SATELITNEWS.COM, SERANG – Pengembangan potensi ekonomi karbon di Provinsi Banten, membutuhkan waktu persiapan yang cukup panjang, dan belum bisa dilakukan dalam waktu beberapa tahun kedepan.
Pasalnya, banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menunjang itu seperti dukungan kebijakan pemerintah sampai rehabilitasi dan reboisasi hutan yang membutuhkan anggaran cukup besar.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten Wawan Gunawan mengatakan, saat ini kebijakan pemerintah masih pada skala prioritas program yang dimandatorikan oleh Presiden Jokowi yang meliputi penanganan stunting, kemiskinan ekstrem, inflasi, peningkatan investasi dan peningkatan penggunaan barang dalam negeri.
“Namun jika ada kebijakan baru arahan dari bapak Pj Gubernur Banten yang diarahkan ke pengembangan potensi ekonomi karbon, tentu kami siap. Tapi tentunya dengan dukungan anggaran yang memadai. Apalagi, rehabilitasi hutan itu tidak hanya bisa dilakukan sendiri, tapi juga harus diikuti dengan perbaikan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan masyarakat,” kata Wawan, Senin (20/11/2023).
Menurut Wawan, ada sekitar 2.400 hektar lahan hutan yang pengelolaannya ada di Provinsi yang tergabung di Taman Hutan Raya (Tahura) Banten di Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang. Kawasan itu, direncanakan akan dikembangkan menjadi taman wisata. Tapi itu juga belum dilakukan karena membutuhkan anggaran yang cukup besar.
“Sementara itu, lahan hutan lainnya lebih banyak merupakan punya pribadi yang digarap oleh masyarakat setempat yang tersebar di Kabupaten Pandeglang Lebak, Serang, Tangerang dan Cilegon. Selain lahan hutan yang menjadi kewenangan pemangku pemerintah pusat seperti Balai Besar Pengelolaan kawasan Hutan Gunung Salah dan Ujung Kulon, lalu ada juga BKSDA,” ucapnya.
Diakui Wawan, untuk mengembangkan potensi ekonomi karbon di Provinsi Banten, ada sekitar 59.000 lahan kritis yang perlu dilakukan campur tangan pemerintah untuk reboisasi. Jumlah tersebut tersebar di enak Kabupaten dan Kota.
“Perhitungan kami dalam satu hektar itu setidaknya membutuhkan 600 pohon batang keras, jika satu pohon pohonnya Rp20.000, maka berapa besar anggaran yang harus dipersiapkan. Itu belum termasuk pupuk, biaya operasional serta perawatan,” jelasnya.
Oleh karena itu, Wawan menilai, dengan kemampuan dan fokus anggaran kita, hal itu bisa dilakukan secara bertahap, tidak dalam satu dua tahun ini. Apalagi, harus ada kajian penilaian terlebih dahulu,
“Intinya kita masih menunggu arahan pusat berapa target yang diberikan kepada Pemprov Banten dari sektor potensi ekonomi karbon ini,” imbuhnya.
Disinggung terkait dengan pengawasan gas buang, yang bersumber dari kendaraan dan operasional industry, Wawan mengaku untuk Razia uji emisi kendaraan sudah melakukannya di delapan Kabupaten dan Kota, dan yang terakhir di Pemprov Banten. Sedangkan untuk gas buang industry, Wawan tidak menjelaskan lebih detail.
“Kondisi udara kita kan sekarang sudah lebih baik, tidak lagi kuning tapi udah hijau,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dalam Rakor Pengendalian Inflasi bersama seluruh kepala daerah menyinggung terkait dengan potensi ekonomi dari sektor karbon ini, yang bisa dioptimalkan oleh seluruh daerah sebagai sektor yang bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bisa dikembangkan maksimal mengingat kondisi alam kita masih banyak hutan tropis.
Selain itu, di Tengah kondisi perubahan iklim yang belakangan menjadi isu serius seluruh dunia, Indonesia mempunyai potensi itu utnuk dikembangkan. Bahkan Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA) menyebut potensi ekonomi karbon di Indonesia dapat mencapai US$565,9 Miliar (sekitar Rp8.488 Triliun) sehingga perdagangan karbon dapat terus ditingkatkan.
Platform ini membuka peluang untuk meningkatkan kesetaraan pendapatan di seluruh provinsi melalui pembentukan peran ramah lingkungan seperti konservasi, reboisasi, pertanian berkelanjutan, dan ekowisata.
Upaya ini untuk mempercepat kemajuan menuju target Nationally Determined Contribution (NDC) yaitu, penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK), memprediksi potensi perdagangan karbon di Indonesia mencapai Rp350 triliun, lantaran Indonesia mampu menyerap sekitar 113,18 gigaton karbon.
Nilai tersebut, diperoleh dari luasnya hutan hujan tropis yang merupakan terbesar ketiga dunia dengan luas area 125,9 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 Miliar ton.
Luas hutan mangrove di Indonesia, mencapai 3,31 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektare atau setara 33 Miliar karbon untuk seluruh hutan mangrove, ditambah lahan gambut terluas di dunia dengan area 7,5 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 Miliar ton.
Pj Sekda Banten Virgojanti, menyambut baik kaitannya dengan potensi PAD yang bisa dikembangkan dari sektor gas karbon ini. Menurutnya, Provinsi Banten menjadi bagian penting karena jumlah hutan yang ada di kita cukup luas, sehingga bisa dikembangkan dengan optimal.
“Akan tetapi karena ini aturannya baru, kita terlebih dahulu harus melakukan pendalaman dan kordinasi,” ucapnya. (luthfi)
Diskusi tentang ini post