SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Aset atau harta sah yang tercampur dengan harta hasil tindak pidana, bisa disita oleh penyidik. Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menegaskan hal tersebut.
Yunus menyampaikan hal tersebut ketika dihadirkan sebagai ahli tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Jaksa Penuntut Umum untuk perkara dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah. Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini adalah suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, yang mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017.
Mulanya, jaksa menanyakan kapan kerabat seperti istri yang ikut menerima, menguasai dan menikmati uang hasil korupsi dapat ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana.
Yunus mengatakan kerabat yang menerima dan ikut menikmati uang hasil korupsi dapat dijerat Pasal 5 UU TPPU. Pasal itu mengatur tentang kerabat pelaku yang ikut menerima, menguasai, menikmati dan menggunakan hasil kejahatan.
“Jadi, kerabat itu memang sering dimanfaatkan. Biasanya terkena Pasal lebih banyak Pasal 5 ya, menerima, menguasai, dan menggunakan hasil kejahatan. Nah kalau memang dalam menerima itu dia memang tahu pasti bahwa itu hasil kejahatan, kemudian dia kuasai juga, kemudian dia nikmati juga, menerima ini lebih banyak menikmati. Tidak ada tujuan menyembunyikan menyamarkan enggak ada sama sekali,” kata Yunus.
Setelah itu, anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Suparman Nyompa menanyakan terkait harta hasil kejahatan senilai Rp 300 juta bercampur dengan harta sah atau halal yang dicontohkan dengan warisan senilai Rp 700 juta.
“Maksud saya, bagaimana cara perampasan asetnya ini kalau namanya tanah bangunan sudah menyatu, bukan bangunan yang bisa dipindah, yang permanen, bagaimana apakah bisa dilakukan perampasan aset?” tanya Suparman di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).
Yunus menjelaskan, penyidik tetap bisa menyita aset yang bercampur tersebut, meskipun diketahui bahwa sebagian besar merupakan harta yang sah. Tindakkan mencampuradukkan harta hasil tindak kejahatan dengan harta yang diperoleh secara sah merupakan salah satu modus pencucian. “Ya jawabannya bisa ya. Kenapa bisa? Ini termasuk modus TPPU,” jawab Yunus.
Yunus mengutip Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan, barang yang sah ketika digunakan untuk menghambat, melakukan tindak pidana bisa disita. Upaya paksa penyitaan ini menjadi risiko bagi orang yang secara sengaja mencampurkan harta yang sah dan tidak sah.
“Ya risiko dia sengaja mencampur yang halal tadi warisan dengan yang haram, ya buat rumah atau dia buat usaha. Ya itu pasal 39 bilang, harta yang dipakai atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan bisa disita,” kata Yunus.
Meski demikian, undang-undang memberikan hak bagi pihak yang bersangkutan untuk mengajukan bantahan, minimal 30 hari setelah terbit putusan berkekuatan hukum tetap. Negara harus menjamin hak pihak yang hartanya disita itu. Jika tidak mengajukan bantahan dan ikhlas, maka harta itu bisa dirampas untuk diserahkan kepada negara.
Mendengar penjelasan ini, Hakim Suparman lantas memastikan bahwa harta sah yang bercampur dengan hasil tindak kejahatan tidak lantas berubah seutuhnya menjadi barang haram. “Apakah dengan adanya gara-gara katakanlah ini kotor atau najis Rp 300 (juta) itu, akhirnya merusak semua ini, hilanglah hak yang benar-benar bersih dari orang tuanya itu, atau tetap harus dikembalikan?” tanya Hakim Suparman.
“Iya. Tapi itu modus cuci uang pak, yang namanya mingling,” jawab Yunus.
Dalam dugaan TPPU pada kasus timah, penyidik dari Kejaksaan Agung menyita rumah Sandra Dewi di Pakubuwono, Jakarta. Di muka sidang, Sandra Dewi mengaku membeli rumah itu bersama Harvey senilai Rp 20,8 miliar.
Sandra Dewi mengatakan ia membayar uang muka pembelian rumah itu senilai Rp 7,2 miliar sementara Harvey melunasi sisanya dan pajak. “Untuk di Pakubuwono itu jadi kan kami pisah harta, tapi untuk rumah tinggal, yang pertama kami tinggal ketika setelah kami menikah kami sepakat untuk membeli bersama,” kata Sandra Dewi, Kamis (10/10/2024) lalu.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 300 triliun. Terdakwa lain dalam kasus ini, eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT TImah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya, didakwa melakukan korupsi bersama dengan crazy rich Helena Lim. (bbs/san)