SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Undang-Undang Kesehatan baru saja disahkan oleh DPR dalam paripurna yang digelar pada Selasa (11/07/2023) lalu. Salah satu konsekuensi lahirnya aturan ini adalah tenaga kesehatan dan tenaga medis asing bakal mudah praktik di Indonesia. Adanya ”karpet merah” bagi nakes dan dokter dari luar negeri tersebut terus memunculkan kritik.
Bahkan sejak regulasi tersebut masih dalam tahap pembahasan. Anggota Komisi IX Fraksi PKS Netty Prasetiyani mengatakan, aturan yang dibuat seharusnya berpihak pada masyarakat. Bukan pemilik modal. ”Negara harus bisa menjamin warga negara Indonesia. Dalam hal ini, tenaga kesehatan dan tenaga medis,” katanya kemarin. Kehadiran pasal khusus untuk tenaga kerja di sektor kesehatan tersebut, menurut dia, akan mengurangi peluang anak bangsa.
Senada, legislator dari Partai Demokrat Dede Yusuf meminta agar warga negara Indonesia (WNI) mendapatkan kesempatan terlebih dahulu. Jika harus ada tenaga kesehatan asing yang masuk, menurut dia, harus membawa kontribusi positif bagi Indonesia. Selain itu, harus mempertimbangkan berbagai konsekuensi atas dibukanya keran warga negara asing (WNA) untuk praktik di Indonesia. ”Seperti pembiayaan,” katanya.
UU Kesehatan telah membagi dua kriteria WNA yang bisa praktik di Indonesia. Pertama adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan asing yang merupakan lulusan dalam negeri. Kedua, WNA yang merupakan lulusan luar negeri. Masing-masing ada syaratnya untuk bisa praktik di Indonesia.
Bagi WNA yang lulusan kampus dalam negeri, hanya ada tiga syarat. Pada Pasal 246 Ayat (1) disebutkan, tenaga medis atau tenaga kesehatan itu harus memiliki surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP). Pada ayat selanjutnya ditegaskan, mereka bisa praktik asal ada permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan dan terdapat durasi waktu tertentu. Sayang, durasi waktu dan ketentuan lain akan diatur lebih detail pada peraturan pemerintah. Persyaratan itu sama dengan WNI yang merupakan lulusan luar negeri.
Lalu, dalam Pasal 248 Ayat (1) disebutkan, WNA yang merupakan lulusan kampus luar negeri hanya berlaku untuk tenaga medis atau dokter yang sudah spesialis dan subspesialis. Kemudian, tenaga kesehatan asing dari lulusan kampus luar negeri harus memiliki tingkat kompetensi tertentu dan telah mengikuti evaluasi kompetensi yang dilaksanakan oleh Kemendikbud yang merupakan penyelenggara pendidikan.
Selain itu, mereka harus mengikuti adaptasi pada faskes serta memiliki STR dan SIP. Namun, syarat tersebut dikecualikan bagi yang sudah direkognisi dan telah praktik sebagai tenaga medis spesialis dan subspesialis serta tenaga kesehatan tingkat kompetensi tertentu paling singkat lima tahun di luar negeri atau yang merupakan ahli dalam satu bidang unggulan tertentu. Total ada 7 pasal yang mengatur soal ketentuan tenaga medis dan nakes asing untuk bisa praktik di Indonesia.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi menyatakan, ketidaktransparanan dalam penyusunan UU Kesehatan membuat khawatir. Konsep transformasi kesehatan yang diusung dalam aturan anyar itu tidak berpihak pada kesehatan rakyat dan kemandirian sektor kesehatan. Mengingat, WNA dipersilakan masuk untuk praktik. ”Termasuk juga keberpihakan terkait dengan SDM tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam negeri, apakah itu sudah tecermin di dalam undang-undang ini?” tanya Adib.
Dia juga mempertanyakan apakah RUU itu memenuhi asas keadilan sosial, kemudahan akses, dan jaminan pembiayaan kesehatan. Menurut dia, ada indikasi privatisasi dan komersialisasi sektor kesehatan. Apalagi, mandatory spending dihapus dalam aturan anyar tersebut. ”Poin-poin krusial yang ada di dalam undang-undang ini menjadi sangat penting untuk kita perhatikan,” katanya.
Kementerian Kesehatan sendiri menyatakan, UU Kesehatan memiliki tujuan untuk mencukupi jumlah tenaga kesehatan. Sekaligus memeratakan tenaga kesehatan. Hadirnya tenaga kesehatan dan tenaga medis asing dengan salah satu tujuannya transfer teknologi akan menambah kemampuan tenaga kesehatan Indonesia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, aturan yang ketat untuk nakes asing adalah bukti adanya pembatasan. ”Semua tenaga asing yang masuk harus melalui proses adaptasi. Sesuai dengan undang-undang yang baru,” tegasnya.
Aturan lama, menurut dia, juga memperbolehkan tenaga kesehatan asing masuk. Namun, dulu tidak dibedakan apakah WNA tersebut lulusan universitas dunia terbaik atau pernah berapa lama praktik. Pada aturan anyar, mereka yang sudah praktik lima tahun lebih di luar negeri tidak perlu ikut adaptasi. ”Singapura gampang, dokter-dokter asing tidak usah dipelonco dua tahun. Namun, kalau dia lulusan dari negara-negara lain yang standar lebih rendah, dilakukan proses adaptasi,” imbuhnya.
Dia menyebut Indonesia telah menutup diri dari dokter asing. Budi menganalogikan tertutupnya tenaga kerja asing di sektor kesehatan tersebut sama halnya dengan tertutupnya sektor perbankan Indonesia sebelum 1998. Lalu, saat Indonesia mengalami krisis, bank luar negeri masuk. Dampaknya positif. Yakni, perusahaan multinasional datang dengan membawa sedikit bankir WNA dan akhirnya mendidik bankir Indonesia.
Meski membuka keran bagi kehadiran dokter asing, Budi malah pesimistis banyak dokter asing yang akan praktik di Indonesia. Sebab, berbagai negara dunia juga butuh dokter. ”Bisa jadi malah dokter Indonesia yang sudah pinter cari gaji ke luar negeri yang lebih besar,” ucapnya. (jpg)
Diskusi tentang ini post