Survei LSI
satelitnews.com- Tren persepsi publik soal pengaruh China terhadap kawasan Asia dan Indonesia cenderung negatif dibandingkan Amerika Serikat (AS). Padahal, publik menganggap China merupakan negara paling berpengaruh di Asia.
“Pengaruh AS dan China sebagai dua negara terkuat disikapi berbeda oleh masyarakat. Pengaruh China dinilai masyarakat makin negatif. Jumlah yang menilai positif pengaruh China makin menurun. Sedangkan yang menilai negatif merugikan makin meningkat,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan dalam paparan Rilis Survei Nasional Persepsi Publik Terhadap Negara-negara Paling Berpengaruh di Asia, di Jakarta, Minggu (12/1/2020). “Yang memandang positif menguntungkan dan negatif merugikan pengaruh AS cenderung stabil dan berimbang dari waktu ke waktu,” lanjutnya.
Jika dibandingkan survei tahun 2016, tren persepsi positif responden terhadap pengaruh AS di Asia cenderung meningkat. Survei 2019, yang menilai AS merugikan kawasan Asia yaitu 30 persen sementara 33 persen lainnya menjawab merugikan. Di tahun 2016, responden yang menjawab menguntungkan adalah 26 persen dan merugikan sebesar 32 persen.
Sebaliknya, tren persepsi negatif cenderung meningkat terhadap China jika dibandingkan survei 2016. Di tahun 2016, responden yang menjawab pengaruh China menguntungkan kawasan Asia sebanyak 36 persen dan menjawab merugikan sebesar 19 persen. Di tahun 2019, responden yang menjawab menguntungkan menjadi 34 persen dan merugikan juga sebanyak 34 persen.
“Di 2019, yang menilai China menguntungkan Asia memang seimbang dengan yang menilai merugikan. Namun, tren penilaian atas China cenderung negatif,” ujar dia.
Kecenderungan persepsi negatif terhadap China ini juga terjadi saat responden diberi pertanyaan, seberapa baik pengaruh China dan AS terhadap Indonesia? Di tahun 2019, responden yang menjawab China berpengaruh baik terhadap Indonesia sebesar 40 persen dan yang menjawab buruk sebanyak 36 persen.
Jika dibandingkan pada survei 2011 dan 2016, tren jawaban berpengaruh baik cenderung turun. Pada tahun 2011, ada 58 persen yang menjawab China berpengaruh baik bagi Indonesia. Tahun 2016, persentasenya menurun menjadi 49 persen. Persepsi buruk justru cenderung meningkat dari 17 persen pada survei tahun 2011 menjadi 36 persen dalam survei tahun 2019.
Adapun persepsi responden terhadap pengaruh AS di Indonesia cenderung baik. Djayadi membandingkan data tahun 2019 dan 2016. Data tahun 2016, ada sebanyak 36 persen responden yang menjawab pengaruh AS baik terhadap Indonesia. Sementara, 28 persen menjawab buruk. Pada survei 2019, persentase responden yang menjawab baik meningkat 4 persen menjadi 40 persen. Sementara, responden yang menjawab buruk juga meningkat sebanyak 2 persen menjadi 30 persen.
Menurut dia, temuan tahun 2019 ini bergantung pada sejumlah faktor yang melekat pada responden, seperti pilihan presiden dan wakil presiden, pilihan partai, kondisi ekonomi, pendapatan hingga pendidikan.
“Misalnya, makin buruk persepsi seseorang terhadap kondisi ekonomi di Indonesia maka persepsi terhadap China semakin negatif. Demikian juga terhadap kepuasan kinerja presiden, orang yang puas dengan kinerja presiden cenderung lebih positif terhadap China. Orang yang tidak puas terhadap kinerja presiden cenderung lebih negatif,” kata dia.
Djayadi juga menyebutkan, responden yang memilih partai pendukung pemerintah cenderung positif terhadap pengaruh China maupun AS di Asia dan Indonesia. “Menurut demografi, dari segi gender tidak terlalu ada perbedaan, dari segi desa kota. Tapi dari segi pendidikan, makin tinggi pendidikan memang cenderung persepsinya negatif terhadap China. Makin tinggi pendapatan juga cenderung makin negatif terhadap persepsinya. Jadi ada pengaruh kelas juga di sini,” kata dia.
Sementara itu sebanyak 39 persen dari 1.540 responden menganggap China merupakan negara paling berpengaruh di Asia. “Jadi pada 2019 itu, China dianggap sebagai negara paling berpengaruh di Asia. Disusul Amerika Serikat sebesar 18 persen, Jepang ada 14 persen, India sebesar 1 persen dan Rusia sebanyak 1 persen. Jadi lima negara terbesar yang dianggap berpengaruh di Asia adalah itu,” kata dia.
Sementara, responden yang menjawab negara lainnya sebesar 2 persen, tidak mengerti pertanyaan sebanyak 1 persen, menjawab tidak tahu sebesar 23 persen dan menolak menjawab sebesar 10 persen.
Populasi dalam survei terbaru LSI ini adalah warga Indonesia yang sudah memiliki hak memilih dalam Pemilu. LSI mengambil sampel sebanyak 1540 responden melalui metode stratified multistage random sampling dari populasi. Responden terpilih diwawancarai secara tatap muka oleh tim survei LSI yang telah dilatih. Adapun margin of error dalam survei ini adalah plus minus 2,5 persen. Artinya, persentase dalam temuan survei bisa bertambah atau berkurang sebanyak 2,5 persen. Tingkat kepercayaan survei ini sebesar 95 persen.(jpg/san)
Diskusi tentang ini post