SATELITNEWS.ID, TANGERANG–Sebanyak 6 orang buruh PT. Freetrend kembali melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Tangerang, pada Kamis (3/6). Gugatan buruh pabrik alas kaki “New Balance” yang berlokasi di Kawasan Industri Cidurian Balaraja ini, diduga terkait Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
“Ya benar, hari ini kami sudah daftarkan gugatan PMH terhadap PT. Freetrend ke PN Tangerang, melalui sistem pendaftaran perkara secara online atau e-court,” ungkap Akhmad Suhardi, Kuasa Hukum buruh kepada wartawan, siang tadi.
Menurutnya, gugatan PMH dilayangkan mengingat penutupan atau pembubaran perusahaan milik pengusaha asing asal Taiwan tersebut, diduga dilakukan secara sepihak tanpa melalui proses hukum sebagaimana diatur dalam Undang- undang Nomor 40/2007, Tentang Perseroan Terbatas (PT).
Manajemen PT. Freetrend diketahui hanya melakukan penutupan atau pembubaran perusahaan pada 31 Juki 2020 silam, atas dasar hasil audit dari Kantor Akuntan Publik. Sedangkan, hasil audit yang dijadikan dasar penutupan atau pembubaran perusahaan itu tidak secara spesifik menyatakan bahwa perusahaan merugi seperti yang didalilkan oleh mereka.
Tim auditor dalam laporannya hanya mengeluarkan opini “Tidak Menyatakan Pendapat atau Disclaimer of Opinion”. “Dalam Pasal 142 UU PT secara jelas mengatur tentang pengakhiran kegiatan, likuidasi dan berakhirnya status perusahaan sebagai badan hukum, maka perusahaan harus melakukan proses likuidasi melalui Pengadilan Negeri sesuai domisili perusahaan. Mekanisme ini tidak ditempuh, mereka hanya mengeklaim rugi sehingga menutup atau membubarkan perusahaannya secara sepihak,” kata Suhardi.
Senada dikemukakan Hendri Yansah, Kuasa Hukum buruh lainnya, ada sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam penutupan atau pembubaran perusahaan dan dijadikan sebagai Tergugat dalam perkara itu, diantaranya PT. Freetrend, Pimpinan Unit Kerja PSP-Serikat Pekerja Nasional (PUK SPN) PT. Freetrend, PUK SPTSK Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) PT. Freetrend dan PUK Serikat Buruh Karya Utama (SBKU) PT. Freetrend.
Para Tergugat itu, ditengarai melakukan perbuatan melawan hukum, karena patut diduga adanya persengkokolan jahat dalam pengambilan kesepakatan bersama atau keputusan terkait penutupan atau pembubaran perusahaan hingga berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap 8.783 buruh yang bekerja di PT. Freerend.
“Penutupan perusahaan ini hanya akal-akalan mereka saja. Sebab, prosesnya dilakukan sangat mudah dan singkat cuma sekitar 3 bulan doang langsung dikeluarkan pengumuman PHK massal. Dan, perusahaan hanya membayar pesangon satu kali ketentuan, yakni sebesar Rp800 miliar. Sedangkan, jika melalui proses yang benar menurut aturan hukum, penutupan atau pembubaran perusahaan itu memakan waktu hingga 1,5 tahun dan prosesnya juga cukup sulit,” ujarnya.
Lebih lanjut Hendri menuturkan, penutupan PT. Freetrend yang diduga dilakukan hanya akal- akalan itu dianggap cukup beralasan. Pasalnya, jauh hari sebelum menutup PT Freetrend, pemiliknya diketahui telah menyiapkan perusahaan baru bermana PT. Long Rich Indonesia yang berlokasi di daerah Cirebon-Jawa Barat.
Hal itu, dapat dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisil Usaha (SKDU) atas PT. Long Rich Indonesia yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Sentul dan Camat Balaraja, dimana alamat domisili dan nama pemiliknya sama dengan PT. Freetrend.
“Kami anggap penutupan perusahaan ini tidak sah menurut hukum. Saat ini saja kami dapat infonya PT. Freetrend masih beroperasi kok. Untuk itu, perusahaan wajib membayar hak-hak normatif buruh, seperti upah pokok, Tunjangan Hari Raya dan lainnya,” tegas Hendri.
Diketahui, beberapa bulan lalu para buruh ini telah menggugat PT. Freetrend ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Serang- Banten, terkait PHK secara sepihak. Kini, proses penanganan perkara itu telah memasuki tahapan “Kesimpulan” dan hanya menunggu putusan dari Majelis Hakim PHI pada 7 Juni 2021 mendatang. (aditya)
Diskusi tentang ini post