SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Pemerintah akan meninjau ulang penerapan Ujian Nasional (UN) dan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Keputusan akhir soal itu tergantung pada berbagai masukan yang akan ditampung hingga akhir bulan ini.
Pengkajian kembali sistem zonasi sekolah dalam PPDB itu dikemukakan langsung oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. “Jadi intinya Bapak-Ibu, ini (zonasi) mohon dikaji lagi, apakah akan diteruskan atau akan kembali ke sistem yang lama. Silakan nanti didiskusikan,” kata Gibran saat memberikan sambutan dalam rapat koordinasi evaluasi kebijakan pendidikan dasar dan menengah, di Jakarta, Senin (11/11)
Gibran menilai zonasi PPDB sebetulnya memiliki tujuan yang baik. Namun, tidak seluruh wilayah cocok dengan sistem itu. Ia menekankan agar kondisi pemerataan guru juga menjadi pertimbangan penting selain fasilitas yang belum merata.
“Jadi zonasi sekali ini program yang baik, tapi mungkin belum bisa diterapkan di semua wilayah,” jelas Gibran didepan para kepala dinas pendidikan se-Indonesia.
Gibran bercerita pernah mengajukan komplain kepada Menteri Pendidikan Kabinet Indonesia Maju Nadiem Makarim terkait masalah zonasi, program merdeka belajar, pengawas sekolah, hingga ujian nasional. Hal itu dia lakukan saat menjabat sebagai Walikota Solo.
“Tapi Pak Menteri yang sekarang beda. Kemarin pulang dari Akmil, pulang dari Akmil Magelang kita langsung koordinasi, dan kita langsung klik untuk masalah-masalah zonasi ini,” ujar dia.
Di sisi lain, Gibran juga mengusulkan UU Perlindungan Guru sebagai payung hukum bagi para tenaga pendidik yang rawan dikriminalisasi jika memberi teguran atau hukuman kepada para siswa.
“Jadi mungkin ke depan perlu kita dorong juga Pak Menteri Undang-Undang Perlindungan Guru,” kata Gibran yang juga meminta agar UU Perlindungan Anak tidak disalahgunakan untuk memojokkan dan menjadi senjata menyerang para guru. “Jadi guru itu bisa nyaman dan juga guru mempunyai ruang untuk mendidik dengan cara-cara yang tetap disiplin,” imbuhnya.
Dia meminta sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi guru dan para murid. “Jangan ada lagi kasus kekerasan, kasus bullying, jangan ada lagi kasus kriminalisasi guru,” ucapnya.
Gibran juga menyinggung soal membangun sekolah khusus untuk korban kekerasan seksual. “Jangan sampai mereka malah dikeluarkan dari sekolah. Kalau bisa kita beri atensi khusus, kalau bisa dibangunkan sekolah khusus untuk mereka,” ungkap dia.
Gibran menilai Presiden RI Prabowo Subianto juga akan merespons baik usulan ini. “Ini idenya Pak Menteri, bukan ide saya. Ini saya kira ide yang sangat baik. Jadi sekolah khusus untuk para-para korban-korban kekerasan,” tuturnya.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa pihaknya akan menjaring masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan terkait pelaksanaan sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN).
“Kami masih akan ada lagi acara seperti ini mengundang para ahli, para pelaku, dan juga para pengamat, termasuk nanti wartawan untuk ikut memberikan evaluasi tentang UN dan zonasi sekolah,” kata Mu’ti.
Mu’ti menekankan bahwa isu ini cukup disorot, sehingga diperlukan masukan dari banyak pihak. “Sebulan ini kami ingin menjadi pendengar yang baik sebelum mengambil keputusan,” ujarnya. “Pesannya Pak Presiden kan memang ojo kesusu. Kita dengarkan semuanya, kita kaji dengan saksama, mudah-mudahan nanti kita bisa ambil kebijakan yang terbaik,” ungkapnya lagi.
Terkait pembaharuan kurikulum, Abdul Mu’ti mengungkap, pihaknya akan mengadakan mata pelajaran pilihan “coding” atau sistem pemrograman pada komputer dan artificial intelligence (AI) di sekolah. Dia menyebut, Wapres juga sudah pernah menyampaikan pentingnya “coding” untuk diajarkan ke anak sekolah.
“Kenapa pilihan? Karena memang itu membutuhkan alat-alat yang canggih, sarana internet yang juga harus bagus dan belum seluruh sekolah kita ini memiliki sarana itu dengan nanti sifatnya masih pilihan,” kata Mu’ti.
Abdul Mu’ti juga tengah menyiapkan skema pembelajaran matematika untuk anak di jenjang taman kanak-kanak (TK) atau pendidikan anak usia dini (PAUD). Matematika untuk anak TK ini tidak memuat materi hitungan yang rumit karena akan menekankan prinsip bermain sambil belajar.
“Matematika di tingkat taman kanak-kanak dan SD awal itu kalau TK itu kan bermain sambil belajar jadi titik tekannya pada bermain,” kata Mu’ti. “Karena targetnya adalah pada prinsip-prinsip logika dari matematika dan mengajarkan matematika sesuai dengan tingkat pendidikan anak TK juga anak SD pada kelas-kelas awal,” kata Mu’ti. (bbs/san)
Diskusi tentang ini post