SATELITNEWS.ID, LEBAK—Delapan bulan sudah tragedi longsor menerjang wilayah di perbatasan Lebak-Bogor. Pasca kejadian itu, masih menyisakan duka mendalam bagi masyarakat yang terdampak. Terutama bagi masyarakat di empat kecamatan di Kabupaten Lebak. Meski begitu, duka tersebut tak nampak bagi mereka ketika merayakan HUT Kemerdekaan RI ke 75.
Panas terik matahari tak menyurutkan semangat para pengungsi, korban dari bencana longsor yang terjadi di perbatasan Lebak-Bogor pada 1 Januari 2020 lalu, saat mengikuti lomba untuk merayakan HUT RI ke 75. Raut bahagia terpancar di wajah warga Desa Banjarsari, Kampung Cigobang, Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, wilayah yang terdampak longsor paling parah.
Serba-serbi lomba mereka adakan. Mulai dari lomba menari hingga panjat pinang. Nampak meriah dan semangat seperti tak ada beban yang mereka tanggung, apalagi duka. “Kan kita harus semangat untuk menyongsong kehidupan baru,” ujar salah satu warga terdampak, Raman kepada Satelit News, Selasa (18/8), saat tengah bergegas memimpin lomba.
Lomba diselenggarakan di lapangan berdekatan dengan Hunian Sementara (Huntara) yang kini mereka tempati. Sementara dana untuk kegiatan tersebut mereka peroleh dari sejumlah donatur. Tak banyak memang, namun cukup untuk mengobati luka pasca tragedi longsong. “Alhamdulilah ada donatur yang ngasih buat lomba kita. Kemarin (Selasa/18/2020) juga ada dari komunitas motor gede datang ke sini ngasih donasi,” kata Raman.
Sehari sebelumnya, tepat pada 17 Agustus 2020 mereka juga mengadakan upacara pengibaran bendera. Dengan pakaian alakadarnya mereka kibarkan sang saka merah putih. Mereka bangga dengan tanggal dimana presiden pertama Indonesia Soekarno mengumandangkan prokalamasi. Tanda Indonesia telah merdeka dari penjajahan. “Kami tinggal di Indonesia. Walaupun kami korban, kami belum punya rumah karena kena longsor. Tapi kami enggak mau melewatkan momen ini (17 Agustus),” kata Raman.
Meski hidup dalam keterbatasan, mereka masih bersyukur lantaran banyak donatur yang memberi bantuan. Entah dalam bentuk uang ataupun logistik. “Dari pemerintah ada, tapi gak banyak,” ujar warga lainnya, Dedeh suryani.
Mereka juga masih bingung lantaran belum ada bantuan Huntara dari pemerintah. Saat ini, Huntara yang mereka huni juga dananya berasal dari bantuan para donatur yang kemudian mereka dirikan di atas tanah milik Pemkab Bogor, tepatnya di Kecamatan Sukajaya, Kelurahan Cileuksa. “Padalah kami warga Lebak, KTP saya Lebak,” kata Dedeh.
Ada empat blok Huntara yang mereka dirikan. Blok pertama terdapat 60 Kepala Keluarga (KK), blok kedua 80 KK, lalu blok ketiga 65 KK. Kemudian blok keempat 30 KK. “Belum ada kalau Huntara dari pemerintah. Dari Pemerintah Banten dan Lebak juga enggak ada. Ini kan hasil warga yang buat (Huntara), uangnya dari donatur,” tukas Dedeh.
Dedeh berharap pemerintah cepat tanggap dalam menangani persolaan masyarakat. Apalagi, soal bencana. “Saya pengen punya rumah lagi,” harapnya.
Diketahui, terdapat 12 desa dari 4 Kecamatan di Kabupaten Lebak yang terdampak longsor. Empat Kecamatan tersebut yakni Cipanas, Lebak Gedong, Sajira, dan Curugbitung.
Sementara di Kabupaten Bogor, tepatnya di Kecamatan Sukajaya, pemuda di sana merayakan HUT RI ke 75 dengan mengibarkan sang saka merag putih berukuran 20×10 meter. Hal tersebut dilakukan oleh pemuda Kampung Cileuksa dan Ciparempeng. “Ini sebagai simbol kebangkitan kita setelah bencana,” ujar salah satu pemuda Kampung Ciparempeng, Inan Setiawan, Senin, (17/8).
Bendera Merah Putih dibentangkan pada dua lokasi yang berbeda. Lokasi yang pertama di air terjun Jengkol. Air terjun setinggi kurang lebih 40 meter ini kondisinya cukup curam. Sangat berbahaya kalau bukan orang yang terlatih mengibarkan bendera di lokasi ini.
Air Terjun Jengkol dipilih sebagai lokasi upacara pengibaran bendera lantaran masyatakat ingin membuktikan kalau saat ini Kampung Ciparempeng dan Cileuksa sudah aman. Kemudian, Air Terjun Jengkol juga sebagai salah satu destinasi wisata yang jarang dijamah. Tak lupa dalam upacara tersebut mereka menggunakan masker sebagai instruksi pemerintah untuk menerapkan protokol Covid-19. “Ini (air terjun jengkol) merupakan potensi wisata yang ada di kampung Ciparempeng,” ujar Inan.
Kemudian di tebing dekat jembatan Cibeurang. Mereka ingin mengetuk hati pemerintah agar jembatan tersebut segera diperbaiki karena sebagai penghubung perekonomian masyarakat. Saat ini kondisi jembatan Cibeurang sangat memprihatinkan. Hanya ditopang oleh kayu dan besi sling saja. Sementara kaki-kakinya sebagian telah patah. Cepat atau lambat bila tak segera diperbaiki jembatan tersebut akan hancur. Imbasnya, perputaran ekonomi masyarakat disana kembali putus. “Jembatan ini dibuat oleh swadaya masyarakat dan relawan. Sebenarnya hanya dibuat untuk 2 bulan saja,” kata Inan. (irfan/dm)
Diskusi tentang ini post