SATELITNEWS.COM, SERANG – Perkumpulan Urang Banten (PUB), menyoroti tingginya fenomena masyarakat Banten yang terjerat Pinjaman Online (Pinjol) dan rentenir. Untuk mengurai persoalan itu, PUB menggandeng Yayasan Kemanusiaan Dompet Dhuafa, untuk bersama-sama menggagas program kampung anti rentenir.
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai Januari 2024, sekita 1,2 juta masyarakat Banten terjerat Pinjol, atau sekitar 10 persen dari total jumlah penduduk Provinsi Banten. Nilai pinjol warga Banten 2024, mencapai Rp 5,04 Triliun atau naik sekitar 12 persen dibanding 2023, sebesar Rp 4,511 Triliun.
Ketua Umum PUB, Taufiqurrahman Ruki mengatakan, fakta ini merupakan persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Banten. PUB yang merupakan sebuah wadah, yang di dalamnya terdiri dari para tokoh masyarakat dan tokoh pendiri, serta penggagas Provinsi Banten, harus mengambil peran aktif bersama pemerintah daerah dan seluruh stakeholder.
“Maka dari itu, salah satu yang kita gagas bersama Dompet Dhuafa adalah, gerakan kampung anti rentenir,” kata Ruki, di sela-sela HUT PUB ke-6, yang dilaksanakan di halaman kantor PUB, Ciracas, Kota Serang, Minggu (29/9/2024).
Dalam kesempatan itu juga, dilakukan secara simbolis bantuan program kampung anti rentenir dari Dompet Dhuafa kepada PUB, yang juga disaksikan oleh Pj Gubernur Banten Al Muktabar.
Dalam pelaksanaannya, PUB nanti berperan sebagai operator pelaksana bersama tim, yang sudah disiapkan oleh Dompet Dhuafa.
“Itu masalah utama masyarkat kita. Oleh karena itu, jangan sampai mereka terus terjerat oleh Pinjol dan rentenir. Apalagi yang menjadi sasaran itu, adalah masyarakat pelaku usaha mikro dan sangat mikro, yang kesulitan dalam rangka mencari permodalan usaha,” ujarnya.
Mantan Ketua KPK RI ini mengakui, jika saat ini Lembaga keuangan resmi yang ada program pinjaman yang disediakannya cukup tertutup, dan sulit mereka akses, karena harus ada jaminan dan sebagainya.
Sementara masyarakat kita, terutama yang kurang mampu belum bisa memenuhi apa yang dipersyaratkan itu.
“Atas hal itu, sehingga kemudian mereka lebih memilih kepada pemodal yang mudah diakses, yakni pinjol dan rentenir,” pungkasnya.
Untuk itu, PUB akan memulai itu dari hal-hal yang kecil. Kita mulai dari dua kampung dulu, sebagai pilot project dalam pelaksanaan kegiatan ini dan kedepan akan terus kita kembangkan, sampai masyarakat Banten benar-benar terbebas dari Pinjol dan rentenir.
“Ini mekanismenya, tidak kita berikan uang langsung kepada masyarakat, tetapi melalui pendekatan lainnya,” tuturnya.
Pendiri sekaligus penggagas Yayasan Dompet Dhuafa, Parni Hadi mengungkapkan, pendekatan yang akan dilakukan dalam program kampung anti rentenir ini, berupa pemberdayaan masyarakat melalui permodalan yang kita berikan.
Dompet Dhuafa bersama PUB, akan melakukan pendampingan untuk melakukan pendidikan pengembangan usaha.
“Kita akan ajari berbagai teknisnya,” tukasnya.
Selain itu, permodalan yang kita berikan juga bisa dengan mudah diakses, murah, merata, bermitra dan terakses ke media masa. Sehingga, apa yang telah mereka lakukan itu bisa diadopsi oleh orang banyak, sebagai bentuk pembelajaran.
“Kita ingin, kebaikan yang kita ajarkan itu bisa menular kepada masyarakat banyak,” pungkasnya.
Sementara, Pj Gubernur Banten Al Muktabar mengklaim, masyarakat Banten bisa mengakses permodalan usaha melalui Bank Banten. Saat ini, lanjutnya, Bank Banten sudah bisa memberikan akses pinjaman yang itu bisa digunakan sebagai modal usaha.
“Kita sudah menyiapkan lembaga keuangan sendiri, dan itu bisa dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Banten,” katanya.
Fakta yang ada, rentenir yang tumbuh subur di Provinsi Banten itu, sebagian besar berkedok sebuah lembaga koperasi. Pemprov Banten sendiri, meskipun mempunyai kewenangan pengawasan dan penindakan, nyatanya sampai saat ini hal itu belum dilakukan, meskipun Pemprov menyadari fakta itu ada dan terjadi di tengah masyarakat.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Banten, Agus Mintono menegaskan jika ‘bang emok’ yang banyak mengatasnamakan koperasi itu tidak mempunyai izin operasional dari Pemda setempat, meskipun Lembaga mereka sudah mempunyai izin dari Kemenkumham atau ada akta notarisnya.
“Izin lembaga saja tidak cukup. Koperasi itu harus ada izin operasionalnya juga, dari Pemda melalui DPMPTSP kemudian dilanjutkan ke kami selaku dinas teknis,” ujarnya.
Dikatakan Agus, secara keseluruhan Lembaga koperasi yang terdaftar mencapai 7.000 lebih, dimana yang menjadi kewenangan Provinsi ada sekitar 640 koperasi, sisanya di Kabupaten dan Kota. Dari jumlah itu, diakui Agus, hanya beberapa saja yang terintegrasi ke plafom digital, padahal di era saat ini hal itu sangat penting untuk memperluas akses.
“Baru ada beberapa saja. Makanya kita terus mendorong agar semuanya melek teknologi dan menggunakan plafom digital,” pungkasnya.
Kepada masyarakat, Agus menghimbau, agar untuk senantiasa berhati-hati ketika akan bergabung atau ada yang mengajak ikut Koperasi. Pastikan terlebih dahulu koperasi tersebut kelengkapan administrasi perizinan serta struktur kepengurusannya.
“Di Koperasi itu, kan wajib adanya pengawas, dan seorang pengawas itu harus bersertifikasi, sehingga tidak asal tunjuk,” imbuhnya. (luthfi)
Diskusi tentang ini post