SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, terkait tugas dan wewenang Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Atas putusan ini, Dewas KPK berencana membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik pada Nurul Ghufron pada Jumat (6/9) mendatang.
“Dalam penundaan: Mencabut Penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 142/G/TF/2024/PTUN.JKT tanggal 20 Mei 2024, tentang Penundaan Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan atas Dugaan Pelanggaran Etik atas nama terlapor Nurul Ghufron. Sebagaimana Surat Undangan Pemeriksaan Klarifikasi Nomor: R-009/DEWAS/ETIK/SUK/02/2024 tertanggal 21 Februari 2024,” demikian dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Selasa (3/9).
Majelis hakim PTUN Jakarta menerima eksepsi Dewas KPK tentang kompetensi absolut pengadilan. Putusan perkara nomor: 142/G/TF/2024/PTUN.JKT diputus kemarin, Selasa (3/9).
“Dalam eksepsi, menerima eksepsi tergugat (Dewas KPK) tentang kompetensi absolut pengadilan,” bunyi putusan PTUN Jakarta.
Gugatan yang diajukan Nurul Ghufron itu diadili oleh ketua majelis hakim Irvan Mawardi dengan anggota Yuliant Prajaghupta dan Ganda Kurniawan, serta panitera pengganti Risma Hutajulu.
“Dalam pokok perkara: Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima,” ucap hakim. Selain itu, PTUN Jakarta juga menghukum Ghufron untuk membayar biaya perkara sebesar Rp442 ribu.
Merespons putusan PTUN kemarin, Dewas KPK akan segera membacakan putusan etik terhadap Nurul Ghufron. “Rencana Jumat (6/9) akan diputus,” ungkap anggota Dewas KPK, Albertina Ho.
Ghufron sendiri mengaku akan pelajari lebih dulu putusan itu. Dia mengatakan pihaknya masih memiliki hak untuk menentukan sikap.
“Saya akan baca dulu putusannya dan akan pelajari lebih lanjut. Adalah hak kami untuk kemudian menentukan sikap. Jadi saya ingin memastikan lebih dahulu informasi tersebut, nanti selanjutnya akan kami update bagiamana sikap saya,” ujar Ghufron. “Saya dari awal kan mengikuti sidang. Jadi apapun, apapun konsekuensinya saya tentu akan hadapi,” tambahnya.
Gugatan ke PTUN ini terkait dengan keberatan Ghufron yang diperiksa Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik. Kasus tersebut terkait dugaan Ghufron melanggar etik karena menyalahgunakan wewenang untuk membantu mutasi pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan).
Ghufron berdalih yang dilakukannya bukan intervensi, melainkan meneruskan keluhan terkait mutasi anak kerabatnya dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui. Namun, hal ini dianggap oleh Dewas KPK sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh. Sebab, Ghufron melakukan itu dalam kapasitasnya menjabat sebagai pimpinan KPK.
Ghufron memprotes proses etik Dewas KPK itu. Sebab menurut dia, Dewas KPK tidak mempunyai kewenangan lantaran peristiwanya kedaluwarsa.
Dewas KPK kemudian tetap memproses Nurul Ghufron melalui sidang etik. Bahkan Dewas KPK sudah tinggal membacakan putusannya saja pada 21 Mei 2024 lalu. Namun, tiba-tiba muncul putusan sela PTUN yang memerintahkan Dewas KPK menunda semua proses.
Putusan sela itu keluar bersamaan dengan proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2024–2029. Ghufron termasuk ke dalam 40 orang capim KPK yang sampai saat ini masih bertahan dalam proses seleksi. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post