim untuk mencari sumbernya. “Bisa dari pembakaran sampah, transportasi, PLTU, atau mungkin penyebabnya kendaraan. Sehingga mereka bisa melakukan intervensi yang tepat. Mereka juga jadi tahu sumbernya regional atau lokal,” ucapnya.
Ada lima langkah intervensi yang dilakukan China. Pertama, pengendalian emisi industri. Kedua, pengendalian emisi kendaraan bermotor. Ketiga, pengendalian debu. Keempat, pemantauan kualitas udara. Kelima, penurunan risiko dan dampak kesehatan.
Kemenkes sendiri akan lebih fokus pada sektor hilir, khususnya penurunan risiko dan dampak kesehatan serta membantu melakukan pemantauan kualitas udara di Puskesmas. “Ini (contoh keberhasilan China) sudah kita kirim ke Kantor Presiden, biar bisa kita tiru cara ini,” ucapnya.
Para warganet mendukung anjuran memakai masker dari Menkes ini. “Keren Menkes,” tulis akun @gun_mastercuan. Akun @RaymondsMunthe menyatakan, masker merupakan salah satu tameng untuk menjaga kesehatan. “Pasca-Covid, seharusnya masker menjadi bagian dari budaya dalam menjaga kesehatan,” tulisnya. Namun, ada juga yang berseloroh mengenai nasib pedagang masker yang akan menggeliat lagi. “Laris lagi masker di Jakarta,” tulis akun @buasa_manusia. (rm)
Diskusi tentang ini post