SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Nama Dr Asep Ferry Bastian boleh jadi terdengar awam di telinga masyarakat Kota Tangerang. Namun di kalangan pejabat, anggota DPRD hingga tokoh politik kota Akhalqul Karimah, sepak terjangnya sudah tak diragukan lagi. Selama tiga periode dia berhasil mengantarkan Arief R Wismansyah sebagai pemenang pilkada.
Dimulai ketika Arief masih mencalonkan diri sebagai wakil wali kota mendampingi Wahidin Halim pada 2008. Tapi kemampuannya meramu strategi pemenangan makin teruji pada dua periode pasangan Arief-Sachrudin yakni tahun 2013 dan 2018. Dr Asep dipastikan selalu menjadi “otak pemenangan” pasangan tersebut. Kini, dia baru saja melaunching sebuah buku berjudul “Strategi Marketing Mix Politik Dalam Pemenangan Pilkada”.
Pria yang tak lain Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNIS Tangerang ini menggabungkan pendekatan praktisnya sebagai ketua tim pemenangan serta keilmuan akademiknya untuk berbagi “resep” mengantarkan pasangan calon kepala daerah berjaya dalam pilkada.
“Buku ini adalah intisari dari disertasi pada saat saya doktor ilmu marketing di Unversitas Brawijaya Malang. Nah, itu tema-nya tentang pemasaran politik, judulnya “Marketing Mix Politik dan Keputusan Memilih Kepala Daerah Melalui Persepsi Nilai dan Positioning Sebagai Variabel Intervening, itu studi pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Banten 2017,” terangnya kepada Satelit News.Id.
Dari disertasi tersebut, ungkapnya, menghasilkan dua temuan baru, yakni persepsi nilai dan positioning. Ada pun teori yang dipergunakan yaitu Teori Niffenegger. Niffenegger sendiri melahirkan produk politik, promosi politik, harga politik dan tempat politik. “Teori Niffenegger diuji terhadap keputusan pemilih. Lahirnya temuan baru itu ada persepsi nilai dan positioning tadi,” ujarnya saat ditemui di kampus, baru-baru ini.
Dari aspek persepsi nilai ujarnya, kandidat harus memiliki keunggulan daya saing, atribut politik, kualitas figur, serta brand name. Sementara dari aspek positioning, kandidat mesti memiliki keunikan, ciri khas, perbedaan dengan kandidat lain, kebaruan/inovasi dalam memimpin, dan karakter dinamis dalam memimpin. “Jika dua aspek itu baik, maka akan berdampak positif terhadap keputusan pemilih,”tulisnya.
“Intisari dari disertiasi itu secara konsep teori disajikan di sini (buku) dengan bahasa yang lebih populer, karena kalau menggunakan bahasa akademis tentu terlalu berat dicerna. Kebetulan saya dulu wartawan dan suka menulis jadi saya ubah (gaya bahasanya). Tapi beda halnya ketika menulis di kampus tentu nggak boleh pakai gaya tulisan wartawan,” ujarnya.
Secara konkret Dr Asep mencontohkan persepsi nilai, seperti misalnya ketika seseorang melihat figur, maka sudah bisa menyimpulkan, seseorang pemimpin mempunya daya saing serta atribut yang melekat dalam figur kandidat. “Sebagai tokoh apa dia. Misalnya kita melihat Pak Jokowi apa sih persepsi seseorang, begitu juga ketika melihat Pak Arief itu apa sih persepsi orang yang melihat. Ahok misalnya dia persepsinya apa, tegas misalnya,” terangnya.
Lebih jauh, akademisi yang kembali menumpuh studi (S-3) untuk kedua kalinya pada Program Doktor (Ph.D) di Faculty of Technology Management and Technopreneurship, Universiti Teknikal Malaysia (UTeM), Melaka (status cuti) pada 2018 serta pada tahun 2021 kembali menempuh studi (S-3) Doktor Ilmu Politik di Universitas Nasional, Jakarta tersebut menyampaikan, pada BAB 1 sampai BAB V dalam buku tersebut berisikan konsep teori dari pemasaran politik. “Untuk BAB VI sampai BAB VIII itu berisi pengalaman praktik pilkada yakni 2008, 2013 dan 2018. Jadi sini bercerita ketika memimpin pemenangan,” ujarnya.
Termasuk soal lingkaran dalam, jaringan dan kandidat sampai quick qount, real count dan survei sampai dinamika meraih kemenangan. “Jadi belajar dari pemenangan pilkada 2013 dan 2018. “Jadi untuk pilkada 2008 dalam buku ini hanya disinggung sekilas. Selain itu juga belajar dari pemilihan Pilgub Banten 2017. Kalau itu hasil temuan riset (buku) sebetulnya di 2017 (Pilkada Banten), “ucapnya. Kebetulan dalam pilkada Banten hanya terdiri dua pasangan. “Tapi saya tidak membahas kandidat secara spesifik, yang dibahas adalah persepsi pemilih terhadap keputusan untuk memilih,” jelasnya.
Secara garis besar buku ini terdiri dari BAB I yang berisi pedahuluan, BAB II menyangkut dinamika politik di antaranya sejarah politik Indonesia, BAB III perihal Seluk Beluk Pemasaran, BAB IV membedah pemasaran politik, BAB V memasarkan kandidat politik, BAB VI lingkaran dalam dan jaringan kandidat, BAB VII memulai langkah kemenangan, BAB VIII dinamika meraih kemenangan.
Dalam buku ini disertai kata pengantar dari Peneliti Pusat Riset Politik BRIN,Prof Dr Lili Romli, serta Founder & CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah. Keduanya juga hadir sebagai narasumber saat bedah buku pada 25 Agustus 2022 lalu yang dilaksanakan secara daring.
Dalam penjelasannya Prof Lili Romli mengatakan, political marketing di Indonesia tumbuh subur menjadi praksis ketika pemilu digelar secara langsung. “Dampaknya adalah kandidat mau tidak mau menjaring massa. Untuk menjaring massa yang memilihnya itu adalah yang pertama dilakukan melakukan riset-riset politik termasuk polling serta marketing politik. Ini dua-duanya saling berhubungan satu sama lainnya,” jelasnya.
Sedangkan Eef Saefulloh Fatah mengatakan, harus diakui demokrasi di Indonesia adalah demokrasi mahal. Bahkan jika dibandingkan dengan negara lain, sebut saja Malaysua demokrasi di Indonesia termasuk salah satu yang paling boros. “Political marketing sering dianggap sebagai salah satu sumbangan dari itu. Sesungguhnya, political marketing bukan penyumbang tetapi harus jadi jalan keluar,” ujarnya. Mahalnya pemenangan ujarnya, bisa diefisiensi oleh political marketing. “Political marketing bisa memulai kerjanya dengan riset-riset, termasuk di dalamnya persepsi opini publik,” jelasnya. “Marketing politik itu sebetulnya lebih konsen kepada apa yang pemilih inginkan,” jelasnya.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah juga menyampaikan sambutannya. Wali Kota mengungkapkan apresiasi kepada Dr Asep Ferry Bastian yang berhasil meluncurkan buku pertamanya. Ia mengatakan buku ini menjadi spesial baginya karena mencatat sejarah perjalanan politik sejak awal mencalonkan sebagai Wakil Wali Kota Tangerang hingga terpilih sebagai wali kota Tangerang dua periode. Bahkan, pada Pilkada tahun 2018, dirinya yang ketika itu mencalonkan diri sebagai wali kota dan berpasangan dengan Sachrudin sebagai wakil wali kota, hampir gagal jelang pengambilan nomor urut.
Namun dengan berbagai upaya melalui gugatan, dirinya kembali masuk dalam daftar peserta dan memenangi Pilkada 2018. “Buku ini mencatat juga sejarah mengenai perjalanan politik saya dan kami sampaikan apresiasi kepada Kang Asep yang sudah menuliskannya dan jadi bagian sejarah penting dalam perjalanan kota ini kedepan,” kata dia.
Dirinya berharap buku ini dapat diterima masyarakat dan memberikan pelajaran politik kedepannya. Sebab dinamika politik setiap daerah itu berbeda dan memiliki ciri sendiri. “Buku ini memberikan banyak edukasi politik bagi kita semua,” katanya. (made)