SATELITNEWS.COM, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengingatkan adanya potensi pelanggaran berupa politik uang. Salah satunya, serangan fajar yang kini berkembang dengan modus baru menggunakan uang digital.
Direktur Analisis dan Pemeriksaan 1 PPATK Beren Rukur Ginting menjelaskan, modus baru politik uang ini perlu diwaspadai. Modus ini bisa sangat mudah dilakukan oleh pelakunya.
“Duduk-duduk di kamar, krang-kring krang-kring (pindah uangnya),” ujar Beren di Bogor, kemarin.
Beren mengatakan, ruang-ruang untuk melakukan serangan fajar menjadi kian terbuka dan variatif. Dulu, serangan fajar dengan cara bagi-bagi duit di lapangan. Namun, cara tersebut sekarang mudah terdeteksi. “Modus lainnya, sekarang, mengisi token listrik,” katanya.
Plt Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK Syahril Ramadhan mengatakan, pihaknya telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah variasi praktik politik uang tersebut. Salah satunya, bekerja sama dengan pihak yang mengeluarkan uang digital.
“Kan sekarang bisa jadi orang tidak membayar (melakukan pelanggaran pemilu) pakai cash. Misalnya pakai Gojek, GoPay, OVO, DANA. Itu jika kita lakukan collaborative analysis. Jangan sampai uang elektronik ini dimanfaatkan untuk penggunaan dana pemilu secara ilegal,” warning Syahril.
Syahril menyebut, pihaknya juga membentuk Tim Kerja Analisis Kolaboratif (Collaborative Analysis Team/CAT) pada 19 Januari 2023 untuk mencegah hal ini.
Kata dia, CAT merupakan kolaborasi pertukaran informasi antara PPATK, pihak pelapor, aparat penegak hukum, pihak swasta dan lainnya.
Selain itu, PPATK juga membeberkan sumber dana yang tidak boleh digunakan untuk kampanye pemilu. Beberapa yang disorot, antara lain dana pihak asing.
Kemudian, dana berasal dari tindak pidana atau digunakan yang sudah ada keputusan pengadilan untuk menyembunyikan atau pencucian uang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu diatur dalam Pasal 339 pada Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 terkait peserta Pemilu. Jika mendapat laporan itu, kata Syahril, PPATK akan langsung menganalisisnya. Jika terbukti, ada ancaman pidana selama tiga tahun.
Dia juga menyinggung soal batasan uang yang bisa disumbangkan. Untuk bupati/wali kota Rp 75 juta per orang dan presiden Rp 25 miliar per orang.
“Aturan soal sumbangan ke calon presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 326 dan 327 Undang-Undang Pemilu” jelas dia.
Syahril menambahkan, dalam beleid itu disebutkan dua sumber kategori sumbangan, yaitu berasal dari badan hukum usaha dan perseorangan. Sumbangan yang berasal dari badan hukum usaha maksimal Rp 25 miliar, sementara perseorangan dibatasi maksimal Rp 2,5 miliar. (rm)
Diskusi tentang ini post