SATELITNEWS.ID, TANGERANG—Selama puluhan tahun, warga Perumahan Winong Permai Kelurahan Sudimara Timur Kecamatan Ciledug Kota Tangerang hanya menjadi penonton dalam pembangunan. Sejak dibangun pada 1998, perumahan yang dihuni puluhan kepala keluarga itu sama sekali tak tersentuh pembangunan dari Pemerintah.
Salah seorang warga Winong Permai, Asni Bambani mengatakan sejak tinggal di perumahan tersebut 12 tahun lalu, dia tidak pernah merasakan pembangunan yang dibiayai Pemkot Tangerang. Jalan di perumahan itu rusak. Saluran air pun kerap tersendat karena sendimentasi. Bahkan, warga harus gotong -royong menggunakan anggaran pribadi untuk memperbaiki kerusakan fasilitas.
“Selokan tak pernah direvitalisasi. Jalan sejak 12 tahun saya tinggal di sana nggak pernah diperbaiki. Perbaikan hanya pakai dana pribadi warga, itu pun tambal sulam. Baru sekali pihak kelurahan mengeruk tanah karena pendangkalan tapi tak pernah ada revitalisasi. Selain enggak nggak dapat layanan pembangunan kota, komplek saya juga enggak ada penerangan jalan umum. Warga inisiatif beli bohlam sendiri,” ujar Asni, Rabu (22/6).
Asni menyatakan para warga telah melaporkan perkara tersebut kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melalui situs pengaduan daring. Dari laporan tersebut, warga mendapat balasan. Pemkot Tangerang menyatakan tak melakukan pembangunan di perumahan tersebut karena belum adanya serah terima fasilitas sosial dan umum antara Pemkot Tangerang dan pengembang perumahan.
“Masalah bermula dari belum adanya serah terima fasum dan fasos dari pengembang ke Pemkot. Sementara, penghuni dan warga di kompleks ini sudah bergonta-ganti dan tak punya lagi kontak pengembangnya,” ungkapnya.
Asni mengaku heran karena perumahannya tak tersentuh pembangunan. Padahal kantor kelurahan Sudirman Timur terdapat di komplek perumahan tersebut.
“Kantor kelurahan ada di Blok H, saya tinggal di Blok G. Itu kelurahan kalau hujan banjir,” imbuhnya.
Ketua RT 3 RW 5 Perumahan Winong Permai, Nurtafi mengatakan kompleks perumahan tersebut dibangun bukan atas nama perusahaan, namun perorangan.
“Di Winong ini pembangunannya nggak ada pengembangnya. Jadi dulu yang punya tanah kalau bangun satu blok satu blok. Blok A dibangun dulu, Blok B dibangun dulu. Nah setiap blok itu pembangunannya pakai atas nama pribadi,” ungkapnya.
Nurtafi yang sudah tinggal sejak 1998 di lokasi tersebut mengatakan Kompleks Winong Permai dibangun oleh seseorang bernama Edi Cahyawan. Namun, Nurtafi juga tak mengetahui keberadaannya.
“Yang punya tanah tuh, tuan tanah juga di sekitar Ciledug namanya Pak Edi Cahyawan. Dia tanahnya dimana- mana, modelnya gitu beli tanah bekas urukan sampah dijual murah, dia jual lagi. Enggak pernah pakai bendera,” katanya.
Dia mengatakan pada 2020 lalu, Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Tangerang sempat melakukan sosialisasi kepada warga terkait pembangunan. Nurtafi mengaku memberitahukan kepada Dinas Perkim bahwa IMB rumah tersebut sudah memakai nama pribadi bukan atas nama perusahaan.
“Dia bilang ‘kalau gitu ini bukan perumahan ini pemukiman. Kalau pemukiman itu nggak usah pakai penyerahan fasum penyerahan proyek bisa masuk’,” pungkasnya.
Camat Ciledug Marwan mengatakan sampai kapan pun Pemkot Tangerang tidak bisa membangun di wilayah tersebut apabila belum ada penyerahan aset dari pengembang. Hal ini berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang nomor 5 tahun 2017 tentang penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan.
“Karena enggak boleh kita bangun di sana kalau belum diserahkan nanti masuk penjara karena melanggar aturan,” katanya, kemarin.
Namun, karena keberadaan pengembang tak diketahui maka Marwan meminta warga untuk melaporkan ke Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Tangerang.
“Nah kalau pengembang sudah enggak ada nanti saya coba dorong ke Perkim. Nanti Perkim itu nanti buat tim apraissal,” katanya.
Dia mengatakan nanti Dinas Perkim akan membentuk tim untuk pengambilalihan aset. Di dalam tim tersebut terdapat appraisal yang dapat mengambil alih paksa aset itu untuk Pemerintah.
“Ada apraissal yang bisa ambil paksa aset tersebut oleh pemerintah. Nanti proses ngga serta merta langsung. Nanti turun Perkim,” tutur Marwan.
Dia mengatakan wajar saja kalau warga mengeluhkan permasalahan ini. Namun, juga tidak dapat menyalahkan pemerintah. Sebab, pemerintah memfasilitasi warga berdasarkan peraturan yang berlaku.
“Kalau warga ngeluh saya rasa wajar. Tapi tidak juga menyalahkan pemerintah karena memang aturan. Kita nolong, masa kita dipenjara. Kalau ngga gini aja kapan ada waktu, RW-nya bisa konfirmasi ke saya. Kita dorongnya seperti apa. Kalau pengembang memang enggak ada, nanti pak RW membuat surat menyampaikan bahwa pengembangnya sudah tidak bisa ditemukan,” tambah Marwan.
Dia menjelaskan, warga bersurat ke Dinas Perkim yang di dalamnya menyangkut permasalahan itu. Mulai dari menginginkan pembangunan sarana dan prasarana, aset yang belum diserahkan hingga pengembang yang sudah tak diketahui keberadaannya.
Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, Turidi Susanto mengatakan memang banyak aset fasos fasum di daerah ini yang belum diserahkan pengembang ke pemerintah. Padahal penyerahan aset tersebut sudah menjadi kewajiban berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang nomor 5 tahun 2017 tentang penyerahan prasarana, sarana dan utilitas perumahan.
Dalam Perda itu disebut pihak pengembang harus menyerahkan 40 persen lahannya ke Pemkot Tangerang untuk dijadikan Fasos Fasum. Jangka waktu yang diberikan adalah 10 tahun sejak pembangunan dimulai.
Menurut Turidi Pemkot Tangerang kesulitan untuk mengambil alih fasos fasum tersebut disebabkan banyak pengembang yang sudah tidak diketahui keberadaannya. Sehingga, proses penyerahan fasos fasum ini tidak bisa dilakukan.
“Kita kesulitan untuk mencari pengembang yang sudah puluhan tahun sementara dia belum serah terimakan fasos fasum. Kita minta ini segera diminta secepat mungkin dilakukan penyerahan fasos fasum,” katanya.
“Ada yang 15 tahun sampe 60 tahun yang belum diserahterimakan karena masih milik pengembang dan statusnya masih terdaftar. Dan ketika ditanya perusahaannya pun sudah enggak jelas,” tambahnya.
Saat ini, pihaknya sedang membuat Peraturan Daerah atas perubahan Perda Kota Tangerang nomor 5 tahun 2017 itu. Didalamnya akan dikuatkan proses pengambilalihan aset ketika pengembang sudah tidak ada.
“Nah ini makanya kita buat Perda ini, jadi apakah diserahkan secara sepihak, diperkuat dengan landasan Perda itu. Jadi tujuan kita membentuk pansus penyerahan fasos fasum ini adalah salah satunya kita minta pemerintah serius menangani masalah serah terima sarana, dan prasarana dari pengembang. Menurut saya pemerintah harus ambil alih,” jelasnya. (irfan)