SATELITNEWS.ID, NGAWI—Dengan segala popularitasnya, Didi Kempot tak pernah repot dengan riders tiap kali manggung. Meninggalkan satu lagu lagi bertema virus korona.
Suatu hari Poer Blontang mengajak Didi Kempot ke sebuah restoran. Tempatnya sangat layak. Yang mereka tempati juga ruangan khusus, merokok diperbolehkan.
”Ternyata Mas Didi protes. Dia bilang, kok tidak ada makanan yang bisa langsung dimakan,” tutur Blontang yang dikenal sebagai salah seorang kawan dekat penyanyi pemilik banyak hit itu kepada Jawa Pos Radar Solo.
Jadilah, lanjut Blontang, siang-siang Didi turun dari hotel tempat mereka tinggal. ”Dia ke warung (masakan) Padang, mbungkus makanan. Itu yang nggak pernah berubah dari Mas Didi,” katanya.
Hingga maut menjemputnya pada Selasa pagi lalu (5/5), kesederhanaan tak pernah luntur dari penyanyi campursari/pop Jawa legendaris berjuluk The Godfather of Brokenheart itu. Baik saat manggung maupun dalam laku keseharian.
Padahal, sebagai penyanyi papan atas, dengan begitu banyak hit, populer sampai ke Suriname, serta jadwal manggung sangat padat, Didi bisa saja menyusun riders (daftar permintaan musisi yang diundang manggung) sendiri. Namun, hal tersebut tidak pernah dilakukan.
Apa pun yang disiapkan panitia pasti akan diterima dengan senang hati. ”Orangnya seperti itu, mangan ora ribet, turu opo maneh (makan tidak ribet, tidur apa lagi). Misalnya ada undangan, tidak pernah minta macam-macam,” ucap Blontang.
Hidup yang keras, karir yang dititi dari tingkat paling bawah, yang barangkali membentuknya demikian. Lagu-lagunya memang membawanya ke mahameru keterkenalan, tapi akan selalu ada ”Didi Kempot-yang-pernah-mengamen-di-jalanan-Solo dan Jakarta” dalam dirinya.
Itu pula yang membuat jiwa sosialnya tinggi. ”Orangnya senang membantu sesama. Tidak pernah memikirkan materi,” kata Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo yang bertahun-tahun bersahabat dengan penyanyi yang berpulang dalam usia 53 tahun itu.
Bersama Kapolresta Surakarta Kombespol Andy Rifai dan Dandim 0735 Surakarta Letkol Inf Wiyata Sempana Aji, Rudy –sapaan akrab F.X Hadi Rudyatmo– sempat menjadi model klip video tembang terakhir Didi Kempot bertajuk Ojo Mudik. Lagu itu didedikasikan pria yang terlahir dengan nama Dionisius Prasetyo tersebut untuk mengingatkan warga agar tidak mudik selama masa pandemi Covid-19.
Selain merilis lagu itu, pelantun Cidro, Layang Kangen, Ketaman Asmoro, Pamer Bojo, dan banyak hit lainnya itu juga sempat menggalang konser amal yang berhasil mengumpulkan dana sampai miliaran rupiah. ”Itu memang ciri khas almarhum. Komitmennya untuk sesama sangat tinggi,” kata Sumartono Hadinoto, salah seorang tokoh masyarakat Solo.
Keramahan dan kesantunan Didi, tutur Sumartono, juga tak pernah berubah. ”Orangnya masih merakyat, rendah hati, dan tidak sombong kepada siapa pun,” kata Sumartono.
Ditambah lagu-lagunya yang lirik-liriknya mengena dan akrab dengan keseharian, tak mengherankan kalau kemudian Didi diidolakan berbagai kalangan. Dari warga senior sampai kalangan milenial. Mulai para pejabat dan orang-orang berpunya hingga orang-orang jalanan dan warga tak mampu.
Makamnya di Taman Pemakaman Umum Jatisari, Desa Majasem, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, pun terus didatangi peziarah sampai dengan Rabu (6/5). ”Mas Didi Kempot itu seniman campursari yang luar biasa,” kata Sumarno, salah seorang penggemar.
Sejumlah petakziah juga masih berdatangan ke kediaman almarhum di desa yang sama. Dari pelat nomor kendaraan yang mereka naiki, beberapa di antaranya berasal dari luar Ngawi.
Meski begitu, pihak keluarga almarhum mengimbau para fans untuk menunda keinginannya berziarah hingga pandemi Covid-19 benar-benar berakhir. Lilik Subagyo, kakak kandung Didi, menambahkan bahwa sejumlah artis ibu kota juga memilih mengucapkan belasungkawa melalui sambungan telepon. Sebab, memang situasi yang tidak memungkinkan untuk datang langsung ke rumah duka.
”Kami minta doanya saja untuk almarhum di tengah pandemi Covid-19 ini,’’ ucap Lilik.
Di masa pandemi ini, selain melahirkan Ojo Mudik, Didi, menurut Blontang, sebenarnya juga sempat menulis satu lagi lagu bertema virus korona. Tombo Teko Loro Lungo. Demikian judul karya Didi yang belum sempat dirilis tersebut.
Itu memperlihatkan betapa prolifiknya Didi sebagai musisi. Adik bungsunya, Eko Guntur Martinus, menyebut sang kakak sebagai pekerja keras yang bahkan tetap memikirkan karya kala beristirahat.
Hasilnya, sudah 800-an lagu ditulis Didi selama lebih dari tiga dekade berkiprah. Cidro yang dirilis pada 1989 saat rekaman untuk kali pertama di bawah label Musica Studio’s, Pamer Bojo yang kini jadi theme song tiap kali ada hajatan, serta Stasiun Balapan yang klasik hanyalah sederet kecil dari daftar panjang hit Didi. Yang akan membuat namanya abadi.
Tapi, toh dengan rendah hati dia masih memimpikan punya karya yang bisa selamanya dikenang. ”Mimpinya punya lagu yang dikenang seperti Kebyar-Kebyar punya Gombloh. Penginnya seperti itu,” kata Blontang.
Betapa Didi Kempot telah mempraktikkan ilmu padi sepanjang hayatnya. Makin berisi makin menunduk. Kian banyak karya kian rendah hati. Sampai menutup mata untuk selamanya. (antonius christian/duwi susilo/jpg)
Diskusi tentang ini post