SATELITNEWS.COM, SERANG--Gedung DPRD Banten di Jalan Syeh Nawawi Al Bantani, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, hampir tuntas direnovasi menjadi menyerupai bangunan Kesultanan Kenari di era Sultan Abul Mafakhir, sultan Banten ke-4.
Penampilan mencolok itu di antaranya tampak dari bangunan pagar depan yang diapit dua gerbang di bagian kanan dan kirinya. Pagar setinggi 4 meter itu dibangun dari ribuan bata merah yang biasa ditemui pada bangunan tradisional di sejumlah daaerah di Indonesia.
Dominasi tembok yang dibangun dari bata merah juga tampak pada bagian fasad yang ditambahkan di bagian depan tembok awal gedung tersebut.
Kesan kerajaan makin tampak dengan keberadaan bangunan gapura khas kesultanan Banten yang banyak ditemui di bangunan bersejarah Banten seperti di kawasan Banten Lama, Kasemen, Kota Serang. Bangunan gapura baik yang terdapat pada gerbang pagar maupun pada fasad tembok depan gedung DPRD itu tampak mencolok karena dibangun dari tumpukan bata merah yang tebal.
Hasil renovasi juga menambahkan sejumlah titik pada tembok depan gedung itu dengan ornamen atau hiasan bercorak Kesultanan Kenari yang juga berwarna merah.
Selain itu, persis di seberang pintu utama gedung ditempatkan sebongkah batu besar seukuran mobil yang merupakan batu fosil Panca Warna asal Kabupaten Lebak yang pada papan namanya tertulis berusia 7 juta tahun dengan berat 22,5 ton.
Sekretaris DPRD Banten Deden Apriandhi Hartawan, Rabu (18/10) mengatakan pihaknya sengaja merenovasi gedung DPRD Banten dengan konsep tersebut dengan tujuan ingin menampilkan identitas daerah. “Sekaligus supaya bisa menjadi semacam pengingat kebesaran daerah kita,” katanya.
Lebih jauh kata dia, dengan renovasi tersebut diharapkan terjadi upaya pelestarian kebudayaan dan sejarah Banten. Adapun terkait konsep renovasi gedungnya sendiri, kata dia, sengaja diambil dari konsep bangunan Kesultanan Kenari dan sebagian bangunan Keraton Kaibon di Kasemen, Kota Serang.
“Hasil konsultasi kami dengan para budayawan, sejarawan dan tokoh Banten sepakat konsep bangunan Kesultanan Kenari dan Keraton Kaibon yang kita terapkan,” kata Deden.
Diungkapkan Deden pihaknya melakukan perencanaan anggaran terkait gagasan tersebut sejak tahun 2021. Namun untuk pelaksanaannua sendiri baru bisa dilaksanakan melalui anggaran pada APBD atau anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Banten tahun 2023. Deden memerinci anggaran renovasi pagar sekitar Rp 1,2 miliar, renovasi fasad depan gedung sekitar Rp 600 juta, renovasi landscape halaman plus pengadaan batu fosil sekitar Rp 1,2.
“Total sekitar Rp 5 miliar karena kita juga melakukan pembangunan penguatan struktur bangunan gedung,” imbuhnya.
Menurut Deden upaya renovasi gedung DPRD yang dilakukan pihaknya dengan tujuan pelestarian budaya dan sejarah tersebut menjadi tugas pemerintah, sehingga diharapkan OPD (organisasi perangkat daerah) lainnya di Pemprov Banten menjadi terinspirasi untuk melakukan hal serupa. “Kami kan kewenangannya di sekretariat DPRD maka kami lakukan konsep renovasi itu di sini. Mudah-mudahan OPD lain terlebih OPD yang tupoksinya kebudayaan atau sejarah menjadi terinspirasi untuk melakukan yang lebih dari yang kami lakukan ini,” paparnya.
Terpisah tokoh pembentukan Provinsi Banten Udin Saparudin mengaku mengapresiasi renovasi gedung DPRD Banten tersebut. Menurutnya langkah Sekretariat DPRD Banten itu sudah benar sebagai upaya menggali kebudayaan, kearifan lokal dan sejarah Banten. “Saya apresisasi ke Pak Deden (Sekretaris DPRD Banten Deden Apriandhi H) yang sudah berani melakukan terobosan kaitan dengan penggalian dan pelestarian budaya dan sejarah Banten,” kata Udin.
Diungkapkan Udin, pihaknya termasuk yang diajak berkonsultasi oleh Sekretariat DPRD Banten bersama sejumlah sejarawan dan budayawan Banten terkait dengan renovasi gedung DPRD Banten yang menggunakan konsep kearifan lokal Banten itu.
Merujuk hasil konsultasi bersama sejumlah sejarawan, budayawan dan tokoh Banten seperti Alwani Mihrob, Tb Najib, Hasan Muarif Hambari, Tb Ismetullah Abbas, Tb Abas Waseh dan Mufti Ali, kata Udin, konsep bangunan Kesultanan Kenari dengan ciri khas pagar dan dinding bata merah sangat tepat.
“Agar orang tahu bahwa yangseperti itu juga adalah khas Banten. Bukan hanya milik Cirebon Demak, Kudus dan Bali saja,” katanya.
Menurut Udin, kemiripan kearifan lokal Banten dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia termasuk dalam hal arsitektur adalah sesuatu yang ada benang merahnya. “Sultan Maulana Hasanudin Banten itu istrinya dari Demak, dan ayahnya Syeh Syarif Hidayatullah sendiri kan dari Cirebon,” imbuhnya.
Lebih jauh Udin mengatakan renovasi gedung DPRD Banten dengan tema kearifan lokal Banten tersebut adalah sebuah upaya kemerdekaan kultural yang seyogyanya dimunculkan melalui identitas dan kearifan lokal mengingat usia Provinsi Banten sendiri sudah 23 tahun berpisah dari provinsi induknya yaitu Jawa Barat.
“Untuk itu dari sini (renovasi gedung DPRD Banten dengan konsep kearifan lokal) harus diteruskan ke sektor yang lain selain arsitektur, misalnya ke sektor pakaian khas daerah, dan lainnya,” paparnya. (rus/rmg)
Diskusi tentang ini post