SATELITNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah perbaikan didorong Mahkamah Konstitusi (MK) setelah menolak perubahan sistem proporsional di UU Pemilu. Amanat MK itu perlu ditindaklanjuti legislatif dan eksekutif dalam merevisi UU Pemilu.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi kemarin (16/6). Menurut Viva, putusan MK pada Kamis (15/6) mendorong dilakukannya perubahan UU Pemilu. Namun, revisi tentu tidak bisa dilakukan segera mengingat Pemilu 2024 semakin dekat.
“Revisi dilakukan setelah terbentuknya pemerintahan dan pelantikan lembaga legislatif hasil Pemilu 2024,” terangnya kepada Jawa Pos.
Menurut Viva, DPR dan pemerintah mulai bisa menyiapkan naskah akademik (NA) perubahan UU Pemilu. Namun, Viva mendorong agar revisi tersebut tidak sekadar berdasar isu yang termaktub di putusan MK Nomor 114/PUU-XX/2022.
Viva meminta dilakukan revisi atas presidential threshold (PT). Syarat pencalonan 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional dinilai terlalu tinggi. Seharusnya, kata dia, PT tidak membatasi secara ekstrem peluang calon pemimpin nasional untuk maju dalam pilpres.
Terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya akan melakukan kajian terhadap UU Pemilu. Salah satunya soal sistem pemilu. ’’Bagaimana praktik antara pemilu proporsional terbuka dan tertutup tersebut,’’ ucapnya.
MK juga menyebut evaluasi atas sistem pemilu harus pula menjaga koherensi antara keberadaan partai politik dan kedaulatan rakyat. Titi memandang, semestinya ambang batas pencalonan presiden ditiadakan agar partai leluasa mengusung kader terbaiknya. “Rakyat bisa mendapatkan kandidat unggul kader-kader terbaik bangsa yang dicalonkan partai politik peserta pemilu,” jelasnya.
Selanjutnya, evaluasi keserentakan juga mendesak dilakukan. Model keserentakan saat ini tidak kompatibel bagi penguatan sistem kepartaian dan iklim demokratisasi. Model saat ini juga bertentangan dengan desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang bersifat permanen lima tahun. (jpc)
Diskusi tentang ini post